Cerpen
Cerpen: Perempuan Buku Reborn
Kembali ke Jakarta setelah hampir satu dekade menjauh bagai dream comes true. Semua berubah. Penampilan berubah. Pergaulannya lebih selektif.
Oleh: Honing Sanny
POS-KUPANG.COM - Setelah sekian purnama berlalu, hilang rupa hilang suara, tanpa saling berkirim pesan apalagi telepon akhirnya kedua kekasih yang sama-sama egois sepakat untuk jumpa.
***
Sejak Aurora kembali menetap di Ibukota relasinya dengan Alkemis berubah menjadi dingin dan biasa-biasa saja. Tidak ada rasa rindu. Setiap kali Alkemis whatsapp ajakan kepada sang kekasih yang berusaha menjauh untuk ketemuan selalu ditolak.
Mulai dari sekedar ngopi berdua atau ajakan berbuka saat bulan puasa beberapa waktu yang lalu.
Alasan ga ada waktu juga untuk merayakan lebaran sekembali dari liburan di kota kelahirannya di ujung timur Jawa. Gak bisa. Capek pulang pagi. Sibuk meeting, banyak urusan. Atau mager-lah.
Kembali ke Jakarta setelah hampir satu dekade menjauh bagai dream comes true. Semua berubah. Penampilan berubah. Pergaulannya lebih selektif.
Menghadapi Alkemis pun sama. Prinsip Aurora bertemu orang yang sudah dia anggap ga ada atau yang menganggap dirinya ga ada sama seperti menyayat luka baru di atas luka yang belum benar-benar sembuh.
Dia ingin buang semua rasa sakit itu dengan menolak semua ajakan. Hidup itu simple saja hitam putih.
Tegas seperti karakter zodiaknya. Kesetiaan nomor satu namun sikap tegas dan berani tinggalkan tidak boleh ragu.
Alkemis yang hampir kehilangan harapan mencoba membatasi diri dan pelan-pelan bersiap untuk melepaskan.
Sebagai lelaki yang biasanya dominan, dirinya kecewa dan ingin buktikan perempuan bukan cuma Aurora. Walaupun niat itu ada namun tidak dengan hatinya. Hampa pun terasa.
Terlalu berat untuk melupakan. Semakin kuat keinginan untuk menghapus semua jejak-langkah yang pernah mereka lalui berdua, makin dalam saja rasa rindu hadir. Alkemis seperti sedang nyanyi sunyi seorang diri. Perasaannya seperti drama yang tak berujung.
***
Relasinya dengan Aurora begitu spesial karena hadir ketika dirinya sedang sendiri ditinggalkan para koleganya yang sama-sama berjuang. Aurora tahu semuanya. Dia ikut rasakan sakit sehingga mau menjadi pengurai sepi.
Aurora menguatkan Alkemis untuk lewati masa-masa sulit dan perlahan-lahan bangkit lagi dengan sisa-sisa tenaga dan terus berjalan. Alkemis menyimpan semua kenangan.
Saking istimewanya tidak jarang memuji dengan cara menulis cerpen juga puisi. Di setiap ada waktu selalu saja dibuat tulisan pendek nan romantis tentang perjalanan asmara yang sengaja disamarkan lalu diposting di medsos berharap Aurora mampir membaca tentang rasa yang tak pergi.
Rangkaian tulisan bagai puzzle yang pada saatnya menjadi kado terindah. Teringat lagi setiap pagi saling berkirim emossion kembang mawar dan hati tanda saling peduli. Tiada hari tanpa memberi kabar meskipun berjauhan.
Meski dicuekin Alkemis tidak tersinggung. Ditengah kesibukannya menjumpai clien untuk sebuah pekerjaan di tempat yang dulu pernah dirinya berdua dengan Aurora, tiba-tiba rasa kangen membuncah.
Dengan handphone dia memotret nama restoran lalu kirim ke Aurora dengan catatan ini tempat yang sering kita makan siang kalau kamu di Jakarta sekaligus ajakan kapan kita bisa ke sini lagi. Rindu.
Tidak seperti biasanya kali ini Aurora langsung merespon dirinya juga mau bertemu dan mengabarkan kalau sudah beberapa hari di Singapura dan sekarang lagi dalam perjalanan ke Bandara Changi mau balik ke Jakarta.
"Bang nanti sampe Jakarta aku atur ya. Soalnya jadwalku padat banget pas landing langsung meeting."
***
Beberapa hari kemudian ketika Alkemis bersiap-siap menuju tempat kerja ada notifikasi pesan singkat dari Aurora.
"Helo Bang"
"Helo juga Ra", balas Alkemis.
"Jadikan mau ngopi kita. Kalo jadi besok ya tapi ngopi aja ya karena aku jam enam sore ada agenda meeting sama bos. Kita jam 3 sampe jam 5.30 ya. Kalo cari tempat jangan di kafe hotel ya bang. Ntar kalo ada yang lihat curiga macam-macam lagi. Capek njelasin-nya"
"Ok kalo gitu kita di Menteng aja ya biar dekat dari tempat meeting kamu. Lebih rileks ga buru-buru karena dekatkan. Ok sampe jumpa besok ya jam 3."
"Okay" balas Aurora.
Rencana jumpa setelah waktu yang lama sangat berarti untuk keduanya. Alkemis pun memilih tempat yang bisa membuat Putri Magribi merasa nyaman.
Awalnya menawarkan tempat yang selalu mereka kunjungi setiap kali Aurora ke Jakarta namun ditolak dengan alas an ingin suasana yang baru saja.
Tempat kopi dengan hidangan khas Indonesia yang berada di dalam gedung tua dengan arsitektur peninggalan Belanda yang masih tertata di pusat Ibukota menjadi alternatif yang baik.
Jaraknya cuma selemparan batu dari Istana Negara yang sejarahnya dulu menjadi tempat penting sejarah perkembangan dagang VOC di Batavia.
Sepakat jumpa sesudah sholat Ashar namun Alkemis tiba lebih dulu lalu memilih tempat di Lantai Dua yang sepi agar lebih santai bercerita tanpa ada yang ganggu. Efek lama tak jumpa biar cairkan rindu yang membatu.
Sambil menunggu Aurora yang terjebak macet, Alkemis meneruskan membaca novel Gunung Kelima karya sastrawan besar Brasil Paulo Coelho yang bercerita tentang semangat Elya yang pantang menyerah membangun kembali Kota Akbar yang luluhlanta diserang oleh tentara Suku Asyur.
Juga romantisme Elya yang jatuh cinta pada seorang wanita sangat berjasa dalam pengembaraannya. Sayang cinta mereka pupus karena kematian akibat perang.
Elya yang dalam Biblis diyakini sebagai Nabi setia menjaga cinta sang kekasih dengan terus mendidik dan membesarkan anak yang ditinggalkan si perempuan sekalipun bukan darah dagingnya sampai akhirnya menjadi Gubernur Kota Akbar.
Rasa cinta terkadang mengalahkan semua rintangan dan membobol semua penghalang.
Setelah lama menunggu Aurora tiba dan langsung mendekati Alkemis. Dia menyapa dengan riang seolah-olah relasi mereka baik baik saja.
Sesaat Alkemis tertegun memandang tampilan sang kekasih yang elegan dengan pilihan fashion yang tertata. Jauh berbeda dengan perempuan yang dijumpai pertama kali.
Mengenakan bleser potongan lengan ketat serta sneakers mahal terlihat sungguh-sungguh ingin menunjukan dirinya berbeda dihadapan Alkemis. Very beautiful.
Alkemis berdiri mendekat menyodorkan tangan, saling berpandangan, lalu memeluk mesra. Aurora memilih duduk berhadapan dengan dipisahkan meja yang tidak terlalu lebar memungkinan tangan keduanya bisa saling bersentuhan.
