Opini
QUO VADIS RABIES di NTT ?
Tribun Flores 19 September 2024 menulis sepanjang 2023 sampai 19 September 2024 di TTU total ada 1.558 orang digigit anjing diduga rabies
QUO VADIS RABIES di NTT ?
Oleh : Soeharsono drh, DTVS, PhD *)
POS-KUPANG.COM- Larantuka, Flores, Provinsi NTT tertular rabies November 1997. Diduga penularan terjadi karena seorang nelayan membawa 1 atau 2 anjing dari Buton, Sulawesi Tenggara.
Buton termasuk wilayah tertular rabies. Nelayan tersebut tidak menyadari bahwa anjing nampak sehat tersebut sedang dalam masa inkubasi rabies. Masa inkubasi rabies bisa beberapa minggu sampai beberapa bulan.
Seperti lazimnya, rabies masuk ke kawasan baru, dengan populasi anjing berkeliaran cukup banyak, maka korban manusia meninggal juga banyak. Umumnya, masyarakat di wilayah bebas rabies tidak menyadari apa yang harus diperbuat bila digigit anjing. Setelah terjadi kematian, beritanya menjadi heboh.
Daerah bebas umumnya tidak menyediakan vaksin anti rabies (VAR) dan serum anti rabies (SAR) untuk manusia, karena harga VAR, terlebih SAR cukup mahal. VAR/SAR telah terbukti sangat menolong sebagai post exposure prophylaxis (PEP) bagi orang yang baru saja digigit anjing diduga rabies.
Dari Laratuka rabies menyebar ke Sikka 1998, lalu Ende dan pulau Lembata 1999, Ngada dan Manggarai 2000. Seluruh kabupaten di Flores tertular rabies akhir tahun 2001.
Pemkab Sikka menetapkan KLB setelah kasus gigitan anjing diduga rabies meningkat sepanjang Januari - April 2024. Tercatat 917 gigitan, 8 meninggal dunia.
Tanpa diduga pada Juni 2023 seorang meninggal dengan berita sebelumnya digigit anjing di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) di Pulau Timor, NTT. Spesimen anjing yang dikirim ke laboratorium BBVET Denpasar mengkonfirmasi positif rabies
Tidak diketahui asal penular rabies, namun kemungkinan besar dari Flores atau sekitarnya. Dari TTU rabies menyebar ke TTS.
Tribun Flores 19 September 2024 menulis sepanjang 2023 sampai 19 September 2024 di TTU total ada 1.558 orang digigit anjing diduga rabies. Sebagian kasus gigitan mendapat VAR, namun 7 orang dinyatakan meninggal karena rabies, ungkap Kepala Dinas Kesehatan TTU Robertus Tjeunfin.
Upaya mengatasi rabies sejak 2008 hingga 2024 di NTT lewat vaksinasi anjing dan eliminasi terbatas di sekitar lokasi gigitan, tidak berhasil membebaskan rabies. Bahkan Lokasi penyebaran rabies bertambah.
Sebenarnya Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan telah menerapkan peta jalan (road map) I pembebasan rabies di Indonesia 2014-2019.
Saat tahun 2018 belum ada tanda-tanda rabies akan bebas, dibuat road map II tahun 2018-2030. Diharapkan Indonesia bebas rabies 2030. Nampaknya sulit Indonesia bebas rabies 2030 sepanjang bagian hulu rabies belum beres.
Dua puluh satu tahun silam, tepatnya 12 September 2003, sebuah media cetak nasional menulis “Upaya Mengatasi Rabies di Flores”. Di dalam tulisan tersebut disarankan memutus siklus rabies dengan mengeliminasi anjing geladak.
Yang dimaksud dengan anjing geladag adalah anjing tanpa pemilik. Tindakan eliminasi secara medis disebut euthanasia, tanpa menyakiti anjing, dilakukan oleh tenaga terlatih secara penyuntikan intra vena (lewat pembuluh darah vena), menggunakan bahan kimia khusus. Euhtanasia perlu dilakukan karena upaya mengatasi rabies melalui vaksinasi selama bertahun-tahun tidak berhasil memutus siklus penularan rabies.
Memperhatikan kesulitan pembebasan rabies selama lebih 25 tahun, timbul pertanyaan “Quo Vadis Rabies NTT? (“Mau kemana rabies di Flores?” Sebaiknya kita belajar dari keberhasilan Jepang membebaskan rabies, serta menyimak pesan peringatan Hari Rabies se Dunia.
Pelajaran dari Jepang dan Hari Rabies se Dunia
Jepang tertular rabies abad 18. Cukup banyak korban meninggal akibat rabies. Peraturan tentang pemberantasan rabies no: 247 tahun 1950 di-amandemen beberapa kali, Setelah berjuang dengan keras akhirnya Jepang dinyatakan bebas rabies tahun 1957.
Ada 3 tindakan penting yang dilakukan untuk membebaskan rabies yakni: (a) registrasi anjing berpemilik dan pembatasan gerak di ruang terbuka, (b) euthanasia anjing tanpa pemilik dan (c) keharusan vaksinasi rabies anjing berpemilik.
Omoe dkk. (2008) dalam Journal Emerging Infectious Diseases, menyebutkan, tindakan Jepang eradikasi rabies dapat diaplikasikan di seluruh dunia. Penulis menyarankan sebaiknya NTT mencontoh tindakan Jepang.
Sebuah organisasi nir-laba Global Alliance for Rabies Control menginisiasi Hari Rabies se Dunia (World Rabies Day / WRD) sejak 2007. WRD didukung oleh WHO, FAO dan WOAH (organisasi kesehatan hewan dunia), menargetkan tidak ada orang meninggal karena rabies anjing (dog mediated rabies) tahun 2030.
Peringatan WRD diadakan tiap 28 September. Thema WRD 2024 adalah “Breaking rabies Boundaries”. Anjing merupakan penular utama (99 persen) rabies di Afrika dan Asia.

Menyimak thema WRD, penulis menginterpretasikan bahwa NTT perlu melakukan tindakan dinamis, fokus pada tujuan membebaskan rabies, melebihi tindakan yang dilakukan selama ini.
Pengamatan penulis terhadap rabies di Bali selama 16 tahun menyimpulkan siklus rabies ada pada anjing tidak bertuan (termasuk anak anjing) atau anjing geladak. Inilah bagian hulu masalah rabies.
Cakupan (coverage) vaksinasi anjing geladak sangat rendah, karena sulit ditangkap, berada pada lokasi yang sulit dijangkau petugas (vaksinator). Situasi di NTT kurang lebih mirip Bali.
Inggris bebas rabies 1902. Dr. Scott dan Dr Chalmers(1976) dalam bukunya “Animal Diseases in the Tropics” berkaitan rabies menulis “The constant elimination of stray dogs is essential”. Sampai kini baik Inggris dan Jepang tetap bebas rabies.
Sekelompok orang menganggap eliminasi anjing geladak sebagai tindakan sadis, meskipun tujuannya untuk menyelamatkan nyawa manusia.
Sebagai pembanding Australia mengeliminasi jutaan kucing tidak bertuan. Kucing bukan satwa asli Australia, namun dibawa imigran beberapa ratus tahun silam.
Saat pemiliknya, meninggalkan Australia, kucingnya tidak dibawa serta, sehingga berkembang biak menjadi jutaan. Kucing tidak bertuan memangsa satwa asli Austalia seperti bandicoot, bilbies, numbat, quoka, dll. sehingga dikhawatirkan punah.
Untuk melindungi satwa asli Australia menyatakan “perang” terhadap kucing tiak bertuan. Tindakan Australia bisa dilihat dari video antara lain “Australia war against feral cats”
Mungkin banyak masyarakat tidak menyadari dahsyatnya rabies. Untuk menimbulkan wabah di NTT dengan korban manusia cukup banyak, selama lebih 25 tahun, hanya bersumber seekor anjing dari Buton masuk Larantuka.
Semoga pengambil kebijakan berani mengambil kebijakan tegas untuk menyelamatkan nyawa manusia.(*)
Penulis : Mantan Penyidik Penyakit Hewan *)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.