Opini
Opini: Politik Hibernasi di Pilkada 2024
Komisi Pemilihan Umum menampilkan data daerah yang terlibat dalam pilkada serentak 2024 yakni sebanyak 37 Provinsi dan 508 Kabupaten/Kota.
Mentalitas hibernatif rupanya satu penyakit yang menjangkit banyak pemimpin sehingga setelah terpilih lebih nyaman di kantor dan istana daripada blusukan dan turun lapangan menyapa rakyatnya.
Sejauh ini politik yang ditampilkan masih belum mendekati harapan masyarakat. Ekspektasi rakyat untuk pemimpin yang merakyat masih sebatas angan-angan.
Tanggap terhadap keluhan masyarakat datang ketika sesuatu itu sudah viral di media sosial. Rupanya pemimpin lebih reaktif terhadap masalah sosial di media daripada turun dan menyaksikan sendiri di lapangan.
Melihat fenomena ini, masyarakat lebih percaya dan melapor ke media sosial daripada kepada aparat penegak hukum. Sebab rakyat percaya bahwa hukuman media sosial jauh lebih terasa daripada sanksi sosial.
Maka setiap pemimpin mesti kreatif dalam mencari dan menemukan jalan keluar terhadap masalah yang ada di tengah masyarakat agar Bonum Commune (kesejahteraan umum) bisa terwujud di atas Bonum Familiae (kesejahteraan keluarga).
Tidak Cukup dari Debat
Komisi Pemilihan Umum mengalokasikan setidaknya tiga kali debat terbuka bagi para calon kepala daerah yang akan bertarung dalam pilkada.
Selama tiga kali debat para pendukung akan menilai visi dan misi yang dipaparkan para calon dari partai lain dan akan diperdebatkan selama waktu perdebatan.
Apakah semuanya sejalan dengan situasi daerah atau hanya sebatas retorika belaka untuk dinilai baik dalam public speaking. Acara debat calon kepala daerah tidak hanya sebatas menilai tata bahasanya tetapi melihat ketulusan hati untuk membangun daerah.
Di dalam debat ada banyak aspek yang bisa nilai dan yang menjadi poin pokok adalah rekam jejak dari figur yang menyampaikan visi dan misi itu.
Ada banyak orang bisa beretorika tetapi kurang dalam aksi dan perwujudan visi-misi.
Hal inilah yang membuat rakyat sudah merasa nyaman dengan dirinya sendiri ketika pergantian kepemimpinan, bahkan ada lontaran bahasa sindir yang sering terdengar “mau ganti pemimpin berkali-kali, kita tetap makan dan minum seperti biasa”.
Ungkapan ini sebenarnya mau menunjukan bahwa setiap pemimpin baru yang menduduki tampuk kekuasaan, tidak ada perubahan signifikan yang berarti di tengah masyarakat.
Maka momen pilkada setiap lima tahun sejatinya bukan suatu formalitas yang harus dilewati tetapi sungguh-sungguh menjadi kesempatan untuk memilih pemimpin yang berjiwa pelayan dan bermental hamba.
Bangsa ini kekurangan pemimpin-pemimpin bermental hamba dan berspirit merakyat.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.