Berita Timor Tengah Utara

Kasus Kekerasan Terhadap Anak di Kabupaten TTU Didominasi Kasus Rudapaksa

Menurutnya, dari 35 kasus kekerasan terhadap anak di tahun 2023 tersebut, 7 kasus terkategori kekerasan fisik, dan 5 kasus kekerasan psikis

Penulis: Dionisius Rebon | Editor: Edi Hayong
POS-KUPANG.COM/DIONISIUS REBON
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten TTU, Frans Xaverius Tas'au, SKM., M. Kes, Rabu, 24 Juli 2024 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Dionisius Rebon

POS-KUPANG.COM, KEFAMENANU - Kasus kekerasan terhadap anak di Kabupaten Timor Tengah Utara pada umumnya didominasi oleh kasus dugaan tindak pidana rudapaksa anak.

Pasalnya pada tahun 2023 sendiri tercatat 25 kasus dugaan rudapaksa anak dari total 35 kasus kekerasan terhadap anak.

Demikian disampaikan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten TTU, Frans Xaverius Tas'au, SKM., M. Kes, Rabu, 24 Juli 2024.

Menurutnya, dari 35 kasus kekerasan terhadap anak di tahun 2023 tersebut, 7 kasus terkategori kekerasan fisik, dan 5 kasus kekerasan psikis.

Sementara pada Semester I tahun 2024 ini, kata Frans, terdapat 10 kasus kekerasan terhadap anak di Kabupaten TTU. Kasus kekerasan terhadap anak ini mencakup 1 kasus kekerasan fisik, 1 kasus kekerasan psikis dan 8 kasus dugaan rudapaksa terhadap anak.

"Kasus yang menonjol di Kabupaten TTU adalah kasus dugaan kekerasan seksual terhadap anak,"ujarnya.

Kasus dugaan rudapaksa anak ini biasanya dilakukan oleh orang-orang terdekat korban. Biasanya penanganan kasus dugaan rudapaksa anak ini ditangani pihak kepolisian Polres TTU dan juga DP3A Kabupaten TTU.

Baca juga: BREAKING NEWS: Siswa SMA di Manggarai Barat Rudapaksa Pelajar SMP

DP3A Kabupaten TTU memberikan pendampingan atau konseling kepada korban rudapaksa. Pasalnya, anak korban biasanya mengalami trauma pasca insiden tersebut.

Ia menjelaskan, terkadang lembaga pendidikan mengeluarkan anak korban dari sekolah. Karena pihak sekolah beralibi korban telah mempermalukan sekolah tersebut.

Fenomena ini kemudian mendorong DP3A melakukan pendampingan lagi terhadap anak korban maupun memberikan edukasi dan sosialisasi kepada sekolah. Anak korban kemudian kembali menjalani proses belajar mengajar di sekolah.

Peran DP3A ini, ucap Frans, bukan hanya untuk penanganan korban secara psikologis tetapi juga kehidupan sosial dan masa depan korban. Kekerasan fisik terhadap anak jarang terjadi di Kabupaten TTU. Namun kekerasan seksual lebih mendominasi. (*)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved