Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik Jumat 7 Maret 2025, Puasa yang Berkenan Kepada Allah

Saat inilah waktunya kita kembali mendekat kepada Tuhan, dengan penuh penyesalan dan pertobatan sejati mau datang mengakui kedosaan kita.

Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/HO-DOK
RENUNGAN HARIAN KATOLIK - Pastor John Lewar, SVD menyampaikan Renungan Harian Katolik Jumat (7/3/2025), Puasa yang Berkenan Kepada Allah 

Oleh : Pastor John Lewar SVD

POS-KUPANG.COM - Renungan Harian Katolik Jumat 7 Maret 2025, Puasa yang Berkenan Kepada Allah

Biara Soverdi St. Yosef Freinademetz, STM Nenuk Atambua Timor

Hari Jumat sesudah Rabu Abu
Perpetua dan Felisitas
Lectio: Yesaya 58:1-9a; Mazmur 51:3-4,5-6a,18-19;
Matius 9:14-15

Meditatio:
Kita memasuki masa Prapaskah hari ketiga. Dalam masa ini, Gereja mengajak kita umatnya untuk pantang dan puasa. Ajakan untuk berpuasa ini mengikuti apa yang dikatakan Yesus dalam bacaan Injil Matius hari ini, “Akan datang harinya mempelai itu diambil dari mereka, dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa” (Mat. 9:15b). Yesus mengatakan hal itu ketika Ia menjawab pertanyaan murid-murid Yohanes mengapa para murid Yesus tidak berpuasa sementara mereka dan orang-orang Farisi berpuasa. Kata “mempelai” yang dimaksud dalam jawaban Yesus adalah diri-Nya sendiri. Kini Yesus sebagai mempelai sudah diambil dari tengah-tengah kita maka mestinya kita juga berpuasa.

Peraturan tentang pantang dan puasa bagi umat Kristiani, boleh dikata sangat ringan bila dibandingkan dengan peraturan yang ada di agama-agama lain. Kita hanya diwajibkan untuk berpuasa pada hari Rabu Abu dan Jum’at Agung. Pada hari Jum’at selama masa Prapaskah kita hanya diminta untuk berpantang. Puasa
orang Katolik terlihat enteng, makan kenyang satu kali sehari dan berpantang apa yang paling disukai: daging, rokok, kopi, jajan, dan lain-lain. Sepanjang hari masih boleh makan kecil dan minum, hanya tetap menghindari apa yang menjadi pilihan pantang kita. Mudah sekali bukan? Apakah berpuasa cukup hanya sebatas perkara makan dan minum?

Gereja tidak ingin membebani umatnya dengan mewajibkan puasa – makan kenyang satu kali dalam sehari. Tapi bagi umat yang mau melakukannya lebih dari itu, misalnya setiap hari Jum’at, tidak dilarang. Dengan memberi peraturan yang relatif ringan ini, Gereja tidak mau memberi penekanan pada puasa badaniah belaka. Yang mau ditekankan oleh Gereja adalah undangan untuk kembali kepada Tuhan dengan meninggalkan dosa-dosa kita dan membangun relasi yang lebih baik dengan Tuhan, sesama dan alam ciptaan.

Nabi Yesaya dalam bacaan pertama (Yes. 58: 1-9a) mengkritik orang-orang yang berpuasa secara badaniah – tidak makan dan minum, tapi mereka tidak hidup benar di hadapan Allah dan sesama. “Sesungguhnya, pada hari puasamu engkau masih sibuk dengan urusanmu, dan kamu menindas semua buruhmu. Sesungguhnya, kamu berpuasa sambil berbantah dan berkelahi serta meninju dengan sewenang-wenang. Dengan caramu berpuasa seperti sekarang ini suaramu tidak akan didengar di tempat tinggi” (ayat 3-4).

Kemudian ia menyampaikan sabda Allah yang menunjukkan kepada mereka cara berpuasa yang benar, “Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri!” (ayat 6-7).

Terinspirasi oleh sabda Tuhan yang disampaikan Nabi Yesaya itu, kita didorong untuk menghidupi masa pantang dan puasa ini dengan memperbaiki relasi kita dengan Tuhan, sesama dan alam ciptaan lainnya. Kita perlu memberikan waktu lebih banyak untuk berdoa dan merenungkan sabda Tuhan supaya kita semakin
mengenal kehendak-Nya melalui firman yang kita renungkan. Dalam doa kita mohon bantuan Tuhan supaya dari waktu ke waktu hidup kita semakin sempurna seperti yang diminta Yesus bagi para murid-Nya, “Karena itu, haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di surga sempurna” (Mat. 5:48). Dalam relasi dengan sesama, kita diundang untuk menghargai hak-hak orang lain terutama mereka yang miskin dan menderita. Kita wajib memberikan apa yang menjadi hak mereka. Kita juga diundang untuk berbagi dengan
mereka yang berkurangan.

Hasil penghematan dari puasa dan pantang kita bukan kita tabung untuk kepentingan diri kita sendiri melainkan kita berikan kepada mereka yang membutuhkan. Akhirnya kita juga diundang untuk memperbaiki relasi kita dengan alam ciptaan. Hal-hal sederhana bisa kita lakukan: menanam tanaman di sekitar kita, memilah-milah sampah dan membuangnya pada tempatnya. Dengan melakukan semua itu puasa dan
pantang kita lebih berkenan kepada Allah dari pada sekadar puasa badaniah atau yang bersifat lahiriah (bandingkan https://karyakepausanindonesia.org).

Missio: Mari kita berpuasa dan berpantang dengan kerendahan hati, tidak perlu pamer diri, tetapi fokus mencari terang Tuhan yang akan mengusir kegelapan. Saat inilah waktunya kita kembali mendekat kepada Tuhan, dengan penuh penyesalan dan pertobatan sejati mau datang mengakui kedosaan kita.

Doa:
Allah, Bapa kami, kepada-Mu kupersembahkan hari ini. Kuhunjukkan semua doa, pikiran, perkataan, tindakan maupun suka-dukaku hari ini dalam kesatuan dengan Putra-Mu Yesus Kristus, yang senantiasa mempersembahkan Diri-Nya bagi keselamatan dunia. Kiranya Roh Kudus, yang menjiwai Yesus, juga menjadi
Pembimbing dan Kekuatanku hari ini sehingga aku siap sedia menjadi saksi Kasih-Mu.

Sahabatku yang terkasih, Selamat Hari Jumat sesudah Rabu Abu, hari ketiga Masa Prapaskah. Selamat memulai Jalan Salib Tuhan. Salam doa dan berkatku untukmu dan keluarga di mana saja berada: Bapa dan Putera dan Roh Kudus...Amin.(*)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved