Korupsi di Kementerian Pertanian RI

SYL Menangis Bacakan Pledoi, Merasa Dizalimi Minta Dibebaskan

Syahrul Yasin Limpo (SYL), tak kuasa menahan tangis saat membacakan nota pembelaan atau pleidoinya di Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat.

Editor: Alfons Nedabang
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Terdakwa kasus pemerasan dan gratifikasi di Kementerian Pertanian Syahrul Yasin Limpo menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (28/6/2024). Terbaru, SYL menangis saat bacakan pledoi dalam sidang di PN Jakarta Pusat, Jumat (5/7/2024). 

Ia kemudian mengungkit istilah yang sempat populer pada zaman orde lama, yakni "Asal Bapak Senang (ABS)." Istilah "Asal Bapak Senang" diungkit SYL saat membahas fenomena sikap anak buah terhadap atasan.

"Kreativitas bawahan untuk membangun kepercayaan atasan biasa kita sebut dengan istilah Asal Bapak Senang, adalah istilah yang telah hadir sejak dimulainya perjalanan bangsa. Asal Bapak Senang sebuah grup band yang diberi nama oleh seorang ajudan Presiden Soekarno hanya karena beliau tidak mengetahui nama band tersebut," ujar SYL.

Di zaman ini menurut SYL fenomena tersebut masih terjadi, bahkan lebih ekstrem. Tak terkecuali di lingkungan Kementan. Ekstremnya budaya ABS itu menurut SYL dilakukan beberapa pegawai Kementan dengan melayani keluarga menteri.

"Banyak cara yang dilakukan insan kementan untuk melakukan pendekatan salah satunya melalui 'dapur,' dimana mengatakan 'aman' dengan melayani keluarga saya seolah-olah memang bagian dari hak dan fasilitas dari seorang menteri beserta keluarganya dengan harapan jabatannya aman bahkan naik," kata SYL.

SYL pun mengakui anggota keluarganya didekati beberapa pegawai Kementan. Pendekatan dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari pembelian tiket dan perbaikan. Menurut SYL, hal itu dilakukan dalam rangka cari muka untuk naik jabatan.

"Bagaimana mungkin isteri, anak dan cucu saya bisa kenal dan tahu apalagi melakukan hal tersebut kalau tidak dimulai pendekatan dan cari muka dan berharap pamrih antara lain naik jabatan, punya akses ke menteri dan lain-lain dengan modus menawar-nawarkan pembelian tiket, pembelian barang, penalangan pembelanjaan dan berbagai perbaikan," katanya.

Di sisi lain SYL merasa perkara kasus dugaan korupsi yang menjeratnya sebagai terdakwa merupakan bentuk politisasi. "Terkadang saya berpikir dan berasumsi bahwa, apakah karena alasan politik saya dijadikan target proses hukum?" ujar SYL yang duduk di kursi terdakwa di hadapan Majelis Hakim.

Ia pun menyinggung posisi partainya, Nasdem yang memilih jalan berbeda dari pemegang kekuasaan. Dengan demikian, SYL merasa bahwa dirinya hanya dijadikan alat untuk penguasa menekan lawan politiknya.

"Apakah karena partai di mana saya beraktivitas politik sebelumnya terkadang berbeda pilihan dengan keinginan pemegang kekuasaan tertentu? Benarkah asumsi banyak orang, bahwa hukum dijadikan sebagai alat kekuasaan untuk menekan lawan politik atau pihak yang berbeda? Hukum digunakan untuk membungkam pihak lawan. Wallahu a'lam bi as-shawab," kata SYL.

Baca juga: Di Depan Hakim, Ahmad Sahroni Ungkap Fakta: Surya Paloh Lelah dengan Kasus SYL

SYL kemudian menyinggung perkara-perkara yang menyeret menteri lain. Menurut SYL, perkara menteri-menteri lain berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang dalam suatu proyek sehingga merugikan negara.

"Tetapi dalam perkara ini, sama sekali tidak ada proyek strategis nasional, penyalahgunaan perizinan dan rekomendasi, maupun proyek bernilai besar bertriliun-triliun yang disangkut-sangkutkan terhadap saya," ujar SYL. "Saya sampai hari ini terus bertanya-tanya mengapa saya dijadikan sebagai tersangka?" katanya lagi.

Sebagai informasi, dalam perkara ini jaksa KPK telah menuntut SYL 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsidair 6 bulan kurungan. Kemudian dia juga dituntut untuk membayar uang pengganti sejumlah gratifikasi yang diterimanya, yakni Rp 44.269.777.204 dan USD 30 ribu.

Uang pengganti tersebut harus dibayarkan dalam jangka waktu satu bulan setelah perkara ini inkrah atau berkekuatan hukum tetap. Jika tidak dibayar, maka harta bendanya menurut jaksa, disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. "Dan jika tidak mencukupi akan diganti pidana penjara 4 tahun," kata jaksa saat membacakan tuntutan SYL, Jumat (28/6/2024).

Menurut jaksa, dalam perkara ini, SYL terbukti melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama. (tribun network/aci/dod)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM lain di GOOGLE NEWS

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved