Opini
Opini: Antara Cinta dan Mahar dalam Budaya
Budaya positif memberi norma dan nilai untuk menghormati orang lain, hidup sopan dan bijak, menjaga kerukunan dan lain sebagainya.
Dalam kasus prajurit TNI yang bunuh diri, diduga tuntutan mahar sebesar 250 juta rupiah dari pihak perempuan menjadi beban yang tidak mampu ditanggungnya.
Tekanan ini tidak hanya bersifat finansial, tetapi juga emosional dan psikologis, menciptakan rasa putus asa yang mendalam.
Budaya yang mengedepankan nilai-nilai tradisional sering kali mengabaikan kebutuhan individu dan kesehatan mental.
Dalam hal ini, tradisi mahar dapat dilihat sebagai salah satu faktor yang merusak, karena ia menempatkan individu dalam posisi di mana mereka merasa terpaksa untuk memenuhi ekspektasi sosial yang tidak realistis.
Ketidakmampuan untuk memenuhi tuntutan ini dapat menyebabkan rasa malu, kegagalan, dan pada akhirnya, keputusan tragis seperti bunuh diri.
Budaya memiliki kekuatan untuk membentuk karakter individu, tetapi ketika norma-norma budaya menjadi terlalu kaku dan tidak fleksibel, mereka dapat menciptakan lingkungan yang berbahaya.
Dalam konteks ini, kita perlu mempertimbangkan bagaimana tradisi dapat diadaptasi untuk menciptakan ruang yang lebih humanis.
Tradisi seharusnya tidak menjadi beban, tetapi sebaliknya, harus mendukung individu dalam perjalanan hidup mereka.
Kita perlu mengakui bahwa setiap individu memiliki nilai dan martabat yang tidak dapat diukur dengan uang atau barang.
Ketika tradisi mahar menjadi ukuran keberhasilan atau nilai seseorang, berisiko mengabaikan aspek-aspek penting dari kemanusiaan, seperti cinta, pengertian, dan dukungan emosional.
Oleh karena itu, penting untuk melakukan refleksi kritis terhadap tradisi yang ada dan mempertimbangkan bagaimana kita dapat mengubahnya untuk menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan mendukung.
Dekonstruksi Budaya yang Lebih Humanis
Jacques Derrida, seorang filsuf Prancis, mengembangkan teori dekonstruksi yang menantang struktur dan norma yang ada dalam masyarakat.
Dalam konteks kasus bunuh diri ini, dekonstruksi dapat digunakan sebagai alat untuk mengevaluasi dan merombak budaya serta pemikiran yang ada tentang tradisi mahar.
Dengan mendekonstruksi makna dan nilai yang melekat pada tradisi mahar, kita dapat membuka ruang untuk pemahaman yang lebih dalam tentang hubungan manusia dan mengurangi tekanan yang dirasakan oleh individu.
Opini: Prada Lucky dan Tentang Degenerasi Moral Kolektif |
![]() |
---|
Opini: Drama BBM Sabu Raijua, Antrean Panjang Solusi Pendek |
![]() |
---|
Opini: Kala Hoaks Menodai Taman Eden, Antara Bahasa dan Pikiran |
![]() |
---|
Opini: Korupsi K3, Nyawa Pekerja Jadi Taruhan |
![]() |
---|
Opini: FAFO Parenting, Apakah Anak Dibiarkan Merasakan Akibatnya Sendiri? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.