Renungan Harian Kristen

Renungan Harian Kristen Selasa 9 Juli 2024, Wujudkan Hospitality Kristus di dunia Maya dan Nyata

Akhirnya saya ingin mengajak para pembaca yang Budiman untuk memayangkan seorang anak kecil yang sering membuat keributan di sekolahnya.

Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/HO
Pdt. Dr. Mesakh A.P. Dethan, M.Th, MA 

Oleh: Pdt. Dr. Mesakh A.P. Dethan, M.Th, MA

POS-KUPANG.COM - Renungan Harian Kristen Selasa 9 Juli 2024, Mari wujudkan Hospitality Kristus di dunia Maya dan Nyata

(Filemon 1:8-22)

Filsuf terkenal Jacques Derrida dalam bukunya “Of Hospitality” yang diterbitkan oleh Stanford University Press tahun 2000 dengan tebal 175 halaman, mengeksplorasi konsep keramahan dalam konteks filosofis.

Derrida membedakan antara keramahan bersyarat (conditional hospitality) dan keramahan tanpa syarat (unconditional hospitality). Keramahan bersyarat adalah keramahan yang diberikan dengan syarat-syarat tertentu, sementara keramahan tanpa syarat adalah penerimaan tanpa syarat.

Derrida menyoroti ketegangan antara menerima tamu sepenuhnya dengan realitas praktik yang seringkali membatasi penerimaan tersebut. Derrida mengajak setiap orang untuk mempertimbangkan implikasi etis dari keramahan ini.

Baca juga: Renungan Harian Kristen Minggu 7 Juli 2024, Berhikmat Dalam Iman

Sementara itu, ahli etika Henri Nouwen dalam bukunya “Reaching Out: The Three Movements of the Spiritual Life” yang diterbitkan oleh Doubleday tahun 1975 dengan tebal 160 halaman, menekankan pentingnya transformasi dari sikap permusuhan menjadi keramahan dalam kehidupan spiritual. Nouwen melihat keramahan sebagai cara untuk menciptakan ruang yang aman dan penuh kasih bagi orang lain.

Pandangan Derrida dan Nouwen ini bisa kita pertimbangkan dalam kehidupan kita sebagai orang modern, baik dalam dunia nyata maupun dunia maya. Apakah dalam dunia nyata maupun dalam dunia maya (seperti penggunaan media sosial Facebook, WhatsApp, dll), kita sudah menunjukkan kemampuan untuk bersikap ramah kepada orang lain atau justru sikap permusuhan?

Apakah yang kita gemari adalah keramahan atau permusuhan? Tugas orang Kristen di mana pun ia berada, entah dalam dunia nyata atau dunia maya, hendaknya mampu menunjukkan keramahan Kristus dalam hidupnya.

Salah seorang Bapak Reformasi, Yohanes Calvin, pernah mengatakan bahwa gereja adalah ibu bagi orang percaya. Sebagai ibu, gereja merawat dan mengasihi semua anaknya, baik yang nakal maupun yang baik. Pandangan Calvin ini berhubungan dengan tema renungan yang saya dasarkan pada teks Alkitab Filemon 1:8-22, yaitu gereja sebagai komunitas penyembuh.

Gereja sebagai komunitas penyembuh artinya gereja yang menyembuhkan luka-luka umatnya. Gereja sesuai dengan hakikatnya terpanggil untuk menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah di dunia. Gereja menjadi pembawa damai bagi pihak-pihak yang bertikai.

Rasul Paulus dalam bacaan kita Filemon 1:8-22 berusaha mendamaikan Filemon dan Onesimus yang bertikai. Kita tidak tahu persis pertikaian apa yang terjadi antara Filemon dan Onesimus.

Namun, yang kita tahu adalah Filemon adalah sahabat Paulus dan Onesimus pernah tinggal dengan Filemon sebagai seorang budak. Karena suatu sebab, Onesimus melarikan diri dari Filemon dan kemudian berjumpa dengan Paulus yang saat itu berada di penjara di Roma.

Yang menarik dari cara Paulus mendamaikan Filemon dan Onesimus adalah ia tidak menggunakan otoritas atau statusnya sebagai seorang rasul. Paulus menempatkan dirinya sebagai orang tua, sahabat, dan rekan kerja bagi Filemon dan Onesimus.

Paulus tidak memerintah, tetapi memohon kepada Filemon untuk menerima kembali Onesimus. Di sini, Paulus mengutamakan kerendahan hati dan kehangatan kasih karena ini, bagi Paulus, adalah jalan terbaik yang mesti ditempuh, cara dari Tuhan sendiri. Dengan kasih-Nya, Tuhan rela merendahkan diri, bahkan berkorban untuk menebus dosa manusia (Filipi 2:1-11).

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved