Opini

Opini: Menjaga Kebhinekaan di Tengah Arus Polarisasi Politik

Keberagaman ini menciptakan harmoni yang indah di tengah perbedaan, memperkaya nilai-nilai sosial dan budaya masyarakat Indonesia.

Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Tian Rahmat, S.Fil 

Oleh: Tian Rahmat,S.Fil
Alumnus IFTK Ledalero, Seminari Tinggi Ritapiret Maumere, Flores NTT

POS-KUPANG.COM - Indonesia adalah sebuah negara yang luar biasa dengan kekayaan budaya, suku, dan agama yang beragam.

Dari Sabang hingga Merauke, Indonesia tidak hanya dikenal karena keindahan alamnya, tetapi juga karena kebhinekaannya yang menjadi fondasi kuat dalam membangun bangsa.

Keberagaman ini menciptakan harmoni yang indah di tengah perbedaan, memperkaya nilai-nilai sosial dan budaya masyarakat Indonesia.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, kita menyaksikan fenomena yang mengkhawatirkan: polarisasi politik yang semakin tajam.

Polarisasi ini bukan hanya mempengaruhi dinamika politik nasional, tetapi juga mengancam kebhinekaan yang kita banggakan. Perpecahan politik seringkali membawa dampak negatif yang merembet hingga ke akar rumput, memecah belah masyarakat yang sebelumnya hidup berdampingan dengan damai.

Polarisasi politik ini memunculkan kekhawatiran tentang masa depan persatuan dan kesatuan bangsa. Bagaimana kita bisa menjaga kebhinekaan jika perbedaan pandangan politik terus memisahkan kita?

Apakah kita masih bisa merayakan keberagaman dalam kerangka persatuan jika polarisasi terus mengakar?

Penting bagi kita untuk menyadari bahwa kebhinekaan adalah aset berharga yang harus dijaga. Masyarakat Indonesia harus kembali pada semangat gotong royong dan toleransi yang menjadi dasar negara ini.

Dengan begitu, kita dapat meredam polarisasi dan memastikan bahwa keberagaman tetap menjadi kekuatan, bukan sumber perpecahan.

Polarisasi politik di Indonesia kerap diperparah oleh penggunaan media sosial. Berdasarkan data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), jumlah pengguna internet di Indonesia pada tahun 2022 telah melampaui angka 202 juta orang.

Media sosial seringkali menjadi alat penyebaran hoaks dan ujaran kebencian yang memperparah polarisasi politik.

Sebuah studi dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) pada tahun 2021 menunjukkan bahwa 42 persen responden pernah menerima informasi yang salah terkait isu politik melalui media sosial.

Ini adalah bukti nyata bahwa media sosial dapat menjadi factor pemecah dalam masyarakat.

Selain itu, retorika politik yang eksklusif dan cenderung memecah belah juga turut menyumbang pada polarisasi. Beberapa politisi menggunakan isu identitas seperti agama dan etnisitas untuk meraih dukungan.

Kasus Pilkada DKI Jakarta 2017, misalnya, menunjukkan bagaimana isu agama dimanfaatkan untuk tujuan politik, yang kemudian memicu ketegangan sosial.

Survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada tahun 2017 mencatat bahwa 52 persen pemilih mengaku terpengaruh oleh kampanye yang menggunakan isu agama.

Untuk menjaga kebhinekaan di tengah arus polarisasi politik, maka pendidikan toleransi dan kebhinekaan harus diperkuat sejak dini.

Pendidikan memiliki peran penting dalam membentuk karakter dan pandangan generasi muda. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) perlu mengintegrasikan nilai-nilai toleransi dan kebhinekaan ke dalam kurikulum sekolah.

Menurut laporan UNESCO pada tahun 2020, pendidikan yang inklusif dan berbasis nilai-nilai toleransi dapat mengurangi potensi konflik sosial.

Peran Media Massa

Media massa juga harus berperan aktif dalam menyajikan informasi yang akurat dan berimbang. Media massa memiliki tanggung jawab besar dalam membentuk opini publik.

Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) harus memperketat pengawasan terhadap konten yang disiarkan oleh media. Laporan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) pada tahun 2021 mencatat peningkatan signifikan dalam jumlah berita hoaks selama masa kampanye politik.

Tindakan tegas diperlukan untuk memastikan media massa berfungsi sebagai penyeimbang informasi.

Dialog yang konstruktif antara berbagai kelompok etnis, agama, dan budaya perlu ditingkatkan. Pemerintah dapat memfasilitasi dialog ini melalui berbagai forum, baik di tingkat lokal maupun nasional.

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di berbagai daerah telah berhasil mengatasi beberapa konflik sosial dengan mengedepankan dialog antar umat beragama.

Data Kementerian Agama pada tahun 2021 menunjukkan FKUB telah membantu menyelesaikan lebih dari 50 kasus konflik agama di berbagai daerah.

Pemimpin politik harus menjadi teladan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi dan kebhinekaan. Mereka harus menghindari retorika yang eksklusif dan cenderung memecah belah.

Presiden Joko Widodo, dalam pidato kenegaraan tahun 2020 menekankan pentingnya persatuan dan mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menjaga kebhinekaan.

Pidato tersebut mendapat apresiasi luas dari berbagai kalangan dan menjadi contoh bagaimana seorang pemimpin bisa mengarahkan opini publik menuju persatuan

Penegakan hukum terhadap pelaku penyebaran ujaran kebencian dan hoaks harus diperkuat. Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sudah memberikan landasan hukum yang kuat untuk menindak pelaku penyebaran hoaks dan ujaran kebencian.

Implementasi di lapangan masih perlu ditingkatkan. Data Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) pada tahun 2021 menunjukkan terdapat lebih dari 500 kasus penyebaran hoaks yang ditangani, tetapi hanya sebagian kecil yang berujung pada proses hukum yang tegas. Penegakan hukum yang konsisten sangat diperlukan untuk memberikan efek jera.

Peran Masyarakat Sipil

Masyarakat sipil juga memiliki peran penting dalam menjaga kebhinekaan. Organisasi masyarakat sipil bisa menjadi jembatan yang menghubungkan berbagai kelompok masyarakat.

Misalnya, organisasi seperti Wahid Foundation dan Setara Institute aktif dalam mempromosikan toleransi dan kebhinekaan melalui berbagai program dan kegiatan.

Laporan Wahid Foundation pada tahun 2020 menunjukkan bahwa kegiatan yang melibatkan berbagai kelompok masyarakat dapat meningkatkan rasa saling percaya dan mengurangi potensi konflik.

Dalam era polarisasi politik yang kian tajam di Indonesia, menjaga kebhinekaan menjadi tantangan yang semakin mendesak.

Media sosial, dengan jumlah pengguna internet yang mencapai lebih dari 202 juta orang, seringkali menjadi ladang penyebaran hoaks dan ujaran kebencian yang memperkeruh suasana.

Retorika politik yang eksklusif dan memecah belah juga turut memperparah situasi, seperti yang terlihat dalam Pilkada DKI Jakarta 2017. Untuk menjaga kebhinekaan, langkah pertama yang krusial adalah memperkuat pendidikan toleransi dan kebhinekaan sejak dini.

Integrasi nilai-nilai toleransi ke dalam kurikulum Sekolah dapat membentuk karakter generasi muda yang lebih inklusif dan menghargai keberagaman.

Selain itu, media massa harus memainkan peran aktif dalam menyajikan informasi yang akurat dan berimbang, serta menghindari penyebaran berita hoaks. Pengawasan ketat oleh Dewan Pers dan KPI terhadap konten yang disiarkan menjadi kunci penting dalam mengatasi masalah ini.

Dialog antar kelompok masyarakat juga perlu ditingkatkan untuk mengurangi ketegangan sosial. Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) telah membuktikan keberhasilannya dalam menyelesaikan konflik dengan mengedepankan dialog antar umat beragama.

Pemimpin politik harus menjadi teladan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi dan kebhinekaan, menghindari retorika yang memecah belah, dan mengarahkan opini public menuju persatuan.

Penegakan hukum terhadap pelaku penyebaran hoaks dan ujaran kebencian harus diperkuat, dengan implementasi yang konsisten untuk memberikan efek jera.

Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sudah memberikan landasan hukum yang kuat, namun penerapan di lapangan masih perlu ditingkatkan.

Terakhir, peran masyarakat sipil dalam mempromosikan toleransi dan kebhinekaan sangat vital.

Organisasi seperti Wahid Foundation dan Setara Institute menunjukkan bahwa kegiatan yang melibatkan berbagai kelompok masyarakat dapat meningkatkan rasa saling percaya dan mengurangi potensi konflik.

Dengan langkah-langkah ini, hemat penulis Indonesia dapat tetap menjaga kebhinekaan di tengah arus polarisasi politik yang terus berkembang. Keberagaman harus terus dirayakan dan dijaga sebagai salah satu kekuatan utama bangsa Indonesia. (*)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved