Opini
Opini: Dibutakan Kekuasaan
Ketika Joko Widodo tampil sebagai kandidat calon Presiden dalam Pemilu 2014, dia mengusung ide yang amat elegan, brilian yakni Revolusi Mental.
Pertama, Jokowi adalah Presiden yang sedang berkuasa saat ini. Sesungguhnya pengalaman Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto dapat menjadi model pembelajaran yang kasat mata dan sempuna baginya. Jokowi pun dapat belajar pada pemimpin dunia lainnya yang terbuai oleh kekuasaan dan akhirnya harus diturunkan dengan cara yang tidak terhormat bahkan melalui pertumpahan darah, perang saudara.
Kedua, sebagai orang nomor satu di Republik ini, Jokowi, dengan segala wewenang dan pengaruh yang ada padanya, jika dia mau, dapat melakukan banyak hal lagi yang lebih baik bagi bangsa ini dalam periode kedua sebagaimana yang telah ditunjukkan dalam periode pertama masa kepemimpinannya.
Lebih dari itu, dia juga dapat mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersatu padu dengan mengerahkan segala sumber daya demi memajukan bangsa ini agar setara dengan negara maju lainnya. Rakyat akan berada di belakangnya, mendukungnya demi mewujudkan cita-cita: kebaikan bersama.
Ketiga, Jokowi mengusung gagasan Revolusi Mental. Dengan ide Revolusi Mental yang amat brilian yang digaungkannya sendiri ketika mulai menjalankan pemerintahannya, justru dilawan pula oleh Jokowi sendiri terutama di penghujung masa baktinya.
Apakah konsep ini hanya trik Jokowi untuk mendulang suara dalam Pilpres, menarik simpati rakyat? Apakah gagasan ini diusung hanya supaya kelihatan hebat? Apakah buah pemikiran itu lahir dari kepeduliannya untuk sungguh-sungguh memihak orang yang lemah dan terpinggirkan? Pertanyaan-pertanyaan ini hanya bersifat dugaan. Sebab yang paling tahu adalah Presiden Jokowi sendiri.
Keempat, Jokowi memulai kariernya dari orang biasa (lahir dari orang yang biasa-biasa saja, tukang mebel). Dengan latar belakang itu, dalam pikiran banyak orang, tentu berkeyakinan bahwa Jokowi mengenal dengan amat baik kehidupan rakyat jelata pada umumnya. Kemudian berbekal pengetahuan dan pengenalan yang baik itu, Jokowi melakukan terobosan melalui kebijakan-kebijakan dan program-program yang berpihak pada rakyat terutama orang kecil, lalu mempertahankan sikap dan keberpihakannya hingga akhir masa jabatannya.
Kelima, oleh karena Jokowi berada di puncak kekuasaan (Presiden), dengan sendirinya sorotan mata seluruh rakyat Indonesia tertuju padanya. Apa pun ucapannya, perilakunya, sikapnya, penampilannya, akan selalu direkam, dicatat, diingat dan tersimpan dalam memori rakyat Indonesia, menjadi bagian dalam sejarah Indonesia. Lebih dari itu, Jokowi juga akan menjadi model bagi pemimpin-pemimpin di level lokal (mengikuti apa yang dibuat Jokowi).
Keenam, perbuatan yang dilakukan Presiden Jokowi justru persis di era reformasi, yang di dalamnya terdapat beberapa tuntutan seperti penegakan supremasi hukum, pemberantasan KKN, belum tuntas dipenuhi. Apakah Presiden Jokowi lupa atau sengaja melupakan tuntutan itu termasuk seluruh perjuangan kaum reformis bahkan hingga mempertaruhkan nyawanya? Sekali lagi hanya Jokowi yang tahu.
Kesan yang buruk
Dalam setiap Pemilu, Pilkada, selalu saja ditemukan pelbagai modus dalam upaya memperoleh dan mempertahankan kekuasaan, mulai dari cara yang paling elegan, santun, adab, religus, sampai pada cara yang paling kotor, busuk, jijik, bar-bar, biadab.
Pada suatu kesempatan kita mengangkat topi bagi mereka yang mempraktikkan cara-cara yang terhormat seperti naik ojek saat pergi mendaftar, mengunjungi tokoh agama, mengadakan kegiatan amal, taat pada konstitusi dengan tidak lagi merubah undang-undang agar sesuai kepentingan dan sejenisnya.
Namun di lain waktu, kita juga menggeleng-geleng kepala, seolah tidak benar-benar yakin, terhadap mereka yang menjalankan praktik kotor dan di luar akal sehat seperti bagi-bagi uang (sudah dianggap biasa), saling jegal hanya demi kekuasaan. Lebih dari itu, mereka menghalalkan segala cara untuk mempertahankan kekuasaannya.
Terhadap mereka yang terobsesi dengan kekuasaan, kata-kata Prabowo dalam pidato penutupan Kongres keenam Partai Amanat Nasional di Jakarta pada Sabtu 24 Agustus 2024, terasa amat tepat. Berikut kata-katanya: “Mereka-mereka yang terlalu haus dengan kekuasaan, dan kadang-kadang kekuasaan itu hendak dibeli, hendak diatur oleh kekuatan-kekuatan lain, kekuatan-kekuatan di luar kepentingan rakyat. Nah, ini yang bisa mengganggu dan bahkan merugikan suatu bangsa.” (tempo.co 26/8/2024)
Dengan lain perkataan, meskipun ada banyak praktik yang amat terhormat, namun jauh lebih banyak praktik-praktik yang di luar akal sehat (kurang ajar) dalam meraih kekuasaan dan mempertahankannya. Cara-cara yang biadab itulah yang akhirnya memberi kesan kotor, busuk, jijik, terhadap kekuasaan terutama bagi orang-orang sederhana dan berpengetahuan rendah.
Penutup
Kekuasaan, pada hakekatnya sendiri, adalah baik. Kekuasaan merupakan sarana yang memberi jalan atau ruang kepada orang yang dipercayakan untuk dapat membantu sesamanya (menolong banyak orang), dan terlebih lagi mengangkat derajat orang-orang miskin papa, terpinggirkan, terkucil dari keterpurukannya. Dalam formula yang sederhana, kekuasaan adalah alat, bukan tujuan.
Sebagai alat, kekuasaan dimanfaatkan untuk mewujudkan tujuan hidup bernegara seperti yang termuat dalam UUD 1945 yakni melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan demikian kekuasaan sebagai amanah, kepercayaan, menemukan kedalaman maknanya.
Namun di sisi lain, kekuasaan juga dapat menjadi momok yang menakutkan, candu yang memabukkan. Hal ini hanya dapat terjadi, sekali lagi, hanya dapat terjadi bila mereka yang berada di tampuk kekuasaan lebih memfokuskan perhatian pada kepentingan diri dan kepentingan kelompoknya. Dengan demikian ungkapan Raja Prancis, Louis XIV: “Negara adalah aku” pun terasa amat relevan, aktual dan tepat dilekatkan bagi mereka.
Arnoldus Nggorong adalah alumnus STFK Ledalero, tinggal di Labuan Bajo
Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS
Opini - Banjir Bali dan Nagekeo: Pelajaran Mitigasi untuk Nusa Tenggara Timur |
![]() |
---|
Opini - Causa Etika: Putusan PTDH Kompol Cosmas |
![]() |
---|
Opini: Dari Ujung ke Ujung Elar Selatan, Cermin Keabadian Janji Pemerintah |
![]() |
---|
Opini: Ekonomi Politik Kenaikan Tunjangan DPRD NTT |
![]() |
---|
Opini: Pemilihan Rektor PTN dan Matematika Abunawas |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.