Opini
Opini: Dari Palungan ke Pusat Perbelanjaan
Natal pada saat itu bukan tentang kembang api, bukan soal kado-kado Natal, bukan juga soal pesta pora dan mabuk-mabukan.
Oleh: Petrus Selestinus Mite
Dosen Prodi Sosiologi FISIP Undana Kupang - NTT
POS-KUPANG.COM - Duapuluh tahun yang lalu, ketika masih anak-anak momen Natal di kampung pada bulan Desember adalah saat yang mengggembirkan dan penuh makna.
Natal pada saat itu bukan tentang kembang api, bukan soal kado-kado Natal, bukan juga soal pesta pora dan mabuk-mabukan.
Rupa Natal lebih digambarkan sebagai kebersamaan dengan keluarga yang datang dari kota, kebersamaan dengan orang tua dan saudara-saudara yang kebetulan masa itu adalah saat liburan dari segala kesibukan.
Singkatnya, Natal adalah momen refleksi spiritual dan sebuah perayaan yang lahir dari kisah sederhana.
Refleksi mengenai bayi Yesus ditempatkan di palungan, dilahirkan dalam kerendahan hati, membawa pesan cinta, pengorbanan, dan harapan.
Di masa sekarang, kampung-kampung yang dulu berubah bentuk menjadi semi kota dan bahkan sebagian besar lainnya sudah menjadi kota.
Konsep dan makna natalpun berubah seiring berjalannya waktu. Era baru yang dinamai sebagai era kapitalisme lanjut (Over Kapital).
Terjadi tranformasi makna dari simbol palungan yang sederhana tergeser menjadi sangat mewah dengan tampilan gemerlapnya lampu pusat perbelanjaan, promosi diskon, dan hiruk-pikuk belanja hadiah Natal.
Pusat perbelanjaan berlomba-lomba menarik perhatian dengan dekorasi sangat megah, dan berbagai acara hiburan.
Akibatnya, Natal sekarang dipahami sebagai momen konsumsi dan masuk di tahap over-konsumsi, bukan lagi kontemplasi.
Dekorasi meriah dan alunan lagu- lagu Natal, menjelma menjadi "kuil-kuil" baru di mana orang berbondong-bondong mencari "berkah" berupa diskon dan barang-barang konsumsi.
Santa Klaus, yang awalnya merupakan sosok pembawa kebaikan, kini lebih sering tampil sebagai ikon pemasaran yang efektif, mempromosikan berbagai produk dan jasa.
Natal berubah bentuk menjadi Mesin akumulasi yang berlebihan. Tidak ada yang salah dengan memberikan hadiah atau menikmati suasana perayaan. Tidak salah juga jika mengakumulasi sejumlah keuntungan.
Namun, yang perlu direfleksikan adalah apakah wajar jika akumulasi keuntungan yang berlebihan atau over-akumulasi dapat membawa berkat di hari Natal.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.