Opini
Opini: Mengawal Visi Ekonomi Gubernur NTT
Muatan pariwisata (alam dan budaya), sebagai sektor strategis, menjadi outlet pemasaran pada bagian hilir.
Oleh: Frits O Fanggidae
Dosen Fakultas Ekonomi UKAW Kupang
POS-KUPANG.COM - Tanggal 24 Maret 2025, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) NTT, menyelenggarakan Diskusi Publik bertajuk Membedah dan Mengawal Visi Ekonomi Kepala Daerah di NTT.
Saya diberi kesempatan sebagai salah satu nara sumber, dan tulisan berikut ini merupakan elaborasi dari bahan yang saya siapkan, dengan sedikit perubahan pada judulnya.
Visi Ekonomi Gubernur NTT periode 2025-2030, menekankan pada pemanfaatan sektor unggulan (ekonomi hijau dan biru) dan sektor strategis pariwisata untuk menciptakan kesempatan kerja dan lapangan usaha baru, serta perlindungan terhadap kelompok pekerja rentan.
Sasaran utamanya adalah meningkatnya pendapatan per kapita, menurunnya angka kemiskinan dan pemerataan yang semakin baik. Visi ekonomi tersebut dibangun di atas Pilar Ekonomi Berkelanjutan, yang berisikan 4 muatan.
Pertama, muatan ekonomi hijau dan ekonomi biru, yang menempatkan sector pertanian, perkebunan, peternakan, serta perikanan dan kelautan sebagai sektor unggulan.

Pengembangan ekonomi hijau dan biru dilakukan melalui Program Unggulan One Village One Product (OVOP), dengan hilirisasi (industri pengolahan) sebagai ujung tombak penciptaan nilai tambah, untuk ditansmisi pada pasar pada bagian hilir.
Kedua, muatan pariwisata (alam dan budaya), sebagai sektor strategis, menjadi outlet pemasaran pada bagian hilir.
Program unggulan yang dikembangkan untuk mengembangkan muatan ini adalah Penguatan Pariwisata sebagai warisan budaya yang berbasis komunitas.
Ketiga, muatan penciptaan lapangan kerja dan kesempatan berusaha baru. Muatan ini menempatkan kelompok milenial dan perempuan sebagai pelaku utama untuk mendrive ekonomi biru dan hijau, sehingga dapat menciptakan kesempatan kerja baru, sekaligus menciptakan wirausaha baru.
Keempat, muatan perlindungan terhadap pekerja rentan. Program unggulannya adalah melibatkan seluruh kelompok pekerja rentan pada skim BPJS Ketenagakerjaan.
Visi ekonomi tersebut harus diwujudkan dalam kondisi faktual perekonomian NTT, yang sejatinya tidak terlalu kondusif.
Pertama, dari segi proses atau dinamikanya, perekonomian NTT nyaris terjebak dalam perangkap pertumbuhan rendah.
Pada masa normal, ekonomi stagnan pada pertumbuhan 5,1 persen; kuat dalam menghadapi krisis, tetapi lambat bertumbuh pada masa pemulihan.
Selepas Covid-19, laju pertumbuhan ekonomi NTT sangat lamban. Tahun 2023 mencapai 3,52 persen dan 2024 mencapai 3,73 persen; sementara pertumbuhan ekonomi nasional sudah 5,4 persen, bahkan beberapa provinsi mencapai di atas 6 persen.
Kedua, dari sisi pengeluaran (demand side), konsumsi rumah tangga dominan sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi NTT, sementara impor lebih besar dari ekspor.
Ketiga, dari sisi produksi (supply side), sebagian besar produksi barang dan jasa dihasilkan sektor pertanian dan perdagangan, sementara industri pengolahan minim.
Artinya, perekonomian NTT hanya menghandalkan bahan baku, yang minim nilai tambah. Hasilnya, digunakan untuk konsumsi rumah tangga dan impor barang konsumsi (bukan barang modal).
Keempat, pelaku ekonomi NTT, utamanya RT Petani dalam kondisi rapuh dan unit UMKM tidak terkonsolidasi.
Kelima, NTT menghadapi kendala anggaran yang serius, menyebabkan kapasitas dan ruang fiskal terbatas.
Dalam kondisi perekonomian NTT yang kurang kondusif seperti inilah Visi Ekonomi Gubernur NTT harus dikawal untuk diimplementasi dengan baik.
Tentu hal ini tidak mudah. Diperlukan kebijakan afirmasi dan kegiatan yang fokus dan terukur. Program unggulan pertama dari Visi Ekonomi Gubernur adalah OVOP (setiap desa harus memiliki 1 komoditas andalan sebagai bahan baku untuk diolah lebih lanjut (hilirisasi).
Program ini bagus untuk meningkatkan nilai tambah, mendorong ekspor, yang berdampak pada percepatan pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja baru.
Dalam implementasinya, akan mendapat tekanan dari keterbatasan fiskal dan kondisi RT Petani yang rapuh dan UMKM yang tidak terkonsolidasi, serta jalur hilirisasi (hulu-tengah-hilir) yang belum terbentuk.
Karena itu program unggukan ini butuh kebijakan afirmasi pada pemantapan jalur hilirisasi (hulu-tengah-hilir), kolaborasi dengan kab/kota dan swasta dalam pembiayaan dan implementasi.
Serentak dengan itu dibutuhkan kegiatan yang fokus pada penguatan RT Petani dan UMKM (milenial dan perempuan), penguatan kelembagaan pasar dan terobosan perluasan pasar.
Program unggulan kedua, Milenial dan Perempuan sebagai penggerak kreativitas lokal.
Program ini, bila diintegrasikan dengan OVOP/hilirasi, bagus untuk meningkatkan share industri pengolahan, penciptaan nilai tambah dan perluasan kesempatan kerja/lapangan usaha baru.
Akan tetapi akan mendapat tekanan dari kondisi pelaku UMKM yang tidak terkonsolidasi. Khusus pelaku UMKM kelompok perempuan, dominan pada sektor pengolahan, tetapi minim akses permodalan.
Karena itu perlu kebijakan afirmasi pada perluasan akses kelompok UMKM perempuan pada sumber modal dan peningkatan kapasitas milenial sebagai pelaku ekonomi.
Kebijakan ini harus diimplementasi dengan kegiatan yang lebih kreatif dan berkelanjutan. Pola pelatihan klasikal yang selama ini diterapkan, jangan digunakan lagi. Disarankan menggunakan pola magang dan inkubasi (learning by doing), bukan learning duluan dan doing kemudian.
Program unggulan ketiga yaitu pariwisata (alam dan budaya) berbasis komunitas. Pariwisata diharapkan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru.
Destinasi dan obyek sudah bagus. Persoalan utama terletak pada kesiapan pelaku ekonomi dan jaringan ekonomi yang disiapkan. Pariwisata akan berdampak ekonomi, bila proses multiplier effect bekerja dengan baik.
Artinya, aliran belanja wisatawan mengalir lancar sampai pelaku ekonomi paling bawah.
Ini yang belum terjadi saat ini, karena kanal-kanal aliran belanja tak disiapkan dengan baik. Aliran belanja hanya sampai bagian tengah, yang menetes kebawah tinggal remah-remah.
Kanal aliran belanja yang dimaksud adalah kesiapan pelaku ekonomi untuk menyediakan barang dan jasa pada setiap titik dalam aliran belanja wisatawan. Peran pelaku ekonomi setempat perlu ditingkatkan.
Mereka harus mampu menyiapkan barang dan jasa yang dibutuhkan wisatawan.
Karena itu diperlukan kebijakan afirmasi yang kuat untuk meningkatkan kemampuan ekonomi kreatif pelaku ekonomi setempat, dan pemantapan jaringan bisnis mereka, sehingga seluruh pelalu ekonomi setempat terkoordinasi memanfaatkan demand yang datang dari wisatawan.
Program unggulan keempat adalah Sejahtera Bersama: pelibatan pekerja rentan dalam skim pembiayaan BPJS Ketenagakerjaan. Program ini akan mendapat tekanan dari keterbatasan fiskal Pemerintah Provinsi.
Karena itu diperlukan kolaborasi Pemerintah Provinsi dengan Kab/Kota dan Swasta (CSR).
Kesimpulannya, sikap optimisme yang besar dibalik Visi Ekonomi Gubernur NTT, perlu didukung kebijakan afirmasi yang kuat dan kegiatan yang fokus dan terukur untuk mengendalikan kondisi keterbatasan fiskal dan sejumlah indikator makro ekonomi yang kurang kondusif.
Bagaimana kebijakan afirmasi dan kegiatan yang fokus dan terukur tersebut dapat dirumuskan? Ini merupakan PR Gubernur dan seluruh jajarannya. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.