Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik Minggu 28 Juli 2024, Ia Menyediakan Secara Berlimpah

diperuntuk untuk satu orang. Di sini menjadi jelas bahwa yang ditekankan oleh Elisa dalam kisah ini adalah janji Tuhan.

Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/HO
Diakon Gabriel A I Benu, Pr menyampaikan Renungan Harian Katolik Minggu 28 Juli 2024, Ia Menyediakan Secara Berlimpah. 

Oleh: Diakon Gabriel Irenius

POS-KUPANG.COM - Renungan Harian Katolik Minggu 28 Juli 2024, Ia Menyediakan Secara Berlimpah

Hari Minggu Biasa XVII
 
Bacaan I: 2Raj 4:42-44
Bacaan II: Ef 4:1-6
Injil: Yoh 6:1-15

Saudara-saudari terkasih

Hari ini kita memasuki Hari Minggu Biasa ke-XVII. Bacaan-bacaan suci yang telah diperdengarkan kepada kita mengungkapkan satu kenyataan yang tidak terbantahkan bahwa kehidupan kita selalu berada di dalam rancangan dan penyelenggaraan Allah.

Ia yang telah menjadikan kita ada dan bergerak, Dia jugalah yang menyediakan segala sesuatu yang kita butuhkan di dalam perjalanan dan perjuangan hidup di dunia ini dengan segala bentuk tantangannya. Bahkan lebih dari itu, Allah telah menyediakan apa yang kita butuhkan secara berkelimpahan. Yesus sendiri bersabda, “Ego veni ut vitam habeant et abudantius habeant.” “Aku datang supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dengan berlimpah-limpah.” (Yoh 10:10).

Saudara-saudari terkasih

Bacaan pertama 2Raja-Raja 4:42-44 mengisahkan tentang seorang dari Baal-Salisa membawa bagi Elisa, abdi Allah, roti hulu hasil yaitu dua puluh roti jelai serta gandum baru dalam sebuah kantong. Kisah ini dilatari oleh kondisi kelaparan yang sedang melanda Kerajaan Utara. Yang menjadi menarik dalam kisah ini adalah, roti hulu hasil atau roti hasil pertama seharusnya diberikan kepada para imam Lewi oleh seorang Israel yang saleh (bdk. Im 23:10), justru dibawa oleh seorang yang disebut berasal dari Baal-Salisah bukan kepada para imam tetapi kepada Elisa, seorang dari lingkaran nabi Elia. Terhadap pemberian itu, Elisa justru memerintahkan agar diberikan kepada seratus orang untuk dimakan.

Pertanyaannya, bagaimana seratus orang dapat makan dua puluh roti jelai dan sekantong gandum? Ini juga yang menjadi pertanyaan dari pelayan itu. Tentu dalam perhitungan matematis, tidak mungkin memberi makan serratus orang dengan makanan yang diperuntuk untuk satu orang. Di sini menjadi jelas bahwa yang ditekankan oleh Elisa dalam kisah ini adalah janji Tuhan.

“Orang akan makan, bahkan aka nada sisanya dan hal itu terjadi” (ayat 43-44). Dengan ini sesungguhnya kita dibawah kembali pada semangat dasar warta nabi dalam seluruh sejarah Perjanjian Lama bahwa Allah telah berjanji dan Ia sendiri telah mengukuhkan janji itu dengan tuntutan ibadah dan penyembahan yang benar. Jelasnya ialah “Siapa taat maka selamat dan sebaliknya yang tidak taat binasa”.

Kisah ini bukanlah suatu mukjizat penggandaan makanan tetapi suatu tanda penyelenggaraan Allah dalam pemenuhan janji-janji-Nya. Seratus orang pertama-tama bukan menyangkut kuantitas atau banyaknya orang yang makan, melainkan suatu simbolisasi bahwa dalam keadaan yang paling sulit bahkan mustahil ada jalan keluar, Allah terlibat dan menyediakan. Bahkan menyediakan secara berlimpah-limpah.

Penyelenggaran Allah yang berlimpah-limpah inilah yang dikidungkan oleh pemazmur hari ini “Engkau membuka tangan, ya Tuhan, dan berkenan mengeyangkan kami. Di sinilah kita perlu dan harus melihat bahwa tangan Tuhan selalu menyediakan kebutuhan manusia secara berlimpah. Pertama-tama bukan soal makanan dan minumam yang mengeyangkan sesaat tetapi lebih dari itu Ia menyediakan keadilan yang berbelaskasih, kasih yang menghidupkan dan kesetiaan yang menjamin kehidupan itu.

Saudara-saudari terkasih
Selanjutnya di dalam bacaan kedua, kita mendengar nasihat Rasul Paulus kepada umat di Efesus untuk hidup dalam satu tubuh, satu Tuhan, satu iman dan satu baptisan. Singkatnya hidup sebagai persekutuan orang percaya. Jelas bahwa persatuan itu perlu dibinadalam sikap rendah hati, lemah lembut dan sabar.

Harus menunjukkan kasih yang saling membantu dan memelihara. Diikat oleh damai sejahtera. Dengan kata lain, persekutuan yang selalu meletakkan harapan pada Allah yang mengatasi semua, menyertai semua dan menjiwai semua.

Nasihat Rasul Paulus ini berarti juga bahwa persekutuan hidup yang menaruh harapan pada Tuhan harus menjadi persekutuan hidup yang menjamin bahwa tidak satupun dari tiap-tiap orang dalam persekutuan itu ditinggalkan.

Paus Fransiskus dalam pesannya pada Hari Migran dan Buruh Sedunia ke-106 tahun 2020 menegaskan bahwa, “persatuan, komunio sesungguhnya membantu kita untuk bertumbuh dan berbagi”. Berbagi adalah unsur penting dalam komunitas Kristiani sejak Gereja Perdana.

“Kumpulan orang yang telah percaya itu sehati dan sejiwa, dan tidak seorangpun berkata bahwa sesuatu dari kepunyaanya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama” (Kis 4:23). Ini seharusnya mendorong kita untuk memasuki suatu kebutuhan dasar dari setiap manusia yakni damai sejahtera, keadilan dan belaskasih. Dengan demikian dapat kita katakan bahwa, tanpa perhatian dan keberpihakan Gereja, yakni persekutuan orang beriman pada kebututuhan-kebutuhan dasar manusiawi ini tidak mungkin akan tercapai secara efektif kebutuhan-kebutuhan penunjang keberlangsungan hidup seputar meja makan, pendidikan, tempat tinggal yang layak, lingkungan pekerjaan yang kondusif, tempat tinggal yang layak huni dan tentunya lingkungan hidup masyarakat yang harmonis.

Tuhan menghendaki pesatuan yang saling mendukung dan memperkaya dengan menaruh harapan pada Allah satu-satunya sumber dan tujuan dari keberadaan dan gerak hidup kita.

Saudara-saudari terkasih
Nasihat Rasul Paulus inilah yang kiranya bersumber dari kepedulian Yesus ketika Ia memberi makan lima ribu orang dengan lima roti jelai dan dua ekor ikan. Yesus naik ke atas gunung dan duduk di situ suatu tanda yang menunjukkan otoritas dan wibawa-Nya sebagai Guru dan Tuhan. Dengan otoritas dan kewibawaan-Nya ini, Yesus memperhatiakn kebutuhan orang-orang yang datang kepada-Nya. Ia memberi mereka makan.

Pertanyaan kepada Filipus tentang di mana harus memberi makan adalah cara untuk mencobai Filipus. Tuhan tahu apa yang Ia perbuat. Di sinilah seringkali kita perlu memahami bahwa kesulitan yang kita alami sesungguhnya adalah cara Tuhan menguji di manakah kita meletakkan harapan.

Dari lima potong roti dan dua ekor ikan yang dimiliki oleh seorang anak, Yesus memberi makan lima ribu orang laki-laki. Bila dalam bacaan pertama, tindakan Elisa didasarkan pada janji TUHAN, maka kini tindakan itu menjadi nyata. Tuhan sendiri berkarya. Ia memperhatikan kebutuhan manusia dan segera mewujudkannya. Mereka makan secara berlimpah hingga berkelebihan.

Dua belas bakul potongan yang dikumpulkan bukanlah sisa. Itulah tanda kepenuhan yang berlimpah-limpah. Ingat, Tuhan memberi kepada kita melebihi apa yang kita minta. Yang diperlukan dari pihak kita adalah datang kepada-Nya. Pehatian Tuhan kepada manusia tidak membutuhkan kalkulasi ekonomi untung rugi. Ia menyadiakan pertama-tama karena belas kasih, kemurahan hati dan keadilan.

Saudara-saudari terkasih
Kelimpahan datang dari kerelaan untuk bersyukur. Hanya orang bersyukur yang mampu melihat pemberian Tuhan yang berlimpah-limpah. Sebaliknya orang yang tidak tahu bersyukur selalu mendapati dan melihat kenyataan hidupnya serba berkekurangan. Penting bagi kita untuk mengingat, kemurahan, keadilan dan belaskasih Tuhan tidak untuk dieksploitasi.

Dengan kata lain, kita datang kepada Tuhan bukan saat butuh lalu pergi ketika kebutuhan terpenuhi. Iman kita bukan iman materialistis. Bukan soal makan sampai kenyang. Atau berpakaian sampai bingung mana yang harus dipakai, atau menimbun kekayaan sampai Bank tidak bisa terima, atau merias diri sampai orang salah kenal. Iman kita lebih dari itu. Sebagaimana kisah Elisa, nasihat rasul Paulus dan tindakan Yesus, kita dituntun untuk meletakkan segala persoalan hidup kita pertama-tama pada penyelenggaran Tuhan.

Dari situlah kita terjun ke dalam dunia dan rutinitas harian kita sebagai suatu persekutuan orang-orang percaya yang terlibat untuk membangun kasih bagi semua orang, keadilan bagi yang tertindas, kepedulian bagi yang lemah, lapar, sakit dan ditinggalkan. Akhirnya, percayalah bahwa ketika melaksanakan hal-hal yang dituntut ini, akan ada tantangan dan kesulitan. Dan justru disitulah Tuhan sedang mendidik dan membentuk kita menjadi manusia sejati. Mudah-mudahan.(*)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved