Anker UMKM

Theodorus Gigit Jari, Tomat Wuliwutik Sikka Membusuk dan Kering

Kondisi ini membuat para petani  mengalami kerugian puluhan juta rupiah akibat tanaman tomat mati dan buahnya membusuk.

Editor: Ryan Nong
POS-KUPANG.COM/ARNOLD WELIANTO 
Kurang lebih empat Hektar tanaman tomat petani di Dusun Lirikelan, Desa Wuliwutik, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka, NTT gagal panen akibat dilanda Kekeringan. 

POS-KUPANG.COM - Sejumlah petani Dusun Lirikelan, Desa Wuliwutik, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka, alami gagal panen tanaman tomat akibat kekeringan yang melanda wilayah itu.

Kondisi ini membuat para petani  mengalami kerugian puluhan juta rupiah akibat tanaman tomat mati dan buahnya membusuk.

Theodorus Laurens, salah satu petani holtikultura di Dusun Lirikelan, Desa Wuliwutik menuturkan, seluruh tangkai tanaman tomatnya kering dan buahnya membusuk karena sumber air berkurang dan tidak mampu memenuhi perkebunan tomat. Akibatnya tanaman tomat siap panen tidak tumbuh normal dan gagal panen.

"Airnya kurang sekali, padahal tomat ini sudah siap mau panen, kondisi ini membuat kami gagal panen," kata Theodorus, Rabu (2/10).

Ia mengaku, para petani di Desa Wuliwutik terpaksa gigit jari pasalnya tanaman jangka pendek yang merupakan harapan satu-satunya gagal panen karena tanaman tomat seluas empat hektar ini mati dan kering dari batang hingga buah.

Para petani mengaku pasrah dengan keadaan ini, sebab untuk membeli air satu tangki pun sangat mahal. Di musim kemarau ini harga air satu tangki mencapai Rp 300 ribu per tangki. Padahal dalam kondisi seperti kekeringan saat ini para petani harus memerlukan air yang cukup banyak.

“Kami hanya bisa mengharapkan bantuan dari pemerintah Kabupaten Sikka berupa air dan pupuk. Kami, para petani tidak bisa menggarap lahan pertanian seperti tanaman holtikultura,” ujarnya.

Selain itu, para petani mengharapkan pemerintah bisa mengatasi bagaimana caranya pasokan air ke kebun tomat terpenuhi, dan memberikan penyuluhan kepada petani agar bisa menghasilkan panen tomat yang baik.

Anggota DPRD dari Partai Golongan Karya (Golkar) Sikka, Maria Anggelorum Mayestatis atau Mayestati mengatakan, kondisi tanaman pertanian dari petani holtikultura yang mati dan tidak bisa dimanfaatkan karena kurangnya koordinasi dan minimnya pendampingan dari Petugas Pendamping Lapangan (PPL) desa setempat.

"Menurut saya, tanaman pertanian seperti holtikultura yang mati dan tidak bisa dimanfaatkan karena kurangnya koordinasi, pendampingnya kurang, PPL desa ini juga kurang,"ujar Mayesti, Selasa (8/10).

Selain itu, butuh pendamping dari Dinas Pertanian terkait pemantauan bibit tanaman sebelum bibit tanaman didistribusikan kepada para petani.

Kemudian, para pendamping lapangan harus melakukan pengecekan terhadap kelompok tani untuk mengetahui apakah kelompok tani tersebut sudah potensial atau belum yang kemudian akan diberikan bantuan bibit.

Kata dia, agar para petani bisa panen dengan maksimal maka dibutuhkan juga pendampingan secara maksimal oleh petugas pendamping di Desa itu termasuk sumber mata air yang menjadi salah satu faktor yang sangat penting untuk para petani Holtikultura. (ARNOLD WELIANTO)

 

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved