Liputan Khusus

Lipsus - Tiga Daerah di NTT Pilkada Ulang

Dia mengatakan, dalam jadwal yang disiapkan, PSU di Kota Kupang akan berlangsung pada 5 Desember 2024.

Editor: Ryan Nong
POS-KUPANG.COM/IRFAN HOI
Seorang warga sedang melihat namanya dipapan pengumuman daftar pemilih tetap saat simulasi pemungutan suara yang diselenggarakan KPU NTT di Lapangan Upacara UPTD SDN Naibonat Kabupaten Kupang.  

Partisipasi pemilih pada pilkada di sejumlah daerah disebut mengalami penurunan ketimbang Pemilu  2024. Hal itu juga terjadi di Jakarta. Lembaga survei Charta Politika misalnya mencatat penurunan partisipasi pemilih di Pilkada Jakarta 2024 hanya 58 persen. Sementara Pilkada DKI 2017 berada di atas 70 persen.

Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda mengatakan pihaknya tengah mencermati implikasi penyelenggaraan Pilkada serentak 2024 dengan rendahnya tingkat partisipasi politik warga dalam menggunakan hak suaranya.

"Terkait rendahnya partisipasi pemilih di hampir seluruh pemilihan gubernur, bupati, wali kota, Komisi II DPR RI sedang mencermati apakah dengan keserentakan pemilihan yang kita lakukan itu justru menimbulkan anomali dengan partisipasi masyarakat," kata Rifqinizamy.

Dia menyebut pihaknya juga mencermati faktor rentang waktu penyelenggaraan pilkada dengan pilpres dan pileg yang dilaksanakan dalam kurun waktu berdekatan di tahun 2024 dengan tingkat partisipasi pemilih.

"Atau misalnya dekatnya jadwal antara pileg, pilpres, dan pilkada itu juga membuat dorongan untuk partisipasi pemilih menjadi rendah," ucapnya.

Selain itu, dia mengatakan pihaknya mencermati pula ihwal problematika calon anggota legislatif terpilih yang diharuskan mengundurkan diri apabila maju Pilkada 2024.

"Salah satu faktor misalnya adalah kandidasi ini diikuti calon-calon yang sangat limitatif lantaran para politisi yang telah terpilih menjadi anggota DPR RI, DPD RI, DPRD provinsi, kabupaten/kota, berdasarkan Peraturan KPU (PKPU) itu diharuskan mundur, bahkan sebelum dilantik," ujarnya.

"Hal-hal seperti ini saya kira juga membuat kontestasi ini menjadi terbatas dalam konteks para kandidat, dan bisa jadi kalau kita lakukan riset mendalam ini berpengaruh terhadap dukungan publik dalam konteks pilkada," sambungnya.

Kecewa dengan kandidat

Menurut data sementara dari Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) Komisi Pemilihan Umum (KPU) partisipasi publik pada Pilkada 2024 cenderung menurun. Dari data yang masuk sebesar 98,5 persen, rata-rata tingkat partisipasi pemilih di 545 daerah yang menyelenggarakan pilkada terbatas 68,1 persen. Angka tersebut menurun jika dibandingkan dengan tiga Pilkada serentak sebelumnya dan Pemilu 2024.

Dilansir dari Kompas.id (1/12/2024), rata-rata tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada 2017, 2018, dan 2020 bisa mencapai 73-74 persen. Sementara jika dibandingkan dengan Pemilu 2024, pada Februari lalu, sebanyak 81,78 persen dari total pemilih datang ke tempat pemungutan suara (TPS).

Bahkan, jika dilihat per daerah, angka partisipasi pemilih di Pilkada 2024 ini pun masih berada di bawah 60 persen. Di Pilkada Jakarta, misalnya, hanya 57,6 persen pemilih yang menggunakan hak suara. Begitu juga di Pilkada Sumatera Utara, 55,6 persen.

Merujuk hasil hitung cepat Litbang Kompas, angka partisipasi pemilih pada Pilkada 2024 di beberapa daerah juga menurun dibandingkan dengan potensi partisipasi yang terekam dalam survei.

Rendahnya tingkat partisipasi publik di Pilkada 2024 seakan menjadi “hukuman” dari masyarakat kepada partai politik (parpol).

Direktur Eksekutif Algoritma Research and Consulting Aditya Perdana mengatakan, kondisi tersebut tidak bisa dilepaskan dari sikap politik warga yang kecewa terhadap pilihan kandidat yang diusung parpol dan koalisi partai. Sebab, pasangan calon yang diusung partai tidak sejalan dengan aspirasi masyarakat. Proses penentuan calon kepala daerah masih berkutat pada kepentingan elite.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved