Opini
Opini: Janus dan Jukstaposisi
Kita tidak dapat mengikuti secara detail kehidupan Pannonius di Italia, selain melalui deduksi atas sejumlah informasi dalam epigram-epigramnya.
Étienne Wolff (2021), penerjemah karya-karya Janus Pannonius ke bahasa Prancis, menggunakan bahan-bahan dari Teleki dan Mayer sebagai sumber utama terjemahannya. Biografi singkat hidup dan naskah Janus Pannonius dalam tulisan ini pun disarikan dari edisi Wolff (2021) dan Mayer (2006).
Di Indonesia, terjemahan epigram-epigram Janus Pannonius diperkenalkan oleh Zaim Rofiqi, melalui berbagai publikasi.
Terjemahan Zaim atas karya-karya Janus terbit dalam buku Epigram-Epigram Janus Pannonius (Omahsore, 2010), serta dipublikasi juga di jurnal rumahlebah ruangpuisi edisi 03/2012.
Koleksi Epigram-Epigram Janus Pannonius, menurut pengakuan langsung penerjemahnya, dicetak terbatas. Salah satu cara mengaksesnya adalah dengan mengunjungi perpustakaan atau pihak yang masih menyimpannya, misalnya Perpustakaan Kedutaan Besar Hungaria di Jakarta.
Terjemahan-terjemahan Zaim Rofiqi kemungkinan dikerjakan dari bahasa Inggris, mengingat sumber salah satu penggalan epigram Janus Pannonius yang dirujuk tulisannya di Majalah Tempo, 14 Maret 2010, publikasi lain yang memperkenalkan karya Janus ke bahasa Indonesia, adalah buku versi Inggris epigram-epigram Janus Pannonius berjudul The Epigrams terbitan Kner Printing House, 1985.
Selain terjemahan-terjemahan tersebut, pada 24 Mei 2023, bacapetra.co menerbitkan terjemahan sejumlah epigram Janus Pannonius yang saya kerjakan dari bahasa Latin (dengan tautan https://www.bacapetra.co/epigram-epigram-janus-pannonius/).
Sebagaimana epigram-epigram Martialis, epigrammatis favoritnya, epigram-epigram Janus Pannonius berkisah tentang hal-hal yang tidak tercakup dalam puisi-puisi epik Romawi. Misalnya epigram yang dikutip sebagai pembuka tulisan ini (Mayer, 69; Teleki, 152). Berdasarkan versi Latinnya, epigram tersebut bisa diterjemahkan seperti ini.
Roma telah bangkit dari reruntuhan Frigia,
Sebagaimana burung Febus hidup kembali dari kematiannya:
Karena sesaat setelah usia terlampau tua menghancurkan tubuh lelahnya,
Ia justru bangkit dari sisa-sisa abu tubuhnya.
Meski demikian, tanah Ilium berakhir lebih baik dari Fenisia:
Reruntuhan ini telah melahirkan yang lebih besar,
reruntuhan itu melahirkan yang setara.
Epigram tersebut merujuk pada kisah burung feniks, sebagaimana dikisahkan Ovidius dalam Metamorphoses (salah satu bagian puisi heksameter ini pernah saya bahas dalam esai saya berjudul “Phaeton, Alma Tellus dan Bencana,” Pos Kupang, 28 April 2021;
Salah satu karya Ovidius pernah saya bahas dalam esai saya, “Ovidius dan Kosmetik”, Pos Kupang, 26 Maret 2024), dan Lactantius dalam De Ave Phoenice (esai saya tentang puisi ini pernah terbit di Pos Kupang, 20 November 2020, dengan judul “Seekor Feniks Terbang Sendirian”), serta pengembaraan Aeneas dan pasukannya meninggalkan Troia atau Ilium yang luluh lantak akibat perang untuk menemukan tanah air baru seperti terekam dalam epic Aeneis karya Vergilius.
Meski demikian, jika dicermati, jukstaposisi dan perbandingan pada baris-barisnya juga merujuk kepada bangsa Romawi dan Karthago, sebagai keturunan langsung dari orang-orang Troia dan Tirus, kota metropolitan bangsa Fenisia (bagian awal epik ini sempat saya bahas dalam esai saya, terutama pertemuan antara Aeneas, pendiri bangsa Romawi, dengan Dido, ratu Karthago, dalam “Tragedi Dido”, Pos Kupang, 27 Juli 2021).
Versi Latin epigram, sebagaimana saya sertakan sebagai pembuka tulisan, dikerjakan dalam metrum kuplet elegi.
Epigram yang sama telah diterjemahkan Zaim Rofiqi dalam rumahlebah ruangpuisi 03/2012, seperti ini:
Roma bangkit dari reruntuhan Troya
Seperti burung Phoebus bangkit setelah kematiannya.
Saat letihnya berakhir bersama tahun-tahun yang begitu panjang
Ia lahir kembali dari bentuk matinya.
Tapi tanah Ilium lebih besar ketimbang Phoenix;
abunya melahirkan makhluk yang lebih unggul; tanah Phoeniks yang setara.
Karena diperantarai bahasa kedua, risiko hilangnya ketepatan pemaknaan menjadi semakin besar dalam terjemahan Zaim.
Dalam terjemahan tersebut, hal paling jelas tampak adalah hilangnya jukstaposisi di pentameter terakhir, atau baris terakhir: “maiorem cinis hic reddidit, ille parem”.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.