Berita NTT
Mengisi 'BBM' untuk Warga Timor-Timur di Kupang
Mereka mulai berusaha, menyewa tanah warga lokal yang kebetulan belum diolah. Bersama tiga saudara dan orang tuanya, Da Costa bercocok tanam.
Penulis: Irfan Hoi | Editor: Oby Lewanmeru
Sementara hasil olahan data Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim.id) 14 Juli 2022, memperlihatkan 25.881 unit RTLH di Kabupaten Kupang per Juli 2020. Jumlah itu, tersebar di 24 Kecamatan, dan Kecamatan Kupang Timur menjadi paling banyak atau 2.815 unit.
Pada sumber data Badan Pusat Statistik tahun 2023, jumlah sumur bor di Kabupaten Kupang sebanyak 27 persen. Jumlah ini paling banyak di NTT. Belum lagi masalah sanitasi. Data BPS NTT tahun 2023 jumlah rumah tangga yang akses sanitasi sebanyak 76 persen. Jumlah itu menurun dari tahun sebelumnya yakni 78 persen.
Masyarakat di Kabupaten Kupang, termasuk Da Costa dan warga lainnya di Manusak, sangat bergantung pada ketersediaan air lewat sumur bor, disamping adanya air tadah maupun di sungai. Tidak saja untuk kebutuhan tanam, air juga untuk kebutuhan sehari-hari.
"Kalau musim kemarau, dulu belum ada sumur bor. Kita ambil air di kali. Sekitar satu jam dari rumah. Kalau pas hujan kita tadah memang air dan tanam sawah. Kadang memang kita ambil di tetangga yang punya sumur bor, tapi kadang kita malu juga," tutur Da Costa.
Kebutuhan rumah dan air serta akses sanitasi yang bagus menjadi permasalahan utama di Kabupaten Kupang maupun daerah lainnya di NTT. Sebab, dua hal dasar itu sangat menentukan kualitas kehidupan masyarakat.
Bangun Rumah
Suatu sore istri dan ibu Da Costa didatangi sejumlah personel TNI. Dalam informasi yang disampaikan, mereka melihat kondisi perumahan di tempat itu.
"Ada bapak Babinsa, bapak Danrem dan anggota lain. Mereka datang lihat rumah. Mereka tanya mau bangun rumah atau tidak," kata Da Costa, mengulang pernyataan yang waktu itu disampaikan ke anggota TNI ke istrinya.
Karena panik, istri Da Costa lalu memanggil beberapa anggota keluarga lainnya yang berada di kebun, tidak jauh dari rumah. Saat semua berkumpul, baru diketahui niat baik dari para prajurit militer itu. Da Costa dan 9 keluarga lainnya merespons baik rencana itu.
Setelah melihat beberapa saat, rombongan itu pergi. Da Costa sempat berpikir buruk bahwa rencana itu akan kembali pupus, sama seperti janji-janji sebelumnya ketika masih di kamp pengungsian. Bahkan seringkali ada salah paham militer dengan warga karena kepemilikan tanah.
Beberapa waktu kemudian di bulan Juni 2024, rombongan kembali datang dan meminta dokumen yang dibutuhkan. Da Costa, Gilberta dan Maxiano maupun warga lainnya antusias.
Mereka mengumpulkan data-data yang diperlukan sebagai syarat menerima program bantuan rumah dan sumur bor. Sebetulnya, Da Costa pernah berencana bor sumur, tapi terkendala biaya. Dia sedang menanti penuh sukacita tawaran menggiurkan itu.
"Siapa yang tidak mau dikasih berkat seperti ini. Dapat rumah dan sumur bor. Ini saya sudah rencanakan bertahun-tahun, tapi belum bisa karena biaya. Mau beli kebutuhan atau bangun rumah dan bor air," katanya.
Pembangunan rumah 6x6 dimulai setelah dokumen lengkap. 10 rumah dibangun. Da Costa, Gilberta dan Maxiano menjadi penerima. Mereka bahagia bercampur haru.
Selama ini, kerinduan memiliki rumah layak huni bisa terwujud. Ditambah akses air bersih yang mudah. Saya lihat wajah Da Costa sumringah saat bertemu dengannya akhir Agustus 2024.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.