Berita NTT
Per November 2024 NTT Capai Angka 900-an Kasus Perempuan dan Anak
Meski angka kasus meningkat, Endang mengatakan, hingga saat ini tantangannya adalah baik korban maupun lingkungan masih belum berminat untuk melapor.
Penulis: Michaella Uzurasi | Editor: Oby Lewanmeru
"Boleh didamaikan kecuali kalau misalnya berakibat fatal atau kekerasan yang sedang, berat, itu wajib hukumnya ke ranah hukum. Kemudian kalau kekerasan seksual itu tidak bisa restorasi justice. Restorasi justice itu adalah bagaimana upaya untuk damai, tindakan di luar hukum. Mediasi, kemudian urusan misalnya penyelesaian secara adat, itu boleh kalau tindak pidana ringan dan bukan kekerasan seksual. Kalau kekerasan seksual dengan ancaman hukumannya adalah tujuh tahun keatas, dan juga pembunuhan atau penganiayaan berat, tidak boleh restorasi justice, tidak boleh didamaikan. Itu wajib hukumnya ke ranah hukum, ke pengadilan," kata Veronica.
"Lingkungan bisa melaporkan karena sebuah tindak pidana itu wajib hukumnya dilaporkan, diproses. Kecuali kalau itu tindak pidana pengaduan misalnya kasus perzinahan dan pencurian dalam keluarga, itu harus ada pengaduan dari korban. Tapi kalau tindak pidana KDRT lainnya, kekerasan fisik, psikis, seksual, itu wajib hukumnya untuk dilaporkan termasuk tetangga, keluarga, karena sebenarnya dilindungi oleh Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban. Barangsiapa mengetahui sebuah tindak pidana mereka wajib hukumnya untuk melapor dan identitas, kenyamanan itu dijaga, dirahasiakan," tambahnya.
Sementara Psikolog Klinis, Maria Imaculata Minamodesta Adolfince Lio Dando, S. Psi, M. Psi, mengatakan, jika terjadi KDRT pada anak, hal itu akan sangat berpengaruh pada pertumbuhan karakternya.
"Kalau kita berbicara tentang anak-anak berarti dalam proses tumbuh kembang apalagi di usia 0 sampai 6 tahun kita kenal dengan golden age dimana pembentukan karakter, pola asuh orang tua itu sangat berperan penting.
Bagaimana dampak KDRT kepada anak-anak? Anak-anak pada saat kecil mereka tidak akan pernah tahu yang salah itu seperti apa yang benar itu seperti apa jadi mereka hanya melihat apa yang terjadi di lingkungan. Kalau memukul itu yang selalu mereka lihat, mereka bisa saja mengulang itu atau mempelajari itu sebagai hal yang biasa saja," katanya.
Anak-anak dalam masa pertumbuhan membutuhkan pendampingan ayah dan ibu, peran keluarga yang harmonis, yang rukun, yang saling berpegang tangan untuk membentuk karakter anak yang baik di kemudian hari.
"KDRT pastinya sangat berdampak pada anak baik secara fisik maupun secara psikologis. Secara fisik mungkin ada lebam, luka atau mungkin ada cacat fisik yang terlihat.
Nah kalau tentang psikologis itu kan sesuatu yang sangat dalam.
Anak-anak mungkin tidak akan menunjukkan secara spesifik permasalahan yang mereka alami seperti apa tetapi kita perlu mengetahui bahwa setiap jenjang usia itu ketika mereka menghadapi situasi kritis, ada ciri-ciri tertentu yang bisa kita pahami. Misalnya anak usia 0 sampai 1 tahun ketika mereka mengalami lingkungan yang tidak nyaman atau mungkin orang tua tidak bisa memberikan ASI eksklusif atau kasih sayang penuh maka perilaku yang ditunjukkan adalah menangis sepanjang hari, anak tidak bisa diam, tidak bisa makan dengan baik, tidak bisa merespon lingkungan dengan baik begitu pula anak usia 1 sampai 3 tahun. Bisa saja anak kemudian menjadi hiperaktif karena kecemasan, ketakutan mereka itu dialihkan dengan perilaku-perilaku yang tidak terkontrol," ujarnya.
Baca juga: DP3AP2KB NTT, PERSAGI dan UNICEF Kampanyekan Perlindungan Anak NTT dari Kekerasan dan Masalah Gizi
"6 sampai 8 tahun ketika mereka mulai mencoba hal-hal baru di lingkungan sekitar kemudian menjadi anak remaja, rasa ingin tahunya semakin tinggi, ketika lingkungan keluarga tidak menjadi tempat yang aman untuk mereka, sangat memungkinkan mereka untuk mencari hal yang aman di luar keluarga. Bisa mulai dari pergaulan bebas, penyalahgunaan alkohol dan lain sebagainya," tambahnya. (uzu)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.