Berita Nasional

Ombudsman RI Soroti Potensi Maladministrasi pada Pending Claim BPJS Kesehatan

Selanjutnya dapat lebih tegas melakukan penegakan hukum dan pemberian sanksi bagi para pihak yang melakukan maladministrasi.

Editor: Oby Lewanmeru
POS-KUPANG.COM/BERTO KALU
BPJS KESEHATAN - Pimpinan Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng menyoroti soal Potensi Maladministrasi pada Pending Claim BPJS Kesehatan. 

POS-KUPANG.COM, JAKARTA – Sengketa klaim pembiayaan antara ratusan rumah sakit di Jawa Timur dengan
BPJS Kesehatan merupakan masalah krusial pelayanan publik.

Terkait hal tersebut, Pimpinan Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng memberi pernyataan pubik sebagai bagian dari tugas pengawasan.

Pending claim pembayaran layanan kesehatan patut dilihat dari segi potensi maladministrasi yang ditimbulkan.

“Rumah sakit dan BPJS Kesehatan merupakan pranata layanan publik yang amat vital dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional. Pending claim bisa menghambat penyediaan alat kesehatan dan kefarmasian, logistik penunjang dan jasa layanan medis terstandarisasi.

Muaranya terjadi penundaan berlarut atau bahkan tidak diberikannya layanan kesehatan oleh pihak rumah sakit kepada pasien yang dapat mengancam keselamatan jiwa,” ujarinya di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Sabtu (1/2/2025).

Baca juga: Hingga Januari 2025, 23.467 FKTP Kerjasama Dengan BPJS Kesehatan

Untuk itu, Robert manyampaikan beberapa hal yang harus diperbaiki. Pertama, Pemerintah
wajib mengantisipasi sengketa klaim agar tidak menimbulkan maladministrasi layanan kepada
pasien.

“Pemerintah harus memastikan semua pihak sungguh menjalankan kewajiban dan mendapatkan hak, merujuk Permenkes No 3 Tahun 2023. Rumah sakit mengajukan klaim sesuai ketentuan, lalu berdasarkan administrasi yang benar dan lengkap maka pihak BPJS melakukan verifikasi dan membayarkan klaim layanan kesehatan tepat waktu,” jelasnyanya.

Kedua, BPJS Kesehatan mesti lebih transparan ke pihak pemda dan membangun komunikasi dengan organisasi perhimpunan rumah sakit apabila ada potensi hambatan klaim rumah sakit.

Harus diakui, pihak BPJS saat ini cenderung pasif, kurang persuasif dan membiarkan masalah sengketa klaim ini terus menumpuk, padahal berlarutnya pembayaran klaim jelas berdampak terhadap merosotnya kualitas pelayanan kesehatan.

Ketiga, Rumah sakit mesti lebih akuntabel dan terus diawasi agar tidak melakukan fraud dalam klaim tarif INA-CBGs.

“Pembayaran klaim itu hak setiap fasyankes yang telah melaksanakan kewajiban pelayanannya. Namun, rumah sakit juga wajib memastikan laporan administrasi layanan sudah sesuai standar dan bebas dari tindak kecurangan seperti klaim fiktif, manipulasi diagnosis dan praktik fraud lainnya,” tegas Robert.

Baca juga: Ombudsman RI Temukan 3 Masalah Selama Pelaksanaan Seleksi CPNS 2024, Ada Campur Tangan Orang Luar

Keempat, Pemda diminta untuk lebih proaktif dalam merespon pending claim ini.

“Pemerintah tidak semata hanya berperan sebagai mediator saat sengketa sudah terjadi. Peran sebagai
pemadam kebakaran tersebut harus dilapisi dengan upaya-upaya preventif. Untuk itu, pada ranah kebijakan, kami minta Pemda memitigasi potensi sengketa dengan membuat Perkada ihwal sanksi terhadap pihak yang tidak memenuhi kewajibannya. Selanjutnya pada ranah pengawasan pihak Pemda perlu melakukan pemantauan terhadap proses klaim secara rutin,” katanya.

Kelima, klaim pembayaran pelayanan kesehatan harus bebas maladministrasi dan terlaksana sesuai dengan standar tata kelola yang akuntabel. Kasus di Jatim ditengarai juga terjadi di daerah-daerah lain.

Ombudsman meminta Kementerian Kesehatan lakukan evaluasi tuntas atas klaim fasyankes ke BPJS sejak laporan pelaksanaan layanan hingga penetapan status klaim.

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved