Liputan Khusus
News Analysis Nilai Tukar Rupiah Melemah, Pengamat: Sinkronisasi Kebijakan
Memang kita mengikuti perkembangan ekonomi nasional khususnya indeks dollar AS terus naik.
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Pengamat kebijakan publik, Ir. Habde Adrianus Dami, M.Si memberi analisa terkait kondisi nilai tukar rupiah yang sedang melemah. Berikut analisisnya.
Memang kita mengikuti perkembangan ekonomi nasional khususnya indeks dollar AS terus naik. Tentu itu akan memberikan dampak atau implikasi terhadap masyarakat Indonesia. Sebab, penguatan indeks dollar terjadi di tengah kenaikan inflasi di AS.
Hal itu tentu akan berdampak. Dengan ketidakpastian ekonomi global dan inflasi di beberapa negara, cadangan devisa negara juga akan naik.
Baca juga: Lipsus - Nilai Tukar Rupiah Melemah, Pengusaha Waswas Ada PHK
Untuk menjaga itu maka perlu ada pembiayaan untuk keseimbangan neraca perdagangan guna menjaga kestabilan nilai tukar mata uang. Kenaikan nilai tukar dollar AS itu berdampak ke peningkatan harga impor.
Setidaknya ada dua barang impor yang menjadi komoditas utama impor di Indonesia yaitu beras dan BBM. Banyak industri dalam negeri yang masih menggunakan bahan baku impor. Ketika impor, menggunakan dollar, sehingga penggunaan dollar dalam impor bahan baku itu akan menekan keuangan industri dalam negeri.
Supaya itu tetap bertahan hidup maka salah satu skema yang ditempuh adalah pengurangan tenaga kerja, karena banyaknya tenaga kerja menambah keuangan industri.
Apalagi ada wacana kebijakan pemerintah tentang tabungan perumahan yang dibebankan ke perusahaan dan pekerja. Kebijakan ini justru mengganggu psikologis perusahaan dan membuat beban perusahaan. Sehingga perusahaan mengambil langkah pengurangan tenaga kerja dalam upaya efisiensi.
Kita tahu, saat ini tengah berlangsung PHK. Bahkan ada beberapa perusahaan yang mau berinvestasi juga mengalihkan investasi ke luar negeri. Pengurangan tenaga kerja itu juga mengganggu siklus mesin ekonomi nasional.
Dengan pendapatan yang diperoleh dari pekerja maka akan membeli produk dari perusahaan. Jika salah satu bagian tidak bekerja maka akan mengganggu siklus itu menjadi tidak normal dan munculnya pengganguran usia produktif.
Pemerintah khususnya di bidang moneter harus bekerja untuk menstabilkan ini karena akan berpotensi menggerogoti sektor industri strategis yang masih menggunakan bahan baku impor.
Saya kira ada komitmen pemerintah agar dana APBN juga melakukan pembelanjaan dalam negeri untuk membantu itu.
Sisi lain, peningkatan produksi dalam negeri juga harus didorong. Seperti beras dan kedelai yang hingga kini masih impor juga. Kita perlu daulat secara pangan, karena ini juga berkaitan dengan pangan. Jadi disamping itu kita tingkatkan, demikian juga di sektor industri yang bisa menggunakan bahan dalam negeri jika ada.
Lemahnya nilai rupiah itu sangat kompleks, baik itu dari pemerintah, swasta dan ketidakpastian global, itu semua berkontribusi. Sehingga kita berharap bisa dilakukan sinkronisasi kebijakan fiskal dibawah APBN dan kebijakan moneter dibawah Bank Indonesia.
Titip tumpuan melalui sinkronisasi kebijakan. Kita tidak bisa jalan sendiri-sendiri. Artinya, secara normatif kita belum lihat ada sinkronisasi antara kebijakan fiskal/APBN dan moneter. Contoh masih ada pengelolaan APBN yang masih melakukan pembelanjaan dari luar negeri.
Sinkronisasi kebijakan itu di antaranya membeli produk dalam negeri, tidak melakukan impor dan tidak menimbun dollar. Spekulan sering menahan dollar sehingga menyebabkan gejolak seperti ini. Jadi, kunci sekarang adalah melakukan sinkronisasi fiskal dan kebijakan moneter di Bank Indonesia. (fan)
Ikuti News Analysis POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.