Opini

Opini: Indonesia Gelap, Makna Lukisan Garuda Berisi Tikus Putih

Bagaimana dengan pelukis? Pelukis sama sekali tidak bertanggung jawab untuk memberi definisi terhadap lukisan hasil karyanya. 

Editor: Dion DB Putra
BANJARMASIN POST
TIKUS DALAM GARUDA - Seorang pengunjung mengamati lukisan Tikus dalam Garuda karya Rokhyat, yang dipamerkan di Badri Gallery, Banjarmasin pada pertengahan Februari 2025. 

Oleh: John Mai
Mahasiswa Magister Filsafat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

POS-KUPANG.COM - Lukisan burung Garuda berisi tikus, karya Rokhyat, berusia 60 tahun dan berasal dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan, belakangan ini viral di dunia maya Indonesia. 

Karya yang penuh makna ini dipamerkan di Badrigallery Banjarmasin sampai 18 Maret 2025. 

Berbagai macam tanggapan baik positif maupun negatif. Kedua kelompok yang menanggapi hal ini sama-sama mengakui diri sebagai ‘pembela’ lambang negara. 

Kelompok yang menolak merasa bahwa lukisan ini adalah sebuah penghinaan terhadap lambang negara. Mereka melihat lukisan ini secara empiris. 

Kelompok mayoritas memuji pembuat lukisan ini karena mereka beralasan bahwa lukisan ini merupakan bentuk kritik terhadap kenyataan yang tengah menimpa bumi pertiwi. 

Bagaimana dengan pelukis? Pelukis sama sekali tidak bertanggung jawab untuk memberi definisi terhadap lukisan hasil karyanya. 

Lukisan ketika sudah dipublikasikan, ia adalah teks umum yang boleh ditafsirkan dengan cara berbeda oleh penikmatnya. 

Mungkin ada motivasi dibalik lukisan yang menjadi alasan mengapa ia melukiskannya. Hanya pelukis sendiri yang tahu motif apa yang ada di balik lukisannya.

Publik memiliki hak yang sama untuk menafsir maknanya baik secara empiris maupun metafisis. Mengapa ada orang yang merasa pelukis ‘melecehkan’ lambang negara? 

Mengapa tidak sedikit yang mendukung dan membenarkan lukisan itu? Apa makna burung Garuda? Mengapa harus berisikan tikus saat ini?

Makna Lambang Garuda

Garuda Pancasila merupakan lambang negara Indonesia. Lambang ini dirancang oleh Sultan Hamid II dari Pontianak, yang kemudian disempurnakan oleh Presiden Soekarno. 

Garuda merupakan burung dalam mitologi Hindu, sedangkan Pancasila merupakan dasar filosofi negara Indonesia. Garuda Pancasila terdiri atas tiga komponen utama, yakni Burung Garuda, perisai,dan pita putih. 

Burung Garuda merupakan burung mistis yang berasal dari Mitologi Hindu yang berasal dari India dan berkembang di wilayah Indonesia sejak abad ke-6. 

Burung Garuda itu melambangkan kekuatan, sementara warna emas pada burung garuda itu melambangkan kemegahan atau kejayaan. Warna merah-putih melambangkan warna bendera nasional Indonesia. 

Merah berarti berani dan putih berarti suci. Garis hitam tebal yang melintang di dalam perisai melambangkan wilayah Indonesia yang dilintasi Garis Khatulistiwa. 

Pada burung garuda itu, jumlah bulu pada setiap sayap berjumlah 17, kemudian bulu ekor berjumlah 8, bulu pada pangkal ekor atau di bawah perisai 19, dan bulu leher berjumlah 45. 

Jumlah  bulu tersebut jika digabungkan menjadi 17-8-1945 yang merupakan tanggal di mana kemerdekaan Indonesia diproklamasikan. Mengapa lambang penuh makna ini kemudian dijadikan karya seni yang diperdebatkan?

Seni dan Manusia

Seni tidak pernah terlepas dari peradaban manusia. Seni adalah ekpresi jiwa. Perkembangan seni modern tidak terlepas pada sejarahnya yang muncul paling signifikan pada zaman renaissance. 

Pada masa ini, seni menjadi bagian dari pengungkapan diri manusia dalam relasinya dengan berbagai aspek kehidupan seperti hubungannya dengan yang Ilahi, sesama dan alam ciptaan lainnya. 

Lukisan-lukisan dan karya seni pada zaman ini mengungkapkan seni tidak hanya sekadar dilihat secara empiris untuk menemukan maknanya, tetapi lebih jauh melalui kacamata metafisis dan filosofis. Seni menjadi lensa untuk melihat realitas hidup manusia. Seni mengungkapkan essensi manusia (Antonhy Pinn, 2021:392-4). 

Pada mulanya, seni dipahami sebagai sumber kenikmatan manusia dan kebahagiaan. 

Pada perkembangan selanjutnya, seni dilihat sebagai sebuah keindahan yang dinikmati oleh manusia. Kedua pandangan ini kemudian dikritik karena seni tidak sebatas sebagai sumber kenikmatan dan kebahagian tetapi dia memiliki nilai lebih. 

Seni sama sekali tidak terbatas sekadar keindahan sebab keindahan adalah konsep yang terbatas karena setiap pribadi dan budaya memiliki konsep tersendiri tentang keindahan. 

Perdebatan pengertian seni yang tanpa akhir menggambarkan bahwa seni bukan sekadar karya biasa.

Menurut Arthur Danto seorang filsuf seni, yang disebut seni harus memenuhi beberapa kriteria berikut ini; ia memiliki subjek (ii) yang memproyeksikan beberapa sikap atau sudut pandang (memiliki gaya) (iii) melalui elipsis retoris (biasanya metaforis) yang ellipsis melibatkan partisipasi audiens dalam mengisi apa yang hilang, dan (iv) di mana karya yang dimaksud dan interpretasinya membutuhkan konteks sejarah seni (Danto, Carroll: 1964).

Selain Danto, seorang pemikir seni berpengaruh lainya, George Dickie mendefinisikan seni dalam lima poin penting yaitu; (1) Seniman adalah orang yang berpartisipasi dengan pengertian dalam pembuatan karya seni. 

(2) Karya seni adalah artefak dari jenis yang diciptakan untuk disajikan kepada publik dunia seni. (3) Publik adalah sekumpulan orang yang anggotanya dipersiapkan dalam tingkat tertentu untuk memahami objek yang disajikan kepada mereka. 

(4) Dunia seni adalah totalitas dari semua sistem dunia seni. (5) Sistem dunia seni adalah kerangka kerja untuk presentasi karya seni oleh seorang seniman kepada public dunia seni (Dickie 1984).

Garuda Bertikus: Indonesia Gelap

Berdasarkan sejarah seni dan pengertian seni di atas, maka kita dapat melihat makna dibalik lukisan burung Garuda berisi tikus putih yang belakangan ini viral. 

Lukisan Burung Garuda berisi tikus adalah sebuah karya seni karena dihasilkan oleh seorang seniman. 

Dia termasuk seni karena lukisan itu disajikan kepada publik. Karya seni sebagai karya metaforis, oleh karena itu tidak dapat ditafsir secara denotatif. 

Dengan demikian, jelas bahwa tuduhan terhadapan seniman sebagai seorang yang ‘melecehkan’ lambang negara menjadi tidak valid.

Tafsir jenis ini adalah tafsiran denotatif yang melenceng dari makna dari seni itu sendiri.

Orang-orang yang menafsirkan lukisan viral dengan cara denotatif pada umumnya mereka yang berpendidikan yang mengetahui makna seni yang sesungguhnya tetapi sengaja mengalihkan isu. 

Mereka meyadari betul bahwa apa yang dilukiskan oleh pelukis adalah bentuk ‘sindiran kepada mereka.

Salah satu ciri dari seni adalah cara tafsirnya harus berdasarkan sejarah dan konteks karya seni itu dibuat. Pelukis yang melukiskan burung garuda berisi tikus adalah seorang yang tahu betul situasi Indonesia saat ini. 

Indonesia tidak baik-baik saja. Indonesia saat ini gelap. Ketidakbaikan dan kegelapan dialami oleh bangsa kita, pada umumnya berasal dari ‘tikus’ yang bersembunyi di balik lambang kebanggan negara tercinta, burung Garuda

Para penikmat seni yang mengetahui dan juga mengalami langsung konteks Indonesia akan setuju bahwa lukisan itu adalah bentuk kritik kepada para penguasa yang korup dan haus akan kekuasaan. 

Lukisan itu sama artinya denga demo-demo mahasiswa. Lukisan ini sama artinya dengan suara-suara para akademisi dan para peduli bangsa yang tanpa henti mengeritik para penguasa yang lalim.

Rokhyat, dalam karyanya ini menyampaikan pesan tentang realitas yang tengah dihadapi oleh Indonesia saat ini.

Garuda, sebagai lambang negara Indonesia yang sering dianggap sebagai simbol kebanggaan, kekuatan dan kekayaan disandingkan dengan tikus yang selalu dimetaforiskan secara negatif. 

Indonesia yang adalah bangsa yang besar, kaya, dan harmoni dan yang selalu dibanggakan, kini menjadi tempat bersarangnya ‘tikus-tikus’.

Suara Rokhyat adalah suara seluruh warga negara Indonesia. Bangkitlah Garudaku. Jangan biarkan tikus bersarang dalam kemegahanmu. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved