Cerpen

Cerpen: Elegi Perawan Desa

Sambil tetap berbaring di atas rerumputan. Di bawah pohon mangga yang rindang, aku membawa pikiranku kembali padamu, "Damaris Kurniawan". 

Editor: Dion DB Putra
TRIBUNNEWS.COM
ILUSTRASI 

Oleh: Yanti Beke *

POS-KUPANG.COM - Mentari nakal mengganggu konsentrasiku saat sedang menikmati pemandangan indah. 

Seekor induk laba-laba sedang merajut jaring-jaring rumahnya. Seketika kualihkan pandanganku ke atas dan mengintip dari celah-celah dedaunan. 

Tampak sang mentari bersinar dengan garangnya seperti hendak menunjukkan bahwa ia begitu gagah perkasa.

Aku tersenyum namun dengan segera menutup mulutku karena takut dilihat orang dan dikatakan gila. 

Sambil tetap berbaring di atas rerumputan. Di bawah pohon mangga yang rindang, aku membawa pikiranku kembali padamu, "Damaris Kurniawan". 

Nama yang kupahat dan terukir indah dalam hatiku. Semua orang boleh bilang aku gila namun mereka tak tahu kisah kita sebenarnya. 

Kisah yang lebih indah dari epos Rama dan Shinta, adalah hanya milik kita. 

Sejak pertama bertemu, aku langsung kagum padamu. Penampilan menarik dan perhatianmu padaku kala itu memberi kesan bahwa kau ingin lebih mengenaliku akan tetapi sebagai gadis desa aku tak boleh langsung menanggapinya. Aku harus menjaga imageku juga.

Ketidakpedulianku saat itu tak jua menyurutkan niat sucimu. Walau aku sering menghindar namun kau selalu berusaha tampil mempesona di hadapanku, kurang lebih hampir seperti mentari di atas sana saat ini. Kau ingin terlihat gagah di mataku. 

Meski beberapa waktu kita sempat berpisah karena kamu harus bersekolah di kota namun tanpa lisan kamu selalu membuktikan niat baikmu dengan terus mengirimiku surat. 

Kamu masih sama, yakni tetap perhatian serta ingin diperhatikan olehku. 

Sejak kamu pergi rasa kesal dan benci yang dulu pernah timbul saat kamu secara terus-menerus ingin mendekatiku perlahan berubah menjadi rindu yang mendalam.

Namun lagi-lagi sebagai gadis desa malu rasanya untuk mengungkapkan isi hati ini. Aku takut dianggap sebagai gadis tak beradab. 

Meski semua suratmu tak pernah kubalas namun kau tetap menulis dan mengirimkan semua kisahmu padaku.

Sahabat karibku pernah bilang bahwa kamu itu seperti dokter yang selalu mengingatkan pasiennya untuk tertib minum obat.

Apa maksudnya, aku pun tak tahu. Mungkin karena di setiap suratmu kau selalu rajin menanyakan kabarku serta mengingatkanku untuk menjaga kesehatan.

Di antara kisah-kisah yang kau tulis dalam surat-suratmu itu, kau ceritakan bahwa kau sangat mengenal kakakku yang saat itu juga bersekolah di kota yang sama. 

Katamu kakakku cantik, hampir sama sepertiku. Namun aku masih lebih cantik, katamu. 

Dasar gombal. Aku selalu tersenyum setiap kali membaca surat-suratmu. Meski punya niat yang besar untuk membalasnya namun tak pernah kulakukan. 

Hanya saja aku selalu menghargai semua suratmu itu dengan menyimpannya rapih di dalam kotak sepatu yang kuminta dari sahabatku.

Terkadang aku bangga sebab banyak sahabatku yang tergila- gila padamu, termasuk sahabat karibku. Namun kau tak pernah mengalihkan pandanganmu sedikit pun kepada mereka. 

Setelah membaca surat darimu biasanya aku berdoa agar Tuhan selalu menjagamu untukku.

Tuhan sangat baik. Ia membantumu dalam menyelesaikan studimu dengan cepat. 3,5 tahun dengan IP tertinggi dan langsung ditawarkan pekerjaan oleh sebuah perusahan besar ternama di kota. 

Aku sangat bangga mendengarnya dan juga sangat bahagia karena aku orang pertama yang kau bagikan informasi berharga ini, tentunya setelah dua orang terdekatmu yakni ayah dan ibumu. 

Dalam suratmu juga kau berjanji untuk segera menemui aku dan kedua orang tuaku setelah kau mengurus beberapa dokumen penting. 

Sayangnya kenyataan tak selalu indah seperti impian. Kakakku hamil dan informasi yang menyebar di seluruh pelosok desa kita bahwa kamulah dalangnya. 

Aku kesal, marah, kecewa dan benci padamu. Tak kuberikan kesempatan sedikit pun untuk mendengar semua penjelasanmu dengan tak mau membaca satu pun surat darimu. 

Aku mengutuk semua doa yang pernah kulantunkan untuk kebersamaan kita. Sampai hari itu saat kau ingin segera pulang untuk menemuiku agar dapat menjelaskannya secara langsung. 

Hari di mana hujan lebat disertai petir mengguyur desa kita dari pagi hingga malam seakan hendak mewakili perasaanku. Aku kesal dan berharap agar berita itu tidak benar.

Penantianku tak kunjung usai. Engkau tak pernah kembali karena kapal yang kau tumpangi karam di lautan luas. 

Tiga bulan berlalu dengan cepat akan tetapi tak ada jua hasil pencarian. Kandungan kakakku terlihat semakin membesar.

Antara benci dan sedih, aku mengenangmu. Waktu berlalu dengan sangat cepat namun tak dapat mengikis duka di dada.

Di suatu sore aku menemani kakakku melatih buah hati kalian berjalan. Di sebuah belokan yang sepi kakakku tiba-tiba berlutut sembari memeluk kakiku dengan erat serta mengucapkan kata maaf dengan terisak-isak. 

Dengan segera aku terduduk ke tanah untuk mengangkat kakakku.  Kubilang padanya bahwa tidak perlu seperti itu sebab aku sudah memaafkannya sejak lama. 

Namun dengan menggeleng kakakku berkata, "Aku tak pantas mendapat kata maaf darimu. Aku jahat. Aku telah memfitnah Aris. Sejujurnya Aris bukanlah ayah dari anakku." 

"Aku asal menyebut namanya saat itu karena aku bingung sebab pria yang menghamiliku sudah kabur dan aku tak tahu di mana keberadaannya." 

"Karena kebetulan Aris sering datang ke tempatku maka semua orang mempercayai kebohonganku."

Perasaanku berkecamuk antara percaya dan tidak. Ingin tak percaya namun kakakku tak mungkin bercanda. 

Hari ini genap tiga tahun kepergianmu. Aku ingin mengenangmu di sini. Di antara rerimbunan pepohonan  ini. Aku ingin membalas semua suratmu yang belum sempat kubalas. 

Aku pun ingin menulis tentangmu, tentang kita. Dan saat kutulis kisah ini, aku sedang merindukanmu dalam diam. 

"Orang gila... Orang gila..." Sekelompok anak kecil berteriak ke arahku sambil melempariku dengan batu.  (*)

*) Penulis adalah seorang guru di Aimere, Kabupaten Ngada - NTT

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved