Opini
Opini: Urgensi Uji Kompetensi Guru
Selain itu, uji komptensi juga diberlakukan bagi jabatan lain yang pindah atau beralih ke jabatan fungsional guru.
Oleh: Thomas A. Sogen
Mantan Pengawas SMP di Kabupaten Kupang
POS-KUPANG.COM - Peraturan terbaru jabatan fungsional (jabfung) tertentu termasuk guru adalah adanya kewajiban mengikuti uji kompetensi (Ukom) jika hendak berniat mengusulkan kenaikan jabatan.
Dalam jabfung guru ahli pertama, golongan III/b ke guru ahli muda, golongan III/c.
Begitu pula dengan guru ahli muda, golongan III/d ke guru ahli madya, golongan IV/a. Dan terakhir adalah guru ahli madya, golongan IV/c ke guru ahli utama, golongan IV/d.
Namun yang disebut terakhir ini sangat jarang bahkan tidak pernah diraih oleh para guru kita. Sulit, katanya.
Selain itu, uji komptensi juga diberlakukan bagi jabatan lain yang pindah atau beralih ke jabatan fungsional guru.
Tujuannya jelas yakni agar para guru dapat mencapai standar kualitas dalam menjalankan tugas atau pekerjaan nyata di tempat tugasnya di sekolah umumnya dan di kelas khususnya.
Dari sana akan diketahui dengan pasti apakah sang guru layak dalam jabatannya yang baru atau tidak.
Karena seperti diketahui, masing-masing jabatan guru sesuai dengan peraturan yang berlaku saat ini memiliki tugas pokok dan fungsi berbeda-beda.
Semakin tinggi jabatan guru yang didudukinya maka akan semakin tinggi pula tuntutan kompetensi yang harus ia penuhi.
Satu contoh yang pernah diberlakukan adalah jika jabatan guru makin tinggi ia dituntut harus melaksanakan yang namanya publikasi ilmiah.
Ia dituntut harus dapat melakukan penelitian dan memublikasikannya di media entah koran atau majalah dan bahkan jurnal ilmiah. Yang terakhir ini khusus bagi guru ahli madya, golongan IV.
Dewasa ini, bahkan sejak dua tahun terakhir tuntutan melaksanakan publikasi ilmiah sudah dianulir dengan terbitnya Peraturan Menteri Pendayaangunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI Nomor 1 Tahun 2023.
Khusus bagi jabfung guru, salah satu pertanyaan yang muncul adalah, “Apa urgensi ukom tersebut jika masih terus diberlakukan?”
Pertanyaan lebih jauh dari itu adalah, “Adakah dampak yang lebih jauh jika sang guru tidak mengikuti ukom?” Atau yang lebih fatal adalah yang bersangkutan mengikuti ukom namun ternyata tidak lulus?
Apakah ia masih bisa menikmati kenaikan pangkat/golongan meskipun jabatan fungsional gurunya tidak mengalami kenaikan? Karena, misalnya, angka kredit capaiannya memenuhi syarat?
Karena toh di lapangan, para guru kita melaksanakan tugas keguruannya secara standar saja.
Misalnya dari menyusun perencanaan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran di kelas, melakukan asesmen atau penilaian, lalu melakukan remidial dan pengayaan atas hasil asesmen tersebut.
Setinggi apapun jabfung sang guru, tugas yang sama saja yang dilakukannya. Berbeda dengan peraturan sebelumnya yang mewajibkan guru untuk melakukan publikasi ilmiah.
Kewajiban tersebut saat ini sudah dianulir sehingga tak ada lebih beban kerja yang lebih dalam setiap jabfung tersebut.
Pertanyaan berikut yang juga tak kalahurgennya adalah sejauh mana dampak sebut saja secara ekonomis atas kenaikan jabatan guru tersebut. Sebut saja besaran tunjangan jabatan guru tersebut.
Karena selama ini dan bahkan sampai dengan saat ini pola pemberian tunjangan jabatan guru berdasarkan golongan. Golongan III sebesar Rp 327.000,00 dan golongan IV sebesar Rp 389.000,00.
Sudah tidak ada lagi guru golongan II. Dengan begitu berarti tunjangan jabatan fungsional guru bukan berdasarkan jabatan fungsional yang dimilikinya namun hanya berdasarkan golongan semata. Berbeda dengan jabatan fungsional di bidang lainnya.
Sebuah contoh sebagai pembanding adalah jabfung perawat di bidang kesehatan. Di sana mereka diberikan tunjangan berdasarkan jabatan fungsionalnya, bukan golongan.
Perawat ahli pertama diberi tunjangan sebesar Rp 300.000,00, perawat ahli muda Rp 600.000,00 dan perawat ahli madya sebesar Rp 850.000,00. Bukankah ini sebuah diskriminasi?
Dari gambaran ini jelas terbaca secara gamblang bahwa tidak ada dampak apa-apa atas kenaikan jabatan fungsional seorang guru, minimal secara ekonomis.
Karena itu, sangatlah tidak urgen dan bahkan sangat tidak adil juga diberlakukannya ukom pada jabatan fungsional guru.
Untuk apa jabatannya kian tinggi dengan beban pekerjaan yang tidak berbeda? Dan apalagi tidak ada efeknya terhadap tunjangan fungsional jabatan tersebut? (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.