Opini

Opini - Kurikulum Pendidikan Indonesia Berpihak pada Isu Lingkungan?

Hal lain yang menarik dalam pendidikan perubahan iklim ini adalah pendekatan yang dilakukan dalam pembelajaran.

Editor: Alfons Nedabang
POS-KUPANG.COM/HO
PENULIS OPINI - Dosen Universitas Timor (Unimor), Lidwina Felisima Tae. 

Perubahan iklim menjadi salah satu isu prioritas yang diintegrasikan dalam kurikulum pendidikan dan menjadi salah satu tema Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5).

Pemerintah secara jelas mengatur hal ini dan sebagai bukti konkrit, pemerintah juga telah mengeluarkan buku panduan khusus bagi pendidik, sekolah hingga masyarakat umum mengenai pendidikan perubahan iklim.

Dalam buku panduan ini, telah dipaparkan dan diatur dengan jelas mengenai bagaimana mekanisme pendidikan perubahan iklim dilaksanakan, tidak hanya melalui pembelajaran intrakurikuler, melainkan juga pada pembelajaran kokurikuler dan kegiatan ekstrakurikuler. 

Pemerintah mendorong sekolah untuk menerapkan program-program P5 yang relevan dengan karakteristik sekolah dan sesuai dengan keadaan sekitar.

Misalnya, jika sekolah terletak di daerah dekat pantai, maka siswa diajak untuk menggali permasalahan-permasalahan yang sering dialami masyarakat di sekitar pesisir pantai, serta solusi praktis yang dapat dilakukan bersama-sama warga sekolah yang lain.

Melihat hal ini, tentu saja kita bisa melihat bahwa pendidikan perubahan iklim dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran siswa mengenai kondisi lingkungan dengan berbagai masalahnya, serta turut aktif dalam memikirkan solusi praktis melalui langkah-langkah kecil sekalipun. 

Tujuan akhir pendidikan perubahan iklim sangat jelas, yaitu menyiapkan generasi muda yang teredukasi mengenai masalah lingkungan serta berperan aktif dalam aksi adaptasi dan mitigasi lingkungan.

Dengan demikian, ultimate goal dari pendidikan perubahan iklim di Indonesia adalah menghasilkan generasi muda yang memiliki budaya ketahanan iklim yang kuat.

Penanaman budaya ini dilakukakan sejak jenjang PAUD dengan empat komponen kompetensi utama, yakni pengetahuan mengenai penyebab, dampak, hingga adaptasi dan mitigasi lingkungan.

Hal lain yang menarik dalam pendidikan perubahan iklim ini adalah mengenai pendekatan yang dilakukan dalam pembelajaran.

Alih-alih memasukkan topik perubahan iklim dalam mata pelajaran sains, pemerintah mendorong sekolah dan pendidik agar menggunakan pendekatan yang lebih holistik, dimana ada interdisiplin ilmu dalam mempelajari perubahan iklim, misalnya dikaji tidak hanya dari sudut pandang IPA, melainkan juga dari perspektif ilmu sosial hingga budaya.

Misalnya saja, mata pelajaran di SD tidak lagi memisahkan IPA dan IPS, melainkan digabung dalam satu mata pelajaran bernama Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial (IPAS) dimana perubahan iklim menjadi salah satu highlight dalam topik-topik pembelajaran.

Melalui metode ini, diharapkan siswa diajak untuk melihat gambaran besar masalah sosial lingkungan dengan mengkaji berbagai aspek kehidupan mereka agar relevansi dan keterhubungan kompleksitas kehidupan manusia bisa dikaji secara utuh. 

Masalah perubahan iklim secara global dan lokal tentu perlu mendapat perhatian dan dukungan masyarakat sehingga sudah tepat jika dimasukkan dalam sendi-sendi kurikulum Indonesia.

Di tengah gonjang-ganjing regulasi pemerintah yang terkesan belum pro isu lingkungan, kita mendapat secercah harapan dari perbaikan kurikulum di Indonesia dengan tujuan untuk menghasilkan generasi muda yang teredukasi mengenai isu lingkungan lokal dan global.

Harapannya, sekolah dan pendidik bisa berkomitmen untuk menerapkan kebijakan pendidikan ini dalam proses pembelajaran di sekolah. Semoga! (*)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM lain di GOOGLE NEWS

 

 

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved