Opini
Opini: Krisis Panggilan, Misi Keselamatan dan Karisma Rogate
Nilai-nilai dan semangat sekularisme diafirmasi atau dijunjungtinggi ketimbang nilai-nilai dan semangat religius.
Oleh: Yantho Bambang
Sedang Menjalani Masa Tahun Orientasi Pastoral di Manila
POS-KUPANG.COM - Krisis panggilan adalah salah satu masalah serius yang tengah dihadapi Gereja saat ini. Krisis tersebut mulanya muncul di Eropa namun kemudian tersebar ke belahan bumi lain seperti Amerika, Asia dan Afrika.
Krisis tersebut hemat saya dapat dipahami, karena kehidupan kita dewasa ini telah dipengaruhi dan bahkan didominasi oleh ideologi yang bernama sekularisme.
Nilai-nilai dan semangat sekularisme diafirmasi atau dijunjungtinggi ketimbang nilai-nilai dan semangat religius.
Realitas ini tentu sangat memprihatinkan. Karena itu, Gereja perlu mengambil langkah yang penting untuk mengembalikan semangat umat, khususnya kaum muda terhadap nilai-nilai religius.
Gereja perlu mendorong anggota-anggotanya untuk membaharui, merejuvinasi, dan merevitalisasi nilai-nilai dan semangat religius. Hal ini penting mengingat tujuan eksistensi Gereja adalah melanjutkan karya misi Yesus.
Misi keselamatan akan jauh dipanggang api manakala angogota Gereja, khususnya generasi muda masih dan akan terus di-stir oleh ideologi sekularisme.
Panggilan
Panggilan yang dimaksud penulis dalam ulasan ini adalah panggilan hidup bakti. Hidup bakti merupakan hidup yang didedikasikan untuk Tuhan.
Menurut Vita Consecrata, hidup bakti berakar pada teladan dan ajaran Yesus Kristus (VC. P. 3).
Dengan mengakui atau mengikrarkan ciri khas hidup Yesus seperti kemurnian, kemiskinan dan ketaatan, mereka (consecrated person) memperlihatkan misteri kerajaan Allah yang sudah berkarya dalam sejarah manusia dan yang masih akan mencapai kepenuhannya dalam hidup yang akan datang atau di Surga (Ibid.)
Sepanjang sejarah telah begitu banyak orang yang terpanggil untuk menjalani hidup khusus ini.
Eksistensi mereka sangat krusial. Hal ini bahkan diakui para uskup sedunia dalam sinode para uskup.
Bahwa eksistensi mereka (consecrated person) tidak hanya mundukung dan membantu gereja pada masa lampau tetapi juga rahmat istimewa untuk masa kini dan masa depan umat Allah, karena hidup bakti adalah bagian yang esensial dari hidup, kekudusan dan misi gereja (Ibid., p. 5).
Atas dasar itulah, hidup bakti, seturut ide tersebut, merupakan jantung hidup gereja. Namun, seiring perkembangan zaman, cara hidup semacam ini mengalami kemunduran. Kemunduran itu bahkan sangat tajam.
Semangat hidup semacam itu kurang diminati karena masyarakat dunia dipenetrasi oleh semangat sekularisme. Nilai-nilai hidup duniawi diselebrasi ketimbang nilai-nilai hidup religius.
Karisma Rogate
Krisis panggilan dalam gereja sejatinya telah disadari dan bahkan ditanggapi sejak lama oleh St. Hannibal Mary Diffrancia dan kemudian oleh kedua kongregasi yang dia dirikan. Pada sekitar umur 18 tahun, ia menyadari akan kebutuhan para gembala atau pelayan di dalam Gereja.
Hingga sampai pada suatu saat – pada momen 40 jam adorasi - ia menerima wahyu. Wahyu itu ia temukan dalam injil. Dan wahyu itu berisi perintah Yesus untuk berdoa bagi panggilan dalam Gereja – ROGATE.
Terinspirasi dan terdorong oleh daya Roh yang sama, ia kemudian mendedikasikan seluruh dirinya pada pengembangan dan penyebaran karisma tersebut dalam gereja dan dunia.
Relevansi Karisma Rogate
Tentu kita bertanya seberapa besar kontribusi ROGATE dalam kehidupan gereja? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, pertama-tama kita perlu mengetahui arti dan konteks dari kata KARISMA dan ROGATE?
Kata Karisma berasal dari kata bahasa Yunani charisma yang berarti karunia atau rahmat (Gaetano Ciranni, Rogate: Charism of the Rogationist (manuskrip). P. 17).
