NTT Terkini

Pakar Hukum Tata Negara: Putusan MK Hapus Presidential Threshold Berpotensi Picu Pilpres Dua Putaran

Putusan sebelumnya harus menjadi pegangan untuk hal yang sama dalam gugatan-gugatan berikutnya

Penulis: Ray Rebon | Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/HO
Pengamat Hukum Tata Negara Undana Kupang, Dr John Tuba Helan. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ray Rebon

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana), Dr. John Tuba Helan, mengkritisi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas atau presidential threshold (PT). 

Ia menilai, keputusan ini berpotensi menyebabkan Pemilihan Presiden (Pilpres) mendatang berlangsung dalam dua putaran.

"Putusan MK ini membuat Pilpres ke depan harus dua putaran, karena tidak akan ada calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapat suara 50 persen tambah satu," ujarnya kepada POS-KUPANG.COM, Kamis 2 Januari 2025.

Dr. John menegaskan, MK seharusnya konsisten dengan putusan-putusan sebelumnya. 

Baca juga: Aliwongso Warga Mapitara Sikka NTT Sempat Dikeroyok 4 Pria Mabuk Lalu Ditikam Hingga Tewas

"Putusan sebelumnya harus menjadi pegangan untuk hal yang sama dalam gugatan-gugatan berikutnya," tambahnya.

Menurut Dr. John, penghapusan ambang batas pencalonan presiden berimplikasi pada sistem politik Indonesia yang menganut sistem multi-partai. 

Ia menjelaskan, sistem multi-partai memerlukan ambang batas untuk membatasi jumlah calon presiden agar tidak terlalu banyak, sehingga tetap menjaga kualitas calon yang diusung partai politik.

"Multi-partai harus ditentukan dengan ambang batas, supaya jumlah calon tidak terlalu banyak dan berpengaruh dengan kualitas calon yang diajukan oleh parpol yang akan dipilih oleh rakyat," jelasnya.

Dr. John juga mengingatkan bahwa sistem kepartaian terbagi menjadi tiga: sistem mono-partai, dua partai, dan multi-partai.

Dalam sistem multi-partai seperti di Indonesia, keberadaan ambang batas menjadi penting untuk menjaga keseimbangan dan efektivitas proses pemilihan.

Ia juga mengkritik inkonsistensi MK yang sebelumnya menolak gugatan terkait penghapusan ambang batas

"Ambang batas atau presidential threshold sering kali diajukan, namun selalu ditolak. Putusan terbaru ini justru bertolak belakang dengan putusan sebelumnya," ujarnya.

Menurutnya, dalam dunia peradilan, prinsip hukum mengharuskan putusan MK sebelumnya menjadi rujukan untuk kasus-kasus serupa. 

Ia menegaskan bahwa putusan ini dapat dibatalkan jika ada pihak yang menggugat kembali di masa depan.

"Putusan MK itu tidak boleh bertentangan dengan putusan sebelumnya. Putusan sebelumnya harus menjadi pegangan untuk perkara berikutnya yang diajukan kembali," katanya.

Dr. John memprediksi bahwa tanpa ambang batas, Pilpres mendatang kemungkinan besar berlangsung dalam dua putaran. Hal ini karena banyaknya calon yang akan muncul, yang membuat sulit bagi satu pasangan calon untuk meraih suara mayoritas 50 persen plus satu pada putaran pertama.

"Putusan ini membuka peluang besar Pilpres dua putaran. Tanpa ambang batas, akan banyak calon, dan ini akan memengaruhi distribusi suara," ungkapnya.(*)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS


 

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved