Opini
Apa Kabar Gedung NTT Fair, Monumen Pancasila dan GOR Mini Oepoi di Kota Kupang?
Jika ingin melihat contoh nyata tentang kondisi total lost yang sebenarnya dalam jasa konstuksi, ketiga bangunan ini adalah contoh nyata.
Karena waktu kontrak sudah berakhir, namun kepada penyedia diberi perpanjangan waktu 90 hari kalender dan penyedia memberikan uang jaminan perpanjangan waktu dalam bentuk Bank Garansi senilai sisa pekerjaan yang belum selesai (kurang lebih 50-60 persen).
Karena menurut PMK No. 163/PMK.OS/2013 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENERIMAAN DAN PENGELUARAN NEGARA PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN, Pasal 7 membolehkan PPK mencairkan keuangan 100 persen walau realisasi pekerjaan belum mencapai 100 persen; tapi penyedia wajib menyerahkan bank garansi senilai pekerjaan sisa.
Kondisi ini oleh penyidik dijadikan dalil dakwaan kepada para pihak karena ada progres fisik yang difiktifkan kurang lebih 20-30 persen. Kira-kira seperti itulah garis besar pelanggarannya.
Pasca keputusan pengadilan, bangunan Gedung NTT Fair menjadi tidak jelas mau diapakan kelanjutannya. Seolah jika sudah ada tindakan hukum dan para pihak yang bertanggung jawab dikenakan sanksi, masalah dianggap selesai.
Padahal tujuan semula proyek ini adalah terbangunnya sebuah tempat permanen untuk pameran pembangunan yang layak, sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya besar tiap kali event pameran pembangunan tahunan pada momen peringatan HUT Kemerdekaan RI.
Gedung ini pula diharapkan akan menjadi lokasi tetap bagi pelaku usaha UMKM agar bisa memasarkan produknya dari seluruh wilayah NTT.
Jika DKI punya Jakarta Fair, NTT punya NTT Fair. Kira-kira begitulah filosofi awal saat bangunan ini digagas.
Sayang tujuan dan manfaat proyek yang pembiayaannya didukung oleh DPRD NTT waktu itu, tidak tercapai karena para pihak terlanjur dikenakan sanksi pidana, dan seolah semua berakhir dengan jatuhnya sanksi.
Seolah jika terbukti bersalah, pasti dihukum, dan jika sudah dihukum maka selesai masalahnya.
Begitu sederhananya kita melihat penggunaan anggaran negara tanpa mau melihat aspek lainnya yang lebih besar yakni kepentingan masyarakat.
Memang penegakan hukum juga untuk kepentingan masyarakat, namun mari kita lihat detailnya.
Jika dihitung rincian kerugian negara di proyek ini kira-kira begini: nilai kontrak kurang lebih Rp 31 miliar, sudah dibayar ke penyedia sekitar Rp 25 miliar.
Pengembalian kerugian negara sebagai hasil Putusan Majelis Hakim senilai kurang lebih Rp 11 miliar, dan sisanya adalah nilai bangunan yang tidak selesai senilai kurang lebih Rp 14 miliar.
Dan bangunan yang tidak dilanjutkan ini, material sisanya banyak yang hilang dicuri orang, rusak. Dengan kata lain semua bangunan hilang tanpa manfaat.
Dalam kasus ini sepintas APH telah menyelamatkan uang negara sebesar Rp 11 miliar sebagaimana putusan Pengadilan. Ini pun jika penyedia menggantinya karena jika sudah ditahan bagaimana pula mau mengganti kerugian negara sebesar itu?
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.