Opini

Opini: Kisruh Pagar Laut dan Pariwisata Pesisir di NTT

Pengelolaan ruang laut yang tidak tepat dapat berdampak buruk bagi masyarakat lokal dan kelestarian lingkungan.

Editor: Dion DB Putra
KOMPAS.COM
PAGAR LAUT - TNI Angkatan Laut membongkar pagar laut yang terbentang di perairan Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang, Banten, Sabtu 18 Januari 2025. 

Oleh: Petrus Kanisius Siga Tage
Pengajar pada Prodi Ners Universitas Citra Bangsa, Kupang

POS-KUPANG.COM- Kasus pagar laut ilegal yang membentang di pesisir Jawa, mulai dari Tangerang, Jakarta, Bekasi, hingga Sidoarjo, tengah menjadi sorotan publik. 

Pagar yang dipasang tanpa izin ini mencerminkan fenomena privatisasi ruang pesisir yang semakin mengkhawatirkan.

Pihak swasta yang mengklaim hak atas ruang laut ini jelas melanggar hukum, membatasi akses publik, dan menimbulkan pertanyaan besar tentang pengelolaan ruang pesisir yang seharusnya menjadi milik bersama.

Kasus ini penting untuk dipelajari, terutama bagi daerah seperti Nusa Tenggara Timur (NTT) yang sedang mengembangkan sektor pariwisata kawasan pesisir. 

Pengelolaan ruang laut yang tidak tepat dapat berdampak buruk bagi masyarakat lokal dan kelestarian lingkungan.

Privatisasi Laut dan Masyarakat Lokal

Privatisasi ruang pesisir berpotensi menghilangkan hak masyarakat lokal untuk mengakses dan memanfaatkan laut sebagai sumber kehidupan mereka. 

Petrus Kanisius Siga Tage
Petrus Kanisius Siga Tage (DOK PRIBADI)

Sebagai contoh, di Nihiwatu, Sumba, pengelola sebuah hotel bintang lima melarang warga lokal berselancar di sekitar kawasan hotel. 

Pihak hotel mengklaim memiliki hak eksklusif atas aktivitas di laut tersebut, meskipun selama ini masyarakat setempat telah memanfaatkannya. Fenomena ini berisiko menciptakan ketimpangan sosial yang serius. 

Masyarakat lokal yang seharusnya bisa merasakan manfaat dari alam sekitar justru kehilangan hak untuk mengakses dan menggunakannya.

Laut dan pesisir adalah sumber daya alam vital bagi banyak orang, baik sebagai nelayan maupun pekerja di sektor pariwisata. 

Ketika akses mereka dibatasi, hal ini tidak hanya merugikan ekonomi lokal, tetapi juga memperburuk kesenjangan sosial.

Di NTT, yang dikenal dengan keindahan alam pesisirnya, potensi masalah serupa bisa muncul jika pengelolaan pariwisata pesisir tidak diatur dengan hati-hati.

Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan pihak terkait untuk memastikan bahwa masyarakat lokal tetap terlibat, dan pembangunan tidak merugikan hak mereka.

Pentingnya Regulasi yang Tegas

Kasus pagar laut ilegal ini mengingatkan kita akan pentingnya regulasi yang jelas dalam pengelolaan ruang pesisir. Pemasangan pagar oleh pihak swasta tanpa izin merupakan pelanggaran hukum.

Di Indonesia, Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atau Sertifikat Hak Milik (SHM) tidak berlaku untuk lahan laut, karena statusnya adalah ruang publik. 

Ini menunjukkan betapa pentingnya pengawasan terhadap proyek-proyek yang melibatkan pengelolaan pesisir dan laut.

Pemerintah daerah telah mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur pengelolaan pesisir dan laut. 

Perda ini bertujuan untuk melindungi hak masyarakat dalam mengakses laut serta mencegah privatisasi ruang pesisir oleh pihak swasta.

Regulasi ini juga mengharuskan setiap proyek pembangunan di pesisir untuk memiliki izin resmi dan memenuhi persyaratan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

Dengan adanya Perda yang kuat dan penerapan hukum yang tegas, diharapkan pengelolaan pesisir dapat berjalan secara adil dan berkelanjutan.

Pelajaran yang bisa dipetik adalah bahwa semua proyek yang melibatkan ruang pesisir harus memenuhi standar hukum yang berlaku dan melalui proses perizinan yang sah. 

Di NTT, yang memiliki pesisir dengan potensi besar untuk pariwisata, pengelolaan yang tepat dan regulasi yang jelas sangat diperlukan.

Setiap pengembangan pariwisata pesisir harus melalui kajian dampak lingkungan (AMDAL) yang cermat agar tidak merusak ekosistem laut yang menjadi daya tarik utama.

Pariwisata Berbasis Masyarakat

Salah satu pelajaran penting dari kasus ini adalah pentingnya pemberdayaan masyarakat lokal dalam sektor pariwisata. 

Meskipun sektor pariwisata di NTT berkembang pesat, masyarakat lokal sering kali hanya menjadi pekerja dengan upah rendah, sementara keuntungan dari pariwisata mengalir ke tangan investor besar. Oleh karena itu, model pariwisata berbasis masyarakat harus menjadi prioritas.

Dalam model ini, masyarakat lokal berperan aktif dalam pengelolaan destinasi wisata.

Mereka dapat menjadi pengelola homestay, pemandu wisata, atau penyedia layanan local lainnya. Dengan begitu, mereka akan mendapatkan bagian yang adil dari hasil pariwisata, sambil berperan menjaga kelestarian alam mereka.

Pemerintah daerah juga perlu memastikan bahwa proyek pariwisata tidak menghalangi hak akses masyarakat terhadap pesisir atau laut. 

Nelayan harus tetap bisa mencari ikan, dan wisatawan lokal harus tetap dapat menikmati keindahan alam tanpa hambatan.

Akses yang adil dan partisipasi aktif masyarakat dalam pengelolaan destinasi wisata akan membantu memastikan bahwa pariwisata pesisir berkembang secara berkelanjutan dan memberikan manfaat bagi semua pihak.

Menjaga Kelestarian Alam

Tidak kalah pentingnya adalah menjaga kelestarian alam. Ekosistem laut yang sehat adalah daya tarik utama bagi wisatawan. 

Jika ekosistem tersebut rusak akibat pembangunan yang tidak terkontrol, pariwisata itu sendiri akan merugi dalam jangka panjang.

Oleh karena itu, setiap proyek pariwisata pesisir di NTT harus memperhatikan keberlanjutan alam dengan pengawasan yang ketat dan kebijakan yang berbasis pada konservasi.

Pengelolaan yang berbasis keberlanjutan akan membantu menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan.

Pengawasan yang tegas terhadap AMDAL adalah langkah penting untuk memastikan bahwa pembangunan tidak merusak ekosistem laut dan pesisir.
Kasus pagar laut ilegal memberikan pelajaran berharga bagi pengelolaan pariwisata pesisir di NTT. 

Privatisasi ruang publik yang membatasi akses masyarakat lokal terhadap laut dan pantai berisiko memperburuk ketimpangan sosial dan merusak kelestarian alam. 

Oleh karena itu, pengelolaan pariwisata pesisir di NTT harus memperhatikan prinsip keadilan sosial, kepatuhan terhadap hukum, dan keberlanjutan.

Masyarakat lokal harus diberdayakan dalam perencanaan dan pengelolaan pariwisata agar mereka dapat menikmati manfaat ekonomi yang adil dan berperan aktif dalam menjaga lingkungan mereka.

Dengan pendekatan yang berkelanjutan, NTT dapat mengembangkan pariwisata pesisir yang menguntungkan secara ekonomi, memberikan kesejahteraan bagi masyarakat lokal, dan melindungi keindahan alam yang menjadi daya tarik utama. (*)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved