Berita NTT

LBH APIK NTT Kutuk Dugaan Pemerkosaan Anak di Flores Timur

Dia berharap tidak ada pernyataan atau tindakan yang merendahkan atau menyalahkan korban, bahkan memberi stigma baru bagi korban. 

Penulis: Irfan Hoi | Editor: Oby Lewanmeru
POS-KUPANG.COM/NOVEMY LEO
Direktris LBH APIK NTT, Ansy Damaris Rihi Dara, SH 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi

POS-KUPANG.COM, KUPANG - LBH APIK NTT merespons dugaan pemerkosaan terhadap seorang anak di Kabupaten Flores Timur (Flotim). LBH APIK mengutuk keras kekerasan seksual, apalagi korbannya adalah seorang anak. 

Kejadian itu menimpa X (16), pekan lalu. Masyarakat sekitar lokasi membantu korban setelah pelaku menelantarkan korban di pinggir jalan.

Korban diserahkan ke susteran dan sejumlah LSM. sekitar lokasi kejadian dan dibawa ke kantor polisi. Kini korban sedang dalam penanganan dan didampingi LSM setempat. 

Direktris LBH APIK NTT Ansy Rihi Dara mengutuk kejadian itu. Persoalan itu perlu penanganan serius dan bantuan hukum yang cepat dan tepat. 

"LBH APIK mengutuk kasus kekerasan seksual yang begitu keji ini, bagi LBH APIK NTT kasus  ini adalah bentuk kekerasan seksual yang sangat serius dan memerlukan penanganan hukum yang cepat dan tepat," kata Ansy, Minggu 30 Juni 2024.

LBH APIK melihat perlunya penegakan hukum yang adil dan perlindungan maksimal bagi korban. Pemerintah dalam hal ini DP3A bersama UPTD PPA wilayah terkait perlu memberikan intervensi psikis dan medis bagi korban. Di samping itu, kepastian akan bantuan hukum bagi korban juga sangat diperlukan. 

Pihaknya mendukung agar polisi secepatnya  memastikan penyidikan yang menyeluruh dan transparan serta menangkap semua pelaku. Ansy Rihi Dara meminta keluarga agar terus memberikan dukungan kepada korban. 

"Orang tua korban perlu menjadi support system terdepan bagi korban untuk menguatkan korban dan mendampingi korban di setiap tahapan proses," ujarnya. 

Selain melakukan investigasi yang mendalam dan berupaya  menangkap semua pelaku, termasuk yang masih buron, polisi perlu memberikan perlindungan maksimal bagi korban. 

Dia berharap tidak ada pernyataan atau tindakan yang merendahkan atau menyalahkan korban, bahkan memberi stigma baru bagi korban. 

"LBH APIK NTT mengimbau agar  keluarga untuk bekerja sama dengan pihak berwenang dan mendorong pelaku yang masih buron untuk menyerahkan diri," katanya. 

Baca juga: Pemkot Kupang Gandeng LBH APIK Gelar Workshop Ketrampilan Pembelaan Pidana

Dalam menangani kasus itu, LBH APIK mendorong adanya kehadiran psikolog. Pendampingan dari psikolog bisa didatangkan dari Kupang atau daerah terdekat lainnya. 

Pada kondisi seperti ini, kata dia, bisa memanfaatkan mekanisme telekonseling. Polisi atau penyidik bisa berkoordinasi dengan LSM atau lembaga yang memiliki psikolog untuk menyediakan layanan pendampingan.

"Kami ingin mendukung korban untuk tetap kuat dan korban perlu diingatkan bahwa banyak orang mendukung dan siap membantu pemulihan korban. Korban juga jangan sungkan untuk meminta bantuan dan berbicara dengan orang yang dipercaya dan mencari bantuan profesional," ujarnya.

Ansi Rihi menjelaskan, korban merupakan anak sehingga pasal yang digunakan dalam kasus ini. Terdapat dua aturan hukum yaitu UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan UU Perlindungan Anak dan pemberlakuan hukum formil dalam UU TPKS sudah bisa diterapkan dimana 1 saksi korban saja sudah cukup untuk memproses kasus ini. 

Penerapan itu tetap mengacu pada undang-undang sistem peradilan pidana anak (UU SPPA), dengan memperhatikan hak-hak anak namun juga memberikan sanksi yang tepat sesuai dengan tindakannya. 

Sehingga, ujar dia, UU SPPA juga berlaku bagi pelaku dengan usia anak. Pengalaman LBH APIK NTT, berkas perkaranya akan terbagi dalam dua nomor perkara. 

"Perlu diketahui, sejak usia 12 tahun anak pelaku sudah dapat mempertanggungjawabkan tindak pidana yang dilakukan," rambah dia. 

Bagi LBH APIK NTT, pihaknya selalu menekankan pentingnya edukasi di sekolah dan masyarakat tentang bahaya kekerasan seksual dan cara mencegahnya. Dengan cara mengedukasi di setiap lini masa bahkan sosialisasi sampai ke remote area ( daerah yang remote). 

Peran orang tua dalam pengawasan dan edukasi anak-anak perlu untuk dikembangkan aspek kebijakan dan mengimplementasikan kebijakan yang mendukung perlindungan anak dan perempuan dari kekerasan seksual. 

Implementasi UU TPKS, sambung dia, bisa dimulai dengan pembentukan UPTD serta layanan psikososial yang sudah harus diperhatikan supaya merata di setiap daerah. 

LBH APIK NTT juga ingin agar ada sistem pelaporan yang mudah diakses dan memastikan tindak lanjut yang cepat dan efektif. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan kasus serupa dapat dicegah dan korban mendapatkan keadilan serta pemulihan yang layak. (fan) 

Ikuti berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved