Berita NTT
Substitusi Batubara dengan Lamtoro dan Gamal, Peneliti: Kontinuitas Perlu Dijaga
Kenapa kita memilih tiga tanaman ini? Yang pertama, jangka waktu tumbuhnya singkat. Yang kedua, masyarakat kita sudah terbiasa menanam itu.
Penulis: Michaella Uzurasi | Editor: Oby Lewanmeru
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Michaella Uzurasi
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Keberlanjutan produksi bahan baku untuk substitusi batubara sebagai bahan bakar pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) perlu dijaga kontinuitasnya.
Demikian disampaikan Peneliti Undana sekaligus Koordinator Prodi Pendidikan Kimia Undana, juga Sekretaris Senat Undana, Prof. Dr. Yantus A. B. Neolaka, S.Pd., M.Si., dalam Undana Talk bersama Koorpus Layanan Pengembangan Inovasi Publikasi dan HAKI LPPM Undana, drh. Cynthia Dewi Gaina, M.TropVSc, Rabu, 14/08/2024.
Berikut cuplikan wawancara eksklusif bersama host jurnalis Pos Kupang, Ella Uzurasi.
Apa yang membuat anda dan tim memilih pohon lamtoro dan gamal?
Kenapa kita memilih gamal, lamtoro atau kaliandra? Riset kita sudah dimulai dari tahun 2018 sampai tahun 2021 kita mulai fokus kepada tanaman lamtoro dan sekarang kita fokus pada bagaimana mencari formula tapi kita berangkat dari kesepakatan antara negara-negara di dunia namanya Paris Agreement dimana kita Indonesia sudah menandatangani kontrak untuk tahun 2025 kita menekan karbondioksida itu sampai 23 persen.
Nah untuk itu mau tidak mau kita butuh juga energi baru terbarukan untuk menekan karbondioksida itu.
Pemerintah sendiri sudah mencanangkan energi baru terbarukan di NTT.
Di Sumba namanya Pulau Sumba Iconic, di Flores namanya Thermal Island dan kita Timor Biomass.
Untuk mendukung itu maka kita perlu cari tanaman yang bisa disubstitusikan kedalam batubara sebagai bahan bakar pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Tahun 2021 itu kita melakukan riset untuk mencari vegetatif yang memiliki nilai kalor yang mendekati batubara dan hasil laboratorium menunjukkan bahwa tiga tanaman ini paling mendekati batubara dalam nilai kalorinya.
Kenapa kita memilih tiga tanaman ini? Yang pertama, jangka waktu tumbuhnya singkat. Yang kedua, masyarakat kita sudah terbiasa menanam itu.
Lahannya sudah ada untuk menanam pohon untuk produksi?
Jadi prinsipnya begini. Kita memanfaatkan hutan rakyat, kita konversi menjadi hutan energi tapi kita juga melakukan penghijauan pada beberapa titik lokasi katakanlah ada di Teres, ada di Oetuke, untuk mendukung hutan energi itu. Jadi masyarakat nantinya akan menggunakan daunnya untuk hijauan pakan ternak sedangkan rantingnya kita gunakan untuk substitusi batubara ini menjadi co-firing.
Berarti ini dampaknya bisa langsung dirasakan oleh masyarakat?
Undana sudah menandatangani kontrak dengan PLN untuk memasok biomass ke PLTU. Nah secara hitung-hitungannya per bulan itu kita memasukkan 530-an ton.
Baca juga: Prodi Kimia FST Undana Gelar PkM Bagi Kaum Perempuan Jemaat GMIT Kanaan Naimata
Per hari itu sekitar 30 ton. Untuk itu tentunya kita perlu bahan baku untuk dibuat jadi wood chips.
Di sini ada kerja sama antara pemerintah daerah, Undana, masyarakat dan juga pelaku industri dalam hal ini Timor Bioenergy.
Jadi tim ini diketuai oleh Prof. Fred, kita sudah melakukan MoU dan Bumdes itu memasok kayu ke kita dengan nilainya kalau tidak salah kalau satu kilogram mentah itu sekitar Rp 350 jadi bisa dibayangkan kalau satu hari itu mereka pasok 4 ton dikali 350, yang dulunya mereka cuma buang, sekarang sudah bisa menjadi uang.
Ketersediaan lamtoro dan gamal di Kota Kupang sendiri apakah masih mencukupi untuk beberapa tahun atau perlu dilakukan penanaman lagi?
