Opini

Opini: Belajar Kreatif dan Mandiri

Kisah tokoh dalam Lamafa mengajarkan bahwa untuk bertahan hidup, seseorang harus berani mengambil risiko. Ia tidak menyerah pada kenyataan. 

Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Thomas K. Swalar 

Oleh Thomas Krispianus Swalar
Mahasiswa S2 Universitas Muhammadiyah Malang, Guru SMAN 1 Nagawutung, Lembata - NTT

POS-KUPANG.COM - Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini turut berpengaruh pada dunia kerja. Termasuk pilihan hidup yang menjanjikan bagi banyak orang yang sedang berjuang mendapatkan pekerjaan.

Hal ini bukan barang baru, yang tengah melanda kehidupan manusia dewasa ini. Setelah menyelesaikan pendidikan, para lulusan tentu ingin cepat mendapatkan pekerjaan untuk mengaplikasikan ilmu dan pengetahuan yang diperoleh di bangku kuliah.

Fenomena generasi muda Indonesia yang lebih memilih menjadi pegawai negeri sipil (PNS) atau tenaga honorer melalui jalur Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) semakin marak dalam beberapa tahun terakhir ini.

Saat ini, generasi muda menghadapi tantangan ketidakpastian ekonomi yang mendorong mereka memilih jalur CPNS dan P3K sebagai langkah karier. 

Menjadi PNS atau tenaga honorer melalui P3K menawarkan kepastian pendapatan, stabilitas dan tunjangan yang dianggap sebagai jaminan masa depan yang lebih aman dibandingkan dengan wirausaha.

Pandangan ini mencerminkan adanya dorongan untuk menghindari risiko ekonomi dan tantangan berat yang mungkin timbul dari membangun usaha sendiri, terlebih di daerah-daerah yang masih minim infrastruktur dan akses pasar memadai.

Fenomena ini bisa dilihat sebagai respons terhadap  kondisi ekonomi nasional dan global yang kian kompetitif. Belum lagi keterbatasan modal dan dukungan bagi wirausaha baru. 

Banyak generasi muda, terutama di daerah-daerah berkembang melihat peluang PNS dan P3K sebagai solusi jalan keluar menghindari ketidakpastian ekonomi. Fenomena ini juga dilatari oleh tekanan sosial dan beban hidup keluarga.

Nilai dan mentalitas

Di tengah fenomena ini terlihat dalam novel Lamafa karya Fince Bataona, mantan wartawati Pos Kupang kelahiran Lamalera, Lembata. 

Lamafa menawarkan perspektif yang menonjolkan keberanian dan semangat kerja keras dalam menghadapi kerasnya alam dan keterbatasan sumber daya.

Johanes, tokoh utama dalam novel ini, meskipun berpendidikan tinggi dan termasuk lulusan terbaik dengan nilai cum laude, ia memilih jalan pulang yakni kembali ke kampung halamannya dan meneruskan tradisi lefa (perburuan paus) sebagai warisan yang diwariskan secara turun temurun. Bataona melukiskan dalam dialog berikut.

“Saya dengar dari ema (mama) kalau reu (saudara) memutuskan tinggal di kampung. Saya heran juga dengan keputusan reu.”

“Ada yang salah?”

“Hemmm sarjana sosial dengan lulusan cum laude kok pulang kampung jadi lamafa (juru tikam paus), sih?”

Johanes tertawa. Nada suaranya terdengar sinis.

Saya tersentak. Johanes adik saya, mahasiswa hukum semester terakhir punya cara pandang yang beda pada sosok seorang lamafa.

Dalam konteks ini, Johanes, tokoh utama novel ini ingin menunjukkan kepada generasi muda sekarang bahwa pendidikan adalah tempat menimbah ilmu dan dari ilmu yang diperoleh harus dimanfaatkan untuk kehidupan banyak orang.

Ilmu yang diperoleh harus dapat digunakan untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru yang dapat menyerap tenaga kerja. 

Itulah ilmu yang sesungguhnya. Tetapi jika belum dapat diamalkan, maka ilmu yang didapatkan di bangku pendidikan hanyalah konsep yang terus ada dalam otak.

Tokoh-tokoh dalam Lamafa, terutama para nelayan yang berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka di laut menggambarkan tekad besar untuk menghadapi tantangan hidup. 

Semangat dan keberanian ini adalah elemen yang hilang di kalangan generasi yang lebih memilih jalur aman. 

Dalam Lamafa, hidup adalah perjuangan dan setiap tokohnya terutama tokoh utama berupaya untuk menciptakan nilai bagi komunitasnya meskipun harus menghadapi berbagai risiko.

Cara pandang

Ketika generasi sekarang lebih memilih jalur PNS atau P3K, mereka mungkin mengabaikan nilai keberanian dan kemandirian seperti yang diusung dalam novel ini. 

Kisah tokoh dalam Lamafa mengajarkan bahwa untuk bertahan hidup, seseorang harus berani mengambil risiko. Ia tidak menyerah pada kenyataan. 

Dalam konteks ini, karya Bataona mengilustrasikan betapa pentingnya kreativitas, kemandirian dan keberanian dalam menciptakan peluang yang tidak selalu ditemukan di dunia yang serba pasti seperti PNS.

Saat ini, yang berkembang dan menjadi pemandangan nyata di tengah masyarakat yaitu generasi muda tidak mau menciptakan lapangan pekerjaan sendiri. Mereka hanya duduk menunggu kapan ada peluang seleksi PNS atau P3K.

Kenyataan ini juga menunjukkan bahwa generasi muda saat ini tidak berani untuk mengambil risiko. Mereka hanya mencari titik teraman yang mungkin mendatangkan kepastian dalam hidupnya.

Jika dicermati, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu canggih, tentu akan sangat membantu kalau dalam benak mereka untuk bisa menciptakan lapangan kerja baru.

Segala akses sudah tersedia, tetapi mereka tidak jeli membaca dan memanfaatkan peluang tersebut. Dalam benak mereka seolah hanya PNS dan P3K menjadi satu-satunya jawaban. 

Pola pikir seperti ini perlu diubah dan lebih diarahkan bagaimana menciptakan sesuatu yang berguna dan bermanfaat bagi diri sendiri dan juga bagi banyak orang.

Ekspektasi sosial

Sebagai bangsa dengan nilai kekeluargaan tinggi, banyak generasi muda yang merasa terikat dengan ekspektasi keluarga untuk mendapatkan pekerjaan yang dianggap pasti dan terjamin. 

Pekerjaan dengan jaminan pasti seperti PNS atau P3K menjadi ekspektasi bahkan gengsi sosial di tengah masyarakat. 

Dalam hal ini, menjadi PNS atau P3K menjadi semacam prestasi dan prestise sosial yang dapat mengangkat status seseorang di mata masyarakat.  Lamafa menyentuh hal yang sama melalui cara berbeda. 

Lamafa menyodorkan sekaligus menyajikan pesan kehidupan bagaimana pentingnya bekerja keras bukan sekadar memenuhi kebutuhan pribadi tetapi juga keluarga dan komunitas dalam arti lebih luas. 

Dalam novel ini, masyarakat pesisir (Lamalera, misalnya) bekerja keras dan menghadapi bahaya untuk menyediakan kehidupan yang lebih baik bagi keluarga dan generasi penerus.

Nilai-nilai ini menantang pandangan generasi sekarang yang mungkin cenderung mencari jaminan individu dan keluarga dibandingkan berkontribusi bagi komunitas yang lebih luas.

Lamafa juga memberikan perspektif berharga tentang semangat menjadi petarung, kreatif, dan mandiri dalam menghadapi tantangan hidup dalam konteks yang lebih luas di luar latar novel tersebut.

Fenomena generasi saat ini yang lebih memilih jalur aman menjadi PNS dan P3K ketimbang menciptakan lapangan kerja mencerminkan pergeseran nilai yang berbeda dari dari tokoh utama dalam Lamafa yang lebih menekankan keberanian dan kemandirian.

Meskipun tidak semua generasi muda harus menjadi pengusaha, nilai-nilai ini penting dalam mendorong semangat inovatif dan jiwa kewirausahaan di tengah ketidakpastian.

Belajar dari novel Lamafa berarti generasi muda harus melihat peluang dan tantangan yang terbentang luas. 

Generasi muda harus melengkapi diri dengan berbagai kemampuan dan keterampilan sehingga memudahkan mereka untuk dapat melahirkan terobosan atau inovasi baru sebagai sumber kehidupan.

Menjadi generasi milenial adalah orang yang sanggup dan mampu melihat setiap peluang dan berani untuk mencoba. 

Generasi muda bukan lagi kelompok yang bukan sekadar menunggu bola tetapi harus proaktif menjemput bola. Hanya dengan demikian, generasi muda tak akan tergilas waktu yang terus bergerak. (*)

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved