Opini
Opini: Memahami Monarkhi Ketakutan Guru
Dampak monarki ketakutan ini adalah terciptanya ketidaknyamanan dan kecemasan yang menghambat pengembangan pendidikan yang kreatif dan berkualitas
Penyebab utama ketakutan guru di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), ditilik dari gagasan Fear of Monarchy, dapat dilihat dari hubungan antara otoritas pemerintah dan sistem pendidikan yang sering kali terpusat dan hirarkis.
Dalam konteks ini, guru sering kali merasa terancam oleh berbagai kebijakan yang datang dari pemerintah pusat, yang dapat mengubah aturan secara mendadak tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap guru.
Ketakutan ini semakin diperparah dengan adanya sanksi administratif atau bahkan hukum yang bisa dijatuhkan kepada guru jika dianggap melanggar aturan atau tidak memenuhi standar yang ditetapkan.
Selain itu, tekanan untuk mengikuti kurikulum yang rigid dan penilaian kinerja yang ketat memperburuk ketidaknyamanan ini, sehingga menciptakan rasa takut akan kehilangan pekerjaan atau reputasi.
Dalam kerangka Fear of Monarchy, kebijakan pendidikan yang didirop dari pusat dengan mengabaikan otonomi guru berperan sebagai penguasa yang menciptakan ketakutan dalam diri guru, memaksa mereka untuk tunduk pada sistem yang cenderung menekan kebebasan profesional dan kreativitas dalam mengajar.
Robohnya Pendidikan Kritis dan Kreatif
Dampak dari monarki ketakutan ini adalah terciptanya ketidaknyamanan dan kecemasan yang menghambat pengembangan pendidikan yang kreatif dan berkualitas.
Alih-alih fokus pada pengembangan diri dan kualitas pengajaran, guru lebih cenderung untuk berfokus pada pemenuhan persyaratan administratif yang ditetapkan oleh pemerintah atau lembaga pendidikan, yang akhirnya merugikan kualitas pendidikan itu sendiri. Oleh karena itu, untuk mengatasi ketakutan profesionalisme ini, diperlukan perubahan yang lebih mendalam dalam struktur kebijakan dan kekuasaan dalam dunia pendidikan, agar guru dapat merasakan otonomi, pengakuan, dan kebebasan yang diperlukan untuk menjalankan profesi mereka dengan penuh dedikasi dan kreativitas.
Ketakutan profesionalisme yang dialami seorang guru dapat memiliki dampak buruk yang signifikan terhadap pendidikan bermutu untuk semua, karena ketakutan ini menghambat kreativitas, inovasi, dan kebebasan dalam mengajar.
Ketika guru merasa tertekan oleh sistem evaluasi yang ketat atau perubahan kebijakan yang tidak jelas, mereka cenderung hanya fokus pada pemenuhan target administratif daripada mengembangkan metode pengajaran yang efektif dan sesuai dengan kebutuhan siswa.
Hal ini menyebabkan pengajaran yang mekanistik dan kurang berfokus pada pengembangan potensi individual siswa, yang seharusnya menjadi inti dari pendidikan berkualitas.
Ketakutan juga bisa menurunkan motivasi guru untuk terus belajar dan meningkatkan diri, karena mereka lebih khawatir tentang kesalahan atau hukuman daripada berinovasi dalam cara mereka mengajar. Akibatnya, siswa pun dirugikan karena mereka tidak mendapatkan pengalaman belajar yang menyeluruh dan menantang, yang seharusnya dapat merangsang kreativitas dan pemikiran kritis mereka.
Jika ketakutan ini terus dibiarkan, pendidikan di Indonesia akan kesulitan untuk menghasilkan generasi yang kompeten, kreatif, dan siap menghadapi tantangan global.
Otonomi Guru
Menghargai otonomi guru adalah kunci untuk menghindarkan mereka dari jebakan monarki ketakutan, karena kebebasan dalam pengambilan keputusan dan pengembangan metode pengajaran memungkinkan guru untuk berfokus pada kualitas pendidikan dan kesejahteraan profesional tanpa terperangkap dalam tekanan administratif dan kontrol yang mengekang kreativitas.
Untuk menghindari jebakan monarkhi ketakutan profesionalisme guru dan kehilangan kesejahteraan serta kebahagiaan berkelanjutan, beberapa langkah penting perlu diambil baik dari sisi kebijakan pemerintah, institusi pendidikan, maupun upaya individual guru itu sendiri.
Pertama, kebijakan pemerintah daerah harus lebih unggul dan kreatif serta inovatif berbasis analisis data sebab mereka paling memahami kebutuhan di lapangan sesuai dengan konteks daerahnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.