Harga Beras Premium, Kedelai dan Cabai Merangkak Naik

Perum Bulog menyebut kenaikan harga beras beberapa terakhir ini disebabkan karena tingginya harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani.

Editor: Dion DB Putra
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Ilustrasi. Harga pangan beberapa komoditas terpantau naik harga mulai dari berbagai jenis beras, kedelai, cabai hingga daging sapi murni. 

Sementara bila dibandingkan dengan musim panen raya pada April dan Mei 2024, jumlah produksi beras pada Juli 2024 turun tajam. Pada April mencapai 5,31 juta ton dan Mei 2024 mencapai 3,61 juta ton.

Serap Gabah Lokal

Perum Bulog memastikan penyerapan gabah kering panen (GKP) tetap dilakukan meskipun harganya telah melambung tinggi mencapai Rp 6.700-7.000 per kilogram (kg), atau di atas ketetapan harga pembelian pemerintah (HPP) yakni Rp 6.000 per kg.

Direktur Bisnis Perum Bulog, Febby Novita menjelaskan saat harga GKP tinggi, Bulog dapat menyerap dengan mekanisme komersial. Dengan begitu, Bulog tetap bisa menjaga stok beras di pasar.

“Kalau harganya (gabah) tinggi kita serap komersial, karena kita juga punya peluang jualan, jadi kita serap terus,” Febby usai acara Bulog Fun Morning di Jakarta, Minggu (4/8/2024).

Bulog mencatat realisasi penyerapan beras dalam negeri telah mencapai 800.000 ton. Selain untuk program SPHP, sebagian beras juga dijual secara komersial untuk keberlangsungan usaha BUMN Pangan ini.

Meski begitu, Febby menegaskan beras kemasan premium ini tetap dijual sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras premium yakni Rp 14.900-Rp 15.800 per kg bergantung zonasi. Tujuannya, agar masyarakat juga memiliki pilihan beras berkualitas dengan harga yang masih terjangkau.

“Jadi kalau HET premium Rp 14.900/kg ya kita tidak akan jual di atas itu walaupun kadang tidak ada untung yang penting kita hadir ke masyarakat dengan supaya dapat harga terjangkau,” ungkapnya.

Saat ini, Bulog juga terus mengembangkan produk beras dari sisi komersial agar lebih dikenal oleh masyarakat. Pihaknya memastikan beras ini bersumber langsung dari petani lokal, bukan impor. (*)

Sumber: Kontan
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved