Rekonstruksi Pembunuhan Mey
Pdt Emi Sahertian Sebut Kasus Josefina Maria Mey Ada Predator yang Terpelihara
Aktivis perempuan itu mengatakan kejadian yang terjadi merupakan femisida atau pemusnahan.
Penulis: Irfan Hoi | Editor: Edi Hayong
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Pendeta Emi Sahertian menyebut kasus yang menimpa Josefina Maria Mey mengkonfirmasi adanya predator sesama manusia yang terpelihara dalam lingkungan umat beragama.
Sebagai tokoh agama, Pdt Emi Sahertian mengatakan, perempuan NTT adalah mata rantai yang dihadirkan Tuhan. Dia bilang, siapapun berbuat kekerasan ke perempuan maka itu melanggar kedaulatan Tuhan.
Aktivis perempuan itu mengatakan kejadian yang terjadi merupakan femisida atau pemusnahan.
Dirinya menegaskan, anehnya persoalan itu dianggap biasa. Alibinya adalah, kata dia, mabuk. Namun, kejadian dari Mey menggunakan argumentasi mabuk sebagai alibi.
"Peristiwa yang menimpa mama Mey itu adalah femisida. Artinya pemusnahan mata rantai hidup perempuan yang diberikan oleh Tuhan kepada dunia ini. Pemusnahan kemanusiaan perempuan," kata Pdt Emi, Jumat 20 September 2024 dalam aksi solidaritas kematian Mey.
Padahal, Albert Solo, suami dari Mey harusnya mendidik istrinya dengan sebaik mungkin. Bukan dengan mabuk dan membunuh istrinya.
Padahal, saat awal menikah sudah ada perjanjian dihadapan umat dan Tuhan untuk hidup bersama.
Mey, kata dia, adalah wajah perempuan dari perempuan lainnya yang dipercayakan Tuhan untuk melahirkan generasi berikutnya. Tokoh agama itu mengaku malu dengan kondisi ini.
Baca juga: Jaksa Sebut Rekonstruksi Penganiayaan Maria Mey Sinkron dengan Visum
"Sebagai pelayan umat, saya malu. Ternyata dalam umat kita ternyata ada, terpelihara manusia predator. Umatku ternyata ada yang predator. Pengakuan iman semacam apa bagi seorang suami seperti ini," kata Pdt Emi di depan Mapolresta Kupang Kota.
Menurut dia, kekerasan dalam rumah tangga kekuatannya lebih besar. Sehingga, dia meminta aparat kepolisian untuk bekerja dengan nurani dan profesional. Apalagi rekonstruksi kasus tersebut sudah selesai dilakukan.
Dia percaya, rekonstruksi bertujuan membuka lebih jauh keadilan dan kebenaran. Pdt Emi menegaskan jaringan solidaritas perempuan akan terus mengawal kasus itu, terutama ada pengenaan ketentuan mengenai femisida.
"Kami akan melawan jika itu tidak ada kualifikasi femisida. Kami akan melawan jika itu tidak ada kualifikasi pembunuhan terhadap perempuan. Kami akan melawan," katanya.
Dia juga mendorong saksi agar tidak perlu takut. Ada lembaga perlindungan saksi yang ikut membantu dalam proses itu. Ia meminta saksi berkata jujur dan tidak boleh terkontaminasi dengan bagian dari femisida.
Mewakili keluarga dan Solidaritas Anti Kekerasan & Diskriminasi Terhadap Kelompok Minoritas & Rentan (SAKSIMINOR) Ansy Rihi Dara mengatakan, agenda itu merupakan untuk mendapat kepastian dan mendapat keadilan.
"Ini kasus femisida. Bukan kasus biasa. Ini kasus pembunuhan kepada perempuan, yang dilatarbelakangi oleh kebencian yang lahir dari ketidakadilan gender," kata dia.
Dia mengajak semua pihak untuk terus mengawal kasus itu. Meski baru selesai melakukan rekonstruksi, namun segala proses harus terus mendapat perhatian. Ia tidak ingin ada kelengahan. Kasus itu membuka mata semua perempuan.
Baca juga: BREAKING NEWS: Rekonstruksi Hari Ini, Keluarga Josefina Maria Mey Datangi Polresta Kupang Kota
Femisida itu merupakan kematian sangat ekstrim. Apalagi, persoalan itu dilakukan orang paling dekat. Sisi lain, anak-anak ikut menyaksikan peristiwa keji itu selama kurun waktu yang lama.
"Ini proses pembelajaran bagi masyarakat di NTT bahwa ketika kekerasan terjdi dalam rumah tangga kita harus bersuara. Kita mendatangi pihak terkait. Agar negara kita betul-betul menegakkan keadilan," ujarnya.
SAKSIMINOR berjanji akan mengawal kasus itu. Baginya Mey adalah martir dan korban yang memberikan pembelajaran bagi orang lain.
Tujuannya agar tidak semua bungkam baik itu kekerasan fisik dan psikis. Menurut dia, itu merupakan akumulasi dari bentuk ketidakadilan yang dilakukan selama ini.
"Kami akan berproses dengan teman-teman kepolisian apakah suara yang kami sampaikan itu juga menjadi bagian yang diproses di tingkat kepolisian. Aksi ini akan terus berlanjut sampai ada putusan inkrah," kata Ansy Rihi Dara.
Aksi solidaritas Jumat petang itu diakhiri dengan bakar lilin dan doa bersama.
Membakar lilin, menurut SAKSIMINOR, sebagai simbol menerangi perjalanan mengungkap kasus itu agar adanya keadilan yang setara. (fan)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.