Dari hasil riset kami dan juga pemetaan lokasi, kita di Kabupaten Kupang saja itu luas lahannya ada sekitar delapan ribuan hektar. Di Kabupaten TTS ada sekitar enam ribuan hektar jadi sampai 30 tahun pun kalah dengan sistem yang kita bangun saya pikir masih tetap bisa memenuhi karena kita potong di satu lokasi, terus sudah mencapai sekian hektar kita pindah, potong di tempat lain dengan harapan tiga bulan di sini sudah tumbuh dan kita potong di tempat lain lagi jadi tidak menggunduli hutan.
Cara potongnya juga itu ada yang namanya tinggi batas cabang, kita potong satu meter keatas jadi tetap akan tumbuh, tidak merusak lingkungan dan juga tanaman-tanaman ini semakin dipotong kalau kita lihat itu akan tumbuh tunas lebih banyak. Nanti mungkin kita eksploitasi lima sampai enam tahun baru kita habiskan untuk tanam baru.
Penelitian ini didanai dengan program Kedaireka dan Kosabangsa. Bisa dijelaskan program tersebut?
Pada prinsipnya Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi sebenarnya memberikan keleluasaan kepada para peneliti atau dosen untuk mendapatkan hibah baik penelitian ataupun pengabdian kepada masyarakat baik itu dari internal DRTPM (Direktorat Riset Teknologi dan Pengabdian kepada Masyarakat) maupun internal Undana dan salah satu program ini dikatakan biro jodoh, konteksnya untuk Kedaireka.
Kedaireka ini sebenarnya singkatan dari Kedaulatan Indonesia dalam Rekacipta dimana ini bermula dari keinginan pemerintah untuk bisa menyelesaikan masalah-masalah yang ada di masyarakat selama dan pasca pandemi Covid, jadi bagaimana riset-riset para peneliti yang ada di perguruan tinggi itu tidak hanya terpusat di dalam perguruan tinggi itu sendiri tetapi dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.
Salah satunya dicanangkanlah Kedaireka dimana Kedaireka ini juga menjadi bagian dari pencanangan MBKM jadi misalkan Prof. Yantus sebagai dosen, juga mengajak mahasiswa yang mana konsep Kedaireka ini dasarnya adalah kolaborasi, kemitraan.
Jadi DRTPM itu menyediakan satu program, Kedaireka ini sebagai biro jodoh, artinya mempertemukan perguruan tinggi dengan spesifikasi dunia usaha dunia industri (DUDI).
Kemudian pertemuan ini ada dua skema, misalkan Prof ini menjawab skema A yaitu skema bagaimana hilirisasi riset-riset yang ada di perguruan tinggi ini untuk menghasilkan inovasi yang menjawab kebutuhan DUDI.
Kemudian ada skema yang kedua yaitu bagaimana para peneliti di perguruan tinggi memberikan hasil riset yang bisa menjawab kebutuhan keefektivitas tata kelola pemerintah. Jadi ada yang berhubungan dengan inovasi teknologi riset, tetapi ada juga yang berhubungan dengan policy research, kebijakan-kebijakan publik yang nantinya bisa digunakan oleh pemerintah baik pusat, lokal sampai ke desa untuk mencanangkan kebijakan yang bermanfaat bagi masyarakat.
Apa hal yang dibutuhkan masyarakat untuk meningkatkan produksi bahan baku?
Tentunya dari Kedaireka ini kan kita menghilirisasi riset kita untuk jadi produk yang dibutuhkan oleh dunia industri dalam hal ini PLN membutuhkan biomass sebagai substitusi batubara.
Kontinuitas ini yang perlu dijaga karena tidak mungkin kita tanda tangan kontrak dengan PLN sudah bilang 20 ton per hari terus kita hanya kasih lima ton per hari.
Di sini kita sebagai periset tentunya sudah memikirkan matang bagaimana skenario di lapangan tapi perlu juga regulasi katakanlah peraturan Bumdes sehingga bisa mem-backup, jadi ada ikatan dan tanggung jawab kuat dengan masyarakat sehingga bisnis ini bisa dikelola dengan baik dan bisa berkelanjutan.
Kami periset ini sederhana saja. Tidak mungkin PLN itu tutup dan tidak mungkin bisnis ini berakhir.
Selalu butuh bahan bakar. Ini bisnis yang jaminannya pasti jadi sebenarnya bukan ada pada level kita lagi sebagai periset tetapi sudah di level bagaimana untuk kerjasama pentahelix ini dibangun dengan sistematis. (uzu)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.