Sementara itu menurut Katekismus Gereja Katolik, Karisma, baik luar biasa maupun yang sederhana adalah rahmat dari Roh Kudus yang secara langsung atau tidak langsung bermanfaat bagi Gereja, yang diarahkan untuk pembangunannya, untuk orang-orang baik dan untuk kebutuhan dunia (Ibid).
Terdapat tiga hal penting dalam defenisi tersebut. Pertama, karisma adalah karunia dari Roh Kudus. Ia adalah sumber segala karunia.
Dasarnya adalah peristiwa pentekosta dimana setiap rasul menerima karunia yang berbeda. Kedua, karisma diberikan kepada semua orang beriman melalui sakramen pembabtisan.
Ketiga, karisma diberikan untuk kebaikan gereja dan dunia. Karisma tidak bermaksud untuk diprivatisasi tetap untuk kebaikan bersama.
Namun perlu diketahui bahwa karisma adalah karunia supernatural dari Roh Kudus yang tidak serta merta disamakan dengan kualitas diri, talenta atau kapasitas natural yang dimiliki seseorang.
Karena itu, St. Paulus menegaskan bahwa karisma adalah karunia gerejawi yang diterima untuk pembangunan Gereja - tubuh mistik Kristus (Ibid).
Lalu kata ROGATE adalah kata Bahasa Latin yang dalam Bahasa Inggris berarti to pray atau dalam Bahasa Indonesia, “berdoa”. Konteks kata ROGATE, sebagaimana telah disinggung sebelumnya, terdapat dalam dua perikop injil, yakni Injil Mateus 9: 35-38 dan Injil Lukas 10: 2.
Kedua perikop tersebut sama-sama menyoroti konteks lahirnya ROGATE. Menurut catatan kedua injil tersebut, ROGATE merupakan perintah suci yang lahir dari hati kudus Yesus.
Perintah itu sendiri lahir tatkala Yesus berpapasan dengan realitas hidup yang dialami oleh orang-orang yang hidup pada zamanNya.
Mereka hidup seperti domba yang tak bergembala. Ia merasa tergerak dan berbelaskasih saat melihat hidup mereka.
Atas dasar itulah, Ia berkata kepada para murid-muridNya, mintalah atau berdoalah (ROGATE) kepada Tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu.
ROGATE dengan demikian bukan hanya sebuah undangan melainkan sebuah imperatif yang harus ditaati.
Imperatif ini harus ditaati karena ROGATE, sebagaimana yang diyakini oleh St. Hannibal is a great revelation (sebuah wahyu yang luar biasa); one of the greatest mercies (salah satu rahmat terbesar);
infallible remedy for the consolation of the intimate sorrow of the heart of Jesus (obat yang paling mujarab untuk menghibur hati Yesus) dan di atas semuanya itu is the secret of all good works and the salvation of souls (kunci keselamatan jiwa). (Ibid. P. 32.).
Kendati demikian, perintah Yesus (ROGATE) yang termaktub dalam dua perikop injil tersebut tidak disadari Gereja selama berabad-abad. Baru pada abad 18, ketika St. Hannibal lahir, perintah itu mulai disadari dan ditaati karena Roh Kudus merevelasikan perintah tersebut kepada Hannibal.
Atas dasar itulah St. Hannibal, selama hidup dan misinya, berjuang keras memperkenalkan ROGATE kepada Gereja dan mengusulkan supaya ROGATE menjadi doa universal. Tujuannya hanya satu, yakni untuk menopang karya misi gereja untuk keselamatan jiwa.
Memang, ROGATE telah menjadi doa universal. Hal tersebut ditetepkan oleh Paus Paulus VI sejak tahun 1963. Namun, sampai sejauh ini, Gereja atau umat belum mengakrabi karunia tersebut.
Karena itu, kehadiran dua konggregasi yang didirikan oleh St. Hannibal; Rogationist Hati Yesus dan Putri-putri Nyala Kasih Ilahi di beberapa negara, (termasuk Indonesia) kiranya membantu menyadarkan umat dan seluruh gereja akan relevansi dan signifikansi ROGATE dalam kehidupan Gereja masa kini.
Semoga three-fold misision dari kedua kongregasi tersebut: 1.) berdoa bagi panggilan yang kudus - Ya Tuhan, utuslah rasulMu yang kudus ke dalam gerejaMu,
2.) menyebarkan dan mempromosikan panggilan dan, 3.) menjadi jawaban dari doa itu sendiri, disadari, didukung, dan disambut, dengan antusias oleh gereja lokal supaya krisis panggilan yang dihadapi gereja saat ini diminimalisasi dan karya misi keselamatan pun terjamin. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.