Meski tampak ragu boleh jadi karena lama tak jumpa, putus komunikasi namun masing-masing mencoba saling memberi pujian diawal perjumpaan sehingga suasana menjadi cepat cair dan hangat.
Aurora pun bercerita tentang kesibukannya bersama sahabat yang sudah lama kenalan dan mengajaknya ke Singapura melihat peluang bisnis hiburan yang sedang digandrungi Gen Z.
Mereka ingin set up usaha dengan mengadopsi yang lagi booming negaranya Lee Kuan Yew.
Dalam suasana penuh canda tawa sesekali Alkemis menggoda dengan mencoba membuka cerita masa-masa indah dahulu, tentang pertemuan yang tidak sengaja. Penerbangan yang lama karena sama-sama pemegang kartu langganan.
Atau sekedar cerita tentang bagaimana buku menjadi penyatu karena memiliki hobi yang sama suka membaca, secara halus Aurora selalu mengalihkan.
Dia lebih suka omongin tentang kerjaannya sekaligus mimpi-mimpinya untuk menata diri karena terlalu lama tinggalkan Jakarta.
Sikap cuek yang dulu suka bikin Alkemis gemes karena sering distrack dengan membuka handphone disaat berduaan kembali lagi.
Alkemis berusaha maklum dan ga berani ngelarang seperti dulu, toh perempuan yang mboys ini pribadi yang tidak suka diatur apalagi keduanya sudah lama ga jumpa.
Alkemis merasa Aurora sudah berubah dari yang dia kenal dulu. Bisa jadi kekasih yang dulunya bucin sudah mendapatkan tambatan hati yang lebih ngerti dirinya.
Sifat yang biasanya nrimo sudah tidak ada lagi. Perempuan cerdas dengan wawasan yang luas ini kini tidak percaya lagi dengan idealisme yang katanya tidak ada manfaatnya.
“Sekarang semua orang berburu kesempatan persetan dengan cara dan proses. Selama bisa memberi keuntungan lakukan saja. Kalau ada aturan yang harus dilanggar kita cari jalan. Nanti belakangan baru kita urus. Obat penyembuh semua masalah saat ini cuma satu yakni uang. Apapun dilakukan selama bisa menghasilkan cuan.”
Ternyata benar juga pemikiran pujangga Italia Niccolo Machiavelli bahwa untuk berkuasa semua cara bisa dilakukan. Meskipun penampilan dan pemikirannya mengikuti jaman namun tekadnya tetap sama yakni Jakarta harus ditaklukkan.
Bagi Aurora tidak mau lagi merawat rasa suka yang absurd. Katanya lagi bullshit dengan semua cerita tentang kemesraan.
***
Untuk mencairkan suasana serius Akemis mulai bercanda, “Omong-omong kamu masih suka baca buku? Kan abang kenal kamu dulu kemana-mana selaku bawa buku. Ingat waktu jumpa dulu kamu bangga dengan sebutan Perempuan Buku. Bahkan abang pernah dipinjamin novel Cantik Itu Luka karangan Eka Kurniawan. Meskipun abang sudah lebih dulu membaca pas terbit karena penulisnya alumni satu kampus cuma beda fakultas"
"Jadi waktu itu kamu boongin aku dong pura-pura belum baca he he he. Oh ya kemarin pas di Singapura aku sempat juga ke library dan membaca beberapa buku. Jujur fokus aku sekarang mau belajar berusaha sendiri. Aku mau tunjukan ke bos meskipun tetap tidak bisa tinggalkan dirinya namun tidak mau menjadi orang gajian. Kepercayaan bos harus aku jaga. Abang tahu sendirikan susah lho orang bisa dipercaya bos"
Tanpa disadari waktu berlalu begitu cepat. Aurora memandang Alkemis sambil bersenyum manja. Sementara jemarinya asyik menyobek gorengan untuk dicicipi.
Momen-momen dimana ketika berkenalan kembali hadir. Terbayang pