Opini
Opini: Sesudah Pilkada, Dari Imajinasi Kenikmatan sampai Bayang-bayang Wacana Presiden
Setiap kontestan dengan partai pendukungnya menetapkan target jumlah pemilih, kemudian disesuaikan dengan jumlah dana yang harus dikeluarkan.
Realitas demokrasi kita semasa ini adalah realitas yang bergerak berdasarkan imajinasi kenikmatan.
Iming-iming kehormatan dan kenikmatan jabatan yang bergerak dalam naluri manusia, dibalut dengan bentuk rasionalisasi serta ungkapan-ungkapan retoris yang terdengar baik tetapi justru di sanalah bahayanya menghantui. Imajinasi kenikmatan bergerak dalam dua arah.
Para calon mengimajinasikan nikmatnya mempunyai jabatan yang besar dan dihormati, sedangkan rakyat membayangkan nikmatnya bila hidup tidak dibatasi oleh berbagai desain kelangkaan yang dibuat oleh kekuasaan.
Di situ terlihat gerak-ganda imajinasi kenikmatan. Tema-tema pembangunan, kesejahteraan, ketidakadilan, dan kemiskinan yang dikemas dalam logika lapar dan laba berhasil menarik masuk oligarki.
Dengan tema-tema itu, selama proses menuju pemilihan, kita semua adalah rakyat yang berdaulat, tetapi sesudah itu, kita semua hanyalah “kerumunan konsumen”.
Di satu pihak, “pemilu dan pilkada juga adalah musim iklan” demikian kata Herry-Priyono (2022).
Oleh karena setiap pasangan calon setiap hari kita lihat selalu tampil dengan berpakaian adat daerah yang mereka kunjungi sambil mengoceh bahwa mereka dekat dengan warga lokal.
Semua yang modern tampak tak berarti, sebab yang tampil adalah sejarah lokal yang dibalut dalam busana adat, disertai dengan kidung perjanjian yang terdengar seperti litani yang dinyanyikan.
Panggung kampanye tempat penyampaian janji politik dihiasi oleh penyanyi-penyanyi yang dibayar untuk menghipnotis kesadaran warga dengan berbagai lagu, joget ria dan sebagainya.
Wacana Pasca Pilkada
Proses pemilihan semasa ini tidak lain adalah kontestasi di mana para calon sesungguhnya pertama-tama bukan hadir dari keinginan pribadi, melainkan utusan dari pimpinan partai.
Maka setiap calon sesungguhnya bukan hadir untuk menjawab keresahan masyarakat mengenai ketidakadilan, kemiskinan dan ketimpangan yang terjadi dalam keseharian, melainkan mereka hadir demi menaikan kuota partai dalam hal elektabilitas.
Partai mana yang memiliki pemenang terbanyak sebagai kepala daerah, dan mana yang paling sedikit.
Amartya Sen seorang peraih Nobel ekonomi tahun 1998 dalam bukunya Development As Freedom menulis bahwa kebebasan itu harusnya menjadi tujuan dari pembangunan.
Dalam konteks mengenai wacana tersebut, apabila berlaku kebebasan seperti apa yang akan diperoleh warga negara?
Opini: Prada Lucky dan Tentang Degenerasi Moral Kolektif |
![]() |
---|
Opini: Drama BBM Sabu Raijua, Antrean Panjang Solusi Pendek |
![]() |
---|
Opini: Kala Hoaks Menodai Taman Eden, Antara Bahasa dan Pikiran |
![]() |
---|
Opini: Korupsi K3, Nyawa Pekerja Jadi Taruhan |
![]() |
---|
Opini: FAFO Parenting, Apakah Anak Dibiarkan Merasakan Akibatnya Sendiri? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.