Liputan Khusus

Lipsus - Sabarno Menyerah Setelah 10 Tahun Buron, Jamaah Islamiyan Akhirnya Bubarkan Diri

Ustad Abu Fatih alias Abdullah Anshori alias Ibnu Muhammad Thoyibini juga meminta maaf kepada aparat keamanan, pemerintah, dan rakyat Indonesia.

Editor: Ryan Nong
TRIBUNNEWS.COM
Sejumlah tokoh berbicara mengenai kelompok Al Jamaah Al Islamiyah atau Jamaah Islamiyah atau JI yang bubar atau membubarkan diri serta memutuskan islah dengan aparat keamanan, pemerintah dan negara Republik Indonesia. 

Gempur Budi Angkoro alias Urwah ini tewas saat menemani Noordin Mohd Top bersembunyi di sebuah rumah di Mojosongo, Kota Solo. Rumah itu diserbu Densus 88 Antiteror pada 16 September 2009 sekira pukul 22.30 WIB. Pertempuran berlangsung hingga pagi karena Noordin Mohd Top melawan.

Ia menolak menyerah, dan akhirnya mati bersama tiga pendampingnya, yaitu Urwah, Ario Sudarso alias Aji, dan Susilo. Susilo merupakan pengontrak rumah, dan saat kejadian bekerja mengurus ternak di Ponpesn Al Kahfi Mojosongo.

Sehari-harinya sebelum penggerebekan, Susilo tinggal Bersama Putri Munawaroh, istrinya yang tengah hamil. Penampilan dan pergaulannya normal seperti kebanyakan warga setempat. Ia juga berinteraksi biasa saja dalam urusan-urusan social dengan tetangga sekitar.

Kembali kekisah Sabarno, sesudah lulus  dari Darusy Syahadah, ia aktif di jamaah dan menjalani aneka peran dan misi gerakan.
Ia pernah dikirim kursus singkat ke wilayah Moro atau MILF di Mindanao. Lalu terjun ke konflik  Ambon, dan paling jauh, diberangkatkan ke Suriah.

Di  Mindanao, Sabarno belajar selama empat bulan saat pecah perang total antara pasukan MILF dan militer Filipina. Kamp Abubakar, lokasi pelatihan militer  para jihadis dari Indonesia saat itu sudah hancur lebur diserbu tentara.

Sabarno dan sejumlah orang asal Indonesia, menjalani kursus di hutan Mindanao di tempat seadanya. Setelah selesai, Sabarno pulang lewat  Malaysia. Kepulangannya tertunda-tunda karena aparat  keamanan Indonesia memperkuat perbatasan.

Akhirnya ia bisa masuk lewat jalur tikus, dan melanjutkan aktivitasnya di JI, termasuk misi khusus JI ke Suriah. Hingga akhirnya, toliahnya terendus dan anak buahnya pun ditangkapi 10 tahun lalu. Sabarno bergegas memboyong keluarganya lari dari tempat tinggalnya di Karanganyar, Jateng.

Pertama ia menyelamatkan diri ke sebuah tempat di Sragen, Jateng. Ia sempat berdagang ban bekas, jualan tahu bakso, dan bekerja apa saja untuk bertahan hidup.

Pimpin JI  Wilayah Jawa

Sosok  Abu Fatih alias Abdullah Anshori terlihat sangat dihormati di kalangan tokoh-tokoh utama eks Jamaah Islamiyah. Ini tampak ketika Tribun mendapat kesempatan dan akses beberapa kali menemui mereka di pinggiran Kota Solo, sepanjang Rabu (17/7/20204) hingga Jumat (19/7/2024).

Semua yang hadir dan bertemu Abu Fatih di lokasi terlihat segan. Beruntungnya, Tribun mendapat kesempatan pertama melakukan wawancara khusus dengan tokoh asal Magetan Jatim ini.

Sepintas Abu Fatih tampak orang yang tak banyak bicara, tenang, atau istilahnya klemar-klemer.  Usianya kini 66 tahun, dan tinggal di Sukoharjo. Kesibukannya sehari-hari di kebun, mengurus kebun pisangnya yang luasnya sekira 8.000 meter persegi.

Tapi setelah berbicara, Abu Fatih menunjukkan kemampuan verbalnya yang sangat bagus.  Artikulasi bicaranya runtut, lugas, jelas meski ia sempat berseloroh dirinya orang tua yang ompong. Gigi atas Abu Fatih memang sudah nyaris semuanya tanggal.

Sebelum diwawancarai, Abu Fatih menegaskan ia tidak membuat batasan apapun terkait isu yang ditanyakan.  Ia akan menjawab semua yang ditanyakan, sesuai kemampuan dan pengetahuan yang dimilikinya. Ia juga menjelaskan di awal, aktif di Jamaah Islamiyah hanya sampai 2001. Sesudah itu ia pasif, tidak ikut apapun yang dilakukan jamaah. Abu Fatih berusaha benar-benar di  luar organisasi walau tidak berlepas diri.

Keterlibatan  Abu Fatih di gerakan berbasis keagamaan ini dimulai dari beberapa decade lalu, ketika ia masih muda. Inspiratornya dan patronnya  Abdullah bin Ahmad Sungkar yang menginisiasi gerakan keagamaan usroh terkait afiliasinya dengan NII warisan SM Kartosoewirjo.

Akhir 70-an hingga awal 80-an, gerakan itu berkembang pesat dari Jawa Tengah lalu ke Jakarta dan sekitarnya. Menyeberang ke Sumatera dan daerah lainnya. Tahun 1985 Abdullah Sungkar lari ke Malaysia, tapi jaringan gerakan dan pengaruhnya masih eksis seperti kanker.

Abu Fatih mengikuti gerakan usroh, dan aktif di wilayah Jawa. Namanya lalu muncul ketika terjadi peristiwa Talangsari, Lampung. Aktor penting perlawanan Talangsari adalah Nurhidayat. Pria ini menjadi anggota usroh di Jakarta Selatan.

Ia mengenal gerakan usroh ini pada 1984 saat direkrut Abu Fatih alias Ibnu Thoyib, yang merupakan kader usroh  Abdullah Sungkar sejak di Solo. Saat  Abu Fatih aktif di Jakarta inilah, meledak peristiwa bentrok ormas dan pasukan keamanan Indonesia di Tanjungpriok.

Peristiwa Tanjung Priok adalah peristiwa kerusuhan massa pada 12 September 1984 yang menewaskan sekurangnya 24 aktivis dan simpatisan gerakan Islam, termasuk Amir Biki. Sekurangnya 160 orang ditangkap aparat keamanan segera sesudah kejadian tragis itu, termasuk  Abu Fatih alias Ibnu Muhammad Toyib.

Sesudah peristiwa Tanjungpriok, Abu Fatih dijebloskanke LP Cipinang bersama aktivis usroh dan gerakan Islam di Jakarta. Sosok Ibnu Toyib alias Abu Fatih inilah yang kelak ketika  Abdullah Sungkar mendirikan Jamaah Islamiyah, ditunjuk menjadi Ketua Mantiqi II meliputi wilayah Jawa.

Menurut pengakuan Abu Fatih, sekira tahun 1997, jauh setelah bebas dari LP Cipinang, ia dipanggil  Abdullah Sungkarke Malaysia. Kepada  Abu Fatih, Abdullah Sungkar meminta ia memimpin Mantiqi II yang membawahi Pulau Jawa. (tribunnews.com/Setya Krisna Sumarga)
 

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved