Opini
Opini: Penghapusan Presidential Threshold Berpotensi Disintegrasi Nasional
Hal tersebut diputuskan dalam sidang perkara nomor: 62/PUU-XXII/2024 yang digelar di Ruang Sidang MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025).
Norma dan pengaturan ambang batas 20 persen sebagai syarat minimal pencalonan presiden dan wakil presiden adalah batas rasional dalam rangka menjaga keseimbangan kepentingan nasional serta menjaga stabilitas politik kebangsaan.
Indonesia memiliki sejarah perjalanan buruk selama multi partai dalam rezim Orde Lama.
Kepemimpinan nasional dengan pemerintahannya tidak berjalan stabil karena selalu diguncang oleh kepentingan ideologi politik berdasarkan kelompok atau golongan.
Pengalaman buruk tersebut menjadi pelajaran berharga untuk menata perjalanan politik kebangsaan lebih berorientasi pada kesatuan dan persatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk kepemimpinan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Presiden dan wakil presiden adalah simbol pemersatu bangsa. Karena itu proses suksesi pemilihan presiden dan wakil presiden harus selektif dan ketat persyaratannya agar teruji dalam wawasan kebangsaan serta nasionalisme keindonesiaan berdasarkan ideologi Pancasila dan UUD 1945.
Masih banyak warga negara Indonesia yang memiliki ideologi dan pandangan politiknya sendiri berdasarkan anasir politik golongan atau kelompok.
Pandangan politik seperti itu hingga saat ini masih eksis. Bagaimana ketika ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden dihapus kemudian semua partai politik diberi ruang untuk mengusulkan calon presiden dan wakil presiden?
Peluang terjadi disintegrasi nasional sangat besar. Kepemimpinan nasional diambil alih dari kalangan anti ideologi Pancasila sangat mungkin terbuka setelah adanya penghapusan presidential threshold.
Sepuluh atau dua puluh tahun ke depan akan terjadi instabilitas politik nasional dan berpotensi jadi ancaman serius bagi Indonesia karena akan bubar alias tinggal nama.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.