Opini

Opini: Sesudah Pilkada, Dari Imajinasi Kenikmatan sampai Bayang-bayang Wacana Presiden

Setiap kontestan dengan partai pendukungnya menetapkan target jumlah pemilih, kemudian disesuaikan dengan jumlah dana yang harus dikeluarkan. 

Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Wilhelmus F.N. Runesi. 

Sedangkan pilkada dilakukan oleh DPR sendiri secara tidak langsung akan membatasi akses masyarakat untuk mengontrol setiap kebijakan pemerintahan. 

Amartya Sen menyebut hal semacam itu dengan istilah “kelangkaan”. Bahwa kelangkaan itu terjadi bukan karena barang itu tidak ada. 

Akan tetapi kelangkaan itu terjadi karena masyarakat tidak punya akses untuk mencapai apa yang langka itu. Selain istilah kelangkaan, Sen juga menyebut satu konsep yakni Kapabilitas. 

Wacana presiden itu secara langsung membuat masyarakat kehilangan kapabilitas atau kemampuan untuk menentukan kepala daerah yang baik. 

Maka bahaya dari wacana di atas adalah, kebijakan kepala daerah tidak lagi dipertanggungjawabkan kepada publik, tetapi kepada pemimpin partai. 

Kontrol dan kritikan tidak akan didengar, sebab setiap kepala daerah akan mengatakan bahwa jabatan mereka bukan melalui pilihan rakyat. 

Dengan demikian, meminjam ungkapan Herry Priyono (2022), “ritual demokrasi bisa saja ditaati, tetapi kapasitas negara untuk mengelola kepentingan bersama telah dilucuti hanya kepada segelintir orang”.  (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved