NTT Terkini
Catatan Akademisi Lingkungan untuk Penanganan Erupsi Ile Lewotobi Laki-laki di Flotim
paling tidak ada upaya pemulihan kembali ekosistem yang ada atau ditetapkan menjadi hutan lindung.
Penulis: Irfan Hoi | Editor: Rosalina Woso
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Akademisi Lingkungan, Dr Hamzah Wulakada memberi sejumlah catatan untuk penanganan erupsi Ile Lewotobi Laki-laki di Kabupaten Flores Timur (Flotim), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Ancaman terbesar pada musim seperti ini adalah hujan abu dan erosi. Meski ada relokasi, namun penataan jangka panjang harus tetap menjadi pertimbangan utama.
"Termasuk jalur kebencanaan itu juga dilintasi jalan trans negara itu. Sehingga bukan saja masyarakat sekitar tapi pelaku perjalanan juga harus dipertimbangkan," kata Hamzah Wulakada, Kamis (23/1/2025) di ruang kerjanya.
Presidium MW KAHMI NTT itu berkata, relokasi yang dilakukan terutama pada titik-titik hunian tetap agar ikut menganalisis berbagai aspek termasuk ekologi dan budaya. Jangan sampai timbul persoalan baru pasca relokasi.
Baca juga: Kemenag NTT Minta Peserta PPPK Tahap I Cermati Pengisian Daftar Riwayat Hidup
Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), kata dia, belum memotret secara detail untuk kawasan rawan bencana. Hamzah Wulakada mendorong agar perencanaan tingkat Provinsi bisa mengakomodir itu.
Daerah rawan bencana yang ada, paling tidak ada upaya pemulihan kembali ekosistem yang ada atau ditetapkan menjadi hutan lindung. Dengan begitu makan tidak terjadi pembiaran.
"Saya kira pendekatan ini harus dilakukan secara terintegrasi dan terencana. Termasuk, mengkapling wilayah itu. Pintu masuknya adalah penyelarasan kembali ke tata ruang provinsi. Kalau masing-masing kabupaten, tidak punya keterkaitan kewenangan. Sementara urusan bencana dia tidak pilih administratif," ujarnya.
Pengajar FKIP Undana itu bilang, edukasi juga perlu dilakukan. Tidak saja untuk masyarakat tapi juga untuk pelaku perjalanan. Banyak teknologi yang bisa dimanfaatkan untuk melakukan sosialisasi dalam kerangka mitigasi.
Selain itu, kearifan lokal yang dimiliki masyarakat harus digunakan sebagai salah satu upaya edukasi. Perubahan suhu hingga pergeseran hewan secara kelompok dari pegunungan bisa menjadi sebuah alarm.
"Masyarakat lokal sudah bisa menandai. Indikasi ini kemungkinan bisa terjadi erupsi. Meski diragukan tapi konteks ini mesti dibangun dalam kearifan lokal sebagai pemahaman bersama untuk mitigasi dan antisipasi," katanya.
Dia meminta, jika masyarakat direlokasi maka aspek sosiolog dari masyarakat di tempat mereka sebelumnya harus tetap diakses.
Bila kawasan sebelumnya digunakan sebagai hutan lindung atau lainnya, paling tidak masyarakat tetap diberi ruang untuk bisa beraktivitas di tempat itu. Disamping tetap menerapkan standar aturan yang ada.
Wisata
Dr Hamzah Wulakada bahkan mendorong ada pembukaan kawasan itu sebagai lokasi wisata adventure. Sebab, banyak wisatawan yang memiliki ketertarikan pada model wisata seperti itu.
"Kawasan-kawasan itu bisa dijadikan destinasi wisata. Tetapi punya standar keamanan tinggi," kata dia.
Namun, hal itu sangat tergantung pada perencanaan tata ruang di daerah. Menurut dia, beberapa daerah di Indonesia telah, termasuk di NTT juga telah menetapkan beberapa kawasan dengan gunung aktif, sebagai lokasi wisata. (fan)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.