Opini
Opini: Patrick Kluivert dan Ingus
Jawaban lebih karena ada kesamaan dari segi hubungan darah. Pemain seperti Van Bronckhorst yang ibunya berasal dari Maluku, Fransien Sapulette.
Oleh: Robert Bala
Diploma Resolusi Konflik Asia – Pasifik, Facultad Ciencia Política Universidad Complutense de Madrid Spanyol
(If I blow my nose, it gets written all over the world, Audrey Hepburn)
POS-KUPANG.COM - Saya beruntung. Saat Patrick Kluivert melewati masa emasnya berada bermain di FC Barcelona (1998-2004), saya ada di sana.
Bahkan mungkin karenanya, saya pun ikut menjadi fans Barcelona hingga kini dan barangkali sama seperti para fans lainnya bisa berkata: hasta que la muerte nos separe - sampai maut memisahkan kita.
Mengapa bisa seperti itu? Saat itu Barcelona dipenuhi pemain berdarah Belanda. Selain Kluivert, ada Cocu, Reiziger, Frank dan Roland de Boer, Van Bronckhorst. Pelatihnya juga Louis Van Gaal dan kemudian digantikan Rijkaard.
Tetapi kesamaan dengan pemain Belanda itu bukan karena bangsanya pernah jadi penjajah Indonesia.
Jawaban lebih karena ada kesamaan dari segi hubungan darah. Pemain seperti Van Bronckhorst yang ibunya berasal dari Maluku, Fransien Sapulette.
Patrick Kluivert memiliki darah Suriname yang tentu ada sangkut paut dengan darah orang Jawa di sana yang membuat secara fisik memiliki kedekatan dengan orang Indonesia.
Ada alasan lain yang kelihatan sederhana tetapi melakat cukup kuat dalam ingatan. Yang saya maksud, cara Kluivert mengeluarkan ingus saat berada lapangan hijau.
Ia lakukan sama seperti yang dilakukan oleh banyak orang Indonesia. Ia menutup satu lubang hidung lalu menarik napas dan mengeluarkan ingus di bagian lubang yang satunya.
Hal kecil inilah yang muncul secara tak diundang saat menyaksikan presentasi Patrick Kluivert sebagai pelatih di hadapan media massa Indonesia (12/1/2025).
Apakah cara mengeluarkan ingus bisa menjadi pintu masuk refleksi ini?
Hidung dan tenggorokan menghasilkan ingus setiap hari bahkan ketika sedang tidak sakit. Ingus punya fungsi menjaga hidung agar saluran sinus tetap basah demi mencegah iritasi.
Ingus juga berperan menjaga udara yang dihidup tetap hangat, melembabkan bagian dalam hidung, dan melindungi paru-paru.
Persoalannya terjadi ketika kuantitas ingus bertambah secara tidak proporsional yang menjadikannya hidung tersumbat. Di sini ingus perlu dibuang.
Di sini tertitip pesan filosofis di baliknya. Ketika persoalan ada dan mengganggu, tidak ada pilihan selain meluapkannya.
Lendir penghalang dikeluarkan demi memberi ruang gerak yang lebih baik yang diharapkan lebih menyehatkan tubuh.
Di sini, kita (seakan) dipaksakan untuk mengerti dan menerima bahwa pencopotan Shin Tae-yong sebagai pelatih adalah hal yang wajar.
Setelah pengamatan dan evaluasi yang tajam terpercaya, ditemukan kesimpulan bahwa ada penumpukkan lendir dan harus dikeluarkan.
Tetapi masyarakat Indonesia tentu punya logika yang tidak bisa dianggap sepele.
Dari rangkaian waktu, mereka juga tidak keliru ketika melihat bahwa persoalannya ada pada PSSI yang di depan publik kelihatan sok tahu persoalan bola.
Tetapi prestasi tidak bohong. Prognosis yang ditawarkan kelihatan berbeda dengan anamnesis persoalan. Jadinya tablet pun selain tidak tepat, ia juga mendatangkan persoalan baru.
Tercatat Dunia
Rasanya tak elok kalau kehadiran pelatih baru memperpanjang usaha mencari kambing hitam.
Sebaliknya kehadiran pria yang dikenal di Barcelona sebagai ‘la pantera’ (macan kumbang), mestinya menjadi momen pembehanan.
Pertama, mengambil keputusan yang di mata publik dianggap kontroversial perlu diapresiasi sebagai sebuah keberanian.
Lebih lagi karena keputusan itu disertai impian yang belum ada dalam sejarah negeri ini untuk menjadi peserta Piala Dunia.
Yang pasti, apa yang dilakukan, ibarat membuang ingus yang dicatat dunia, hal mana dikatakan Audrey Hepburn (1929-1993).
Bagi aktris, model, penari, dan pekerja kemanusiaan Inggris yang bekerja memperjuangkan hak anak melalui UNICEF di Etiopia mengatakan, keterlanjuran membuang ingus akan ditulis seluruh dunia.
Itu berarti mata dunia kini tertuju kepada Indonesia yang mendatangkan seorang ‘legend’ yang sekaligus membawa dalam dirinya bayang-bayang suram yang harus dibuktikan melalui kerja keras.
Kedua, hal kecil membuang ingus yang jadi inspirasi. Selain hal itu bersifat non-higienis, tetapi juga melawan etiket yang diyakini dunia. Hal itu bukan kebetulan.
Ia hadir di tengah kegalauan akan pelanggaran etik yang terjadi di tahun-tahun terakhir dan di awal tahun 2025 hadir sebagai sebuah penilaian yang sangat merendahkan ketika Presiden RI ke-7, Joko Widodo dinominasi sebagai pemimpin terkorup sejagat.
Hal itu menandakan adanya sesuatu yang ‘corrupt’ sebuah istilah yang lebih menjurus kepada pelanggaran etik dan bisa saja terbuka untuk penelitian akan korupsi yang tentu masih harus dibuktikan.
Ketiga, di penghujung semuanya semakin tersibak bawah sepak bola merupakan aktivitas total dan bersifat planeter.
Ia mencakup aspek ekonomis, sosial, kultural, dan telah menjadi aktivitas politik, hal mana ditulis Fernando Carrión Mena.
Dalam bukunya: La dimensión política del fútbol: su fascinación y encanto, 2014, yang melihat relasi sepak bola dan politik di Amerika Latin, ia menganalisisnya melalui tiga pendekatan: pendekatan ideologis, militansi, dan propaganda.
Itu berarti, sepak bola telah menjadi ideologi, melaluinya terkristalisasi harapan dan impian akan sebuah perubahan.
Ia juga menghipnotis masyarakat untuk tidak saja menunggu tetapi mengekspresikan melalui daya militansi hal mana ditunjukkan sangat jelas di Amerika Latin dan Afrika.
Pada akhirnya, di ujung terpateri sebuah propaganda akan nasionalisme yang lebih jujur dan tulus, jauh dari sekadar menampilkan bulu halus domba demi menutup kerakusan serigala.
Bila kita sepakat, maka perubahan kepelatihan PSSI bisa menjadi pintu masuk. Karenanya kita tidak saja mengucapkan Welkom in Indonesie kepada Patrick Stephan Kluivert, tetapi selamat datang pada perwujudan etika sebagai langkah strategis untuk terjadinya perubahan tidak saja dalam dunia sepak bola tetapi juga pembaharuan sosial-politik di negeri ini. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.