Pemilihan Presiden Iran

Pilpres Iran Putaran Kedua Hadapkan Kubu Konservatif dan Reformis: Saeed Jalili VS Masoud Pezeshkian

Jumlah partisipasi publik dalam pemilu Iran telah turun sejak tiga tahun terakhir dengan partisipasi sekitar 40 persen.

Editor: Agustinus Sape
AP/ISNA/ALIREZA SOTAKBAR
Dalam foto yang disediakan oleh kantor berita mahasiswa Iran, ISNA, mantan negosiator senior nuklir Iran dan kandidat presiden garis keras Saeed Jalili memberikan suara di sebuah tempat pemungutan suara di Teheran, Iran, Jumat, (28/6/2024). 

POS-KUPANG.COM, TEHERAN - Putaran kedua pemilihan presiden Iran akan menghadapkan langsung calon presiden konservatif Saeed Jalili dengan satu-satunya calon reformis Masoud Pezeshkian. Keduanya bersaing ketat dalam hasil penghitungan pemilihan presiden akhir pekan lalu, tetapi tak satu pun berhasil menggalang suara lebih dari 50 persen.

Antusiasme warga Iran dalam pemilu kali ini merupakan yang terendah sepanjang sejarah Iran menggelar pemilu sejak 1979, yaitu hanya 39,92 persen suara.

Pezeshkian dan Jalili akan berhadapan langsung dalam pemilihan presiden putaran kedua Iran yang akan digelar pada Jumat, 5 Juli 2024. Sebelumnya, kedua kandidat itu akan beradu debat dua kali dan akan disiarkan di televisi nasional dalam pekan ini.

Juru bicara Markas Besar Pemilihan Umum Iran, Mohsen Eslami, mengumumkan hasil akhir pemilihan presiden pada Sabtu (29/6/2024) malam waktu. Dengan total suara masuk sebanyak 24.535.185, Pezeshkian unggul dengan perolehan suara 10.415.991 suara atau 42,45 persen dari total suara yang masuk.

Sementara Jalili dari kubu konservatif garis keras di posisi kedua dengan perolehan suara 38,61 persen atau 9.473.298 suara. Dua kandidat lain dari kubu konservatif, yakni Mohammad Baqer Ghalibaf dan Mostafa Pourmohammadi, masing-masing memperoleh 13,78 persen dan 0,84 persen suara.

Pemungutan suara diadakan di sekitar 59.000 tempat pemungutan suara di seluruh negeri. Dua kandidat berhaluan garis keras lainnya, Wali Kota Teheran Alireza Zakani dan pejabat pemerintah Amir-Hossein Ghazizadeh Hashemi, mengundurkan diri sebelum pemungutan suara.

Pezeshkian dan Jalili adalah dua calon dengan haluan yang sangat bertolak belakang. Pezeshkian merupakan satu-satunya kandidat reformis dari empat calon presiden yang lolos untuk ikut dalam pemilu Iran ini.

capres iran Mohammad Bagher Ghalibaf_01
Dalam foto yang disediakan oleh kantor berita mahasiswa Iran, ISNA, ketua parlemen garis keras Iran dan kandidat pemilihan presiden Mohammad Bagher Ghalibaf memberikan suara di tempat pemungutan suara di Teheran, Iran, Jumat (28/6/2024).

Berprofesi sebagai dokter bedah jantung, Pezeshkian menjabat sebagai menteri kesehatan di bawah presiden reformis Mohammad Khatami dari tahun 2001 hingga 2005 dan telah menduduki kursi di parlemen sejak tahun 2008.

Selama ini, Pezeshkian sangat vokal mengkritik kurangnya transparansi terkait tewasnya Mahsa Amini (22) saat ditahan polisi moral Iran. Amini adalah gadis dari suku Kurdi yang ditahan aparat Iran karena dinilai mengenakan hijab tak sesuai aturan pada 2022 lalu. Kematian Amini memicu unjuk rasa dan kerusuhan selama beberapa bulan.

Dewan Penjaga (The Guardian Council) tak meloloskan Pezeshkian saat mengikuti pemilihan presiden pada 2021. Dewan Penjaga Iran ini terdiri dari 12 tokoh berhaluan keras yang pada akhirnya menentukan tokoh yang bisa maju sebagai calon presiden Iran.

Awalnya, terdapat 80 tokoh yang mendaftarkan diri sebagai calon presiden Iran. Salah satunya mantan presiden Iran yang sangat populer di masyarakat, Mahmoud Ahmadinejad. Namun, hanya enam nama yang diloloskan oleh Dewan Penjaga.

Baca juga: Pemilihan Presiden Iran untuk Menggantikan Ebrahim Raisi Dimulai

Dalam kampanyenya, Pezeshkian mengatakan akan membuka kesempatan untuk menjalin hubungan yang lebih baik dengan negara lain, termasuk AS. Ia juga menuduh kubu konservatif telah merusak perekonomian Iran dengan tidak berusaha menghidupkan kembali perjanjian nuklir dengan negara-negara Barat, yaitu Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA).

Kandidat presiden Iran dan reformis Massoud Pezeshkian menunjukkan tanda V untuk kemenangan setelah memberikan suaranya pada pemilihan presiden di Teheran, Iran, Jumat (28/6/2024).
Kandidat presiden Iran dan reformis Massoud Pezeshkian menunjukkan tanda V untuk kemenangan setelah memberikan suaranya pada pemilihan presiden di Teheran, Iran, Jumat (28/6/2024). (AFP/ATTA KENARE)

Berakhirnya perjanjian nuklir itu membuat Iran dikenai sanksi ekonomi oleh AS dan negara Barat sekutunya sejak 2018. Hingga sekarang, sanksi Barat itu turut memicu kesulitan ekonomi Iran.

Sementara itu, Jalili dinilai sebagai sosok dari kubu konservatif dengan haluan paling keras. Berkebalikan dengan Pezeshkian, ia adalah mantan kepala perunding nuklir yang terkenal karena penolakannya yang tegas terhadap JCPOA pada tahun 2015.

Ketenaran Jalili tumbuh selama masa jabatannya sebagai Sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran (SNSC) saat ia mengawasi negosiasi nuklir dari tahun 2007 hingga 2013.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved