Berita Nasional

KIP Minta Pemerintah Tunda PPN 12 Persen

Komisi Informasi Pusat (KIP) meminta pemerintah mengkaji kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen. 

Editor: Alfons Nedabang
X
Petisi penolakan PPN 12 persen pun berseliweran di media sosial X pada Kamis (21/11/2024). 

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Komisi Informasi Pusat (KIP) meminta pemerintah mengkaji kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen. 

Pasalnya, kondisi ekonomi saat ini hingga minimnya sosialisasi dari pemerintah dinilai membuat masyarakat khawatir akan rencana kenaikan PPN 12 persen mulai 1 Januari 2024.

Komisioner KIP Rospita Vici Paulyn mengatakan, jangka waktu kenaikan PPN terlalu dekat. Pemerintah telah menaikkan PPN dari 10 persen menjadi 11 persen pada 2022. Lalu, mulai 1 Januari 2025, PPN kembali naik menjadi 12 persen.

"Rencana ini kan sudah bergulir ya, tinggal satu bulan satu minggu lagi mungkin ke depan sudah diberlakukan. Tetapi sebenarnya kalau pemerintah peka mendengarkan suara dari rakyatnya, seharusnya pemerintah bisa saja mengeluarkan PP untuk menunda kenaikannya," ujarnya saat konferensi pers di Jakarta, Senin (25/11/2024).

Selain itu, dengan kenaikan PPN ini, beban ekonomi masyarakat menjadi meningkat karena kenaikan PPN juga akan membuat harga barang dan jasa naik. Sebab, umumnya produsen dan penjual akan membebankan pajak tersebut kepada para konsumen.

Bahkan, tanpa kenaikan PPN pun, masyarakat telah dibebani oleh aneka potongan pajak seperti pajak penghasilan, pajak bahan bakar, pajak bumi dan bangunan, serta pajak lainnya.

Baca juga: PPN 12 Persen Berlaku Mulai Januari 2025, Picu Kenaikan Harga Barang dan Jasa

Belum lagi rencana kebijakan yang akan diterapkan tahun depan seperti tabungan perumahan rakyat (Tapera), cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK), hingga kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

Alhasil, kenaikan PPN akan membuat daya beli masyarakat tergerus. Di tengah badai pemutusan hubungan kerja (PHK) dan deflasi, kenaikan PPN akan melemahkan daya konsumsi yang masih menjadi penopang terbesar bagi kinerja ekonomi masyarakat.

"Dampak kenaikan dari PPN terhadap konsumsi rumah tangga. Yang pertama, harga jual barang akan naik, harga jual jasa juga akan ikut naik. Kemudian, penurunan kinerja produksi perusahaan karena biaya produksi naik. Yang ketiga, dampaknya apa? Pasti akan ada PHK besar-besaran karena ongkos produksi yang tinggi, daya beli masyarakat menjadi berkurang dan rendah, sehingga kemudian barang tidak terjual maksimal," bebernya.

Kemudian, dia mengungkapkan, pemerintah juga kurang melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait rencana kenaikan PPN. Padahal, kenaikan PPN telah terkandung dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 yang telah diterbitkan sejak Oktober 2021.

Hal ini membuat sebagian besar masyarakat tidak memahami alasan kenaikan PPN maupun manfaatnya bagi negara. Yang mereka tahu hanyalah bahwa kenaikan PPN ini menambah beban mereka.

Baca juga: Kenaikan PPN 12 Persen, Ronsi Daur Minta Prabowo-Gibran Evaluasi Kembali

"Pemerintah membuat undang-undang tidak disosialisasikan secara terbuka kepada publik. Seharusnya pemerintah mengambil sikap bahwa ketika ada UU, itu harus disosialisasikan dulu," ucapnya.

"Karena tadi sekali lagi saya menekankan, bahwa sama saja dengan kebijakan-kebijakan yang sebelumnya dikeluarkan, tiba-tiba ujuk-ujuk dilempar ke publik dan publik kaget," tambah dia.

Terakhir, kurangnya transparansi pemerintah terkait penggunaan penerimaan negara dari pajak. Menurut dia, banyak pihak yang skeptis terhadap pengelolaan dana publik oleh pemerintah.

Reaksi negatif masyarakat terhadap kenaikan PPN mencerminkan rendahnya kepercayaan bahwa pajak yang mereka bayar akan kembali dalam bentuk fasilitas publik atau jaminan sosial.

"Seharusnya pemerintah juga berkaca kepada negara-negara maju bahwa PPN yang mereka kumpulkan, pajak yang mereka kumpulkan kemudian dipergunakan secara maksimal untuk kesejahteraan masyarakat," tuturnya. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com

Ikuti berita POS-KUPANG.COM lain di GOOGLE NEWS

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved