Obituari

Kepingan-kepingan Kenangan Bersama Kak Niko: Tutup Buku dan Mengosongkan Diri

Lokus atau titik kumpulnya adalah Sekretariat Presidium GMNI, di Wisma Marinda, Jalan Percetakan Negara Salemba, Jakarta Pusat.

Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Niko Frans (kanan) dan Viktus Murin, duet Ketua dan Sekretaris DPC GMNI Kupang periode 1993-1996. 

Kami mendapatkan informasi bahwa Kang Egi sering memberikan advis mengenai isu-isu kepemudaan dan atau pergerakan mahasiswa kepada Pak Hamzah Haz. Beliau menerima kehadiran kami dengan gembira, dan meyakinkan kami akan berkomunikasi dengan pihak protokoler Wapres RI.

Puji TUHAN, syukur alhamdulilah,  dua atau tiga hari kemudian kami telah dapat beraudiensi dengan Wapres RI Pak Hamzah Haz.

Sekembalinya kami ke Jakarta seusai Kongres Manado, komunikasi dengan simpul-simpul alumni berpengaruh terus dilakukan, selain untuk memperkenalkan pengurus baru, juga untuk "melaporkan" situasi riil yang terjadi akibat penyelenggaraan kongres.

Tokoh-tokoh alumni akhirnya bersepakat bertemu dan berdialog dengan pengurus baru Presidium GMNI (2002-2005) dan mantan Presidium GMNI (1999-2002). Tempat pertemuan berlangsug di rumah kediaman Abang Taufik Kiemas (Alm) di Jalan Teuku Umar.

Pada momen pertemuan dengan tokoh-tokoh alumni itu, kami "melaporkan" adanya fakta bahwa GMNI masih memiliki hutang di lokasinKongres, baik Kongres Manado 2002 maupun Kongres Kupang 1999.

Merespon fakta kurang mengenakkan itu, tokoh-tokoh alumni yang hadir bersepakat untuk membantu menyelesaikan urusan hutang kongres. Abang Taufik Kiemas waktu itu meminta Cornelys Lay (Alm) ---kerap disapa dengan Mas Conny atau Bu Ne'i, agar membantu berkomunikasi dengan para pihak di Kupang untuk mengatasi hutang kongres.

Sedangkan untuk hutang kongres di Manado, akan dimediasi oleh antara lain Abang Theo Sambuaga.

Pilkada 2011, Kongres Alumni GMNI 2015

Melompat maju beberapa tahun ke depan. Di tahun 2011, Puji TUHAN, saya beroleh kesempatan mengikuti Pilkada Lembata sebagai Calon Wakil Bupati mendampingi Calon Bupati Herman Wutun ,(Ketua Umum Induk KUD).

Kami diusung oleh Partai Golkar. Saat berkesempatan transit di Kupang, saya tetap berupaya berjumpa meminta nasehat. Kalau tidak memungkin "bersemuka" (bertemu muka dengan muka), maka saya pasti menelpon Kak Niko. Demikian pun halnya dengan Senior Frans.

Kendati dalam Pilkada 2011, PDI-P, partainya senior Frans dan Kak Niko, memiliki calon sendiri yang akan berhadapan dengan kami  kontestan Golkar, namun saya tetap memosisikan Senior Frans dan Kak Niko sebagai orangtua di dalam komunitas GMNI di NTT, "tempat saya bisa beroleh nasehat". 

Disposisi batin saya waktu itu adalah walaupun untuk Pilkada Lembata 2011, Golkar dan PDI-P harus berhadapan sebagai lawan tanding politik, namun "rasa hormat saya kepada senior Frans, dan juga Kak Niko tidak berkurang sedikitpun".

Puji TUHAN, kendati di panggung kompetisi politik Pilkada Lembata 2011, partai kami sedang "berhadapan" waktu itu, namun saya dapat merasakan bahwa Senior Frans dan Kak Niko tetap menaruh kasih yang besar kepada saya selaku "adik ideologis" mereka.

Maju lagi ke tahun 2015, puji TUHAN, saya bertemu dengan Kak Niko di arena Kongres Persatuan Alumni GMNI yang digelar di komplek Pekan Raya Jakarta (PRJ) Kemayoran, Jakarta Pusat. Kongres PA GMNI dibuka oleh Presiden Jokowi.

Saat itu, saya datang bukanlah sebagai peserta Kongres, namun lebih karena rasa rindu bersua dengan para sahabat, kawan, rekan, dan kolega seideologi. Ketika bertemu Kak Niko, kami saling merangkul, berpelukan.

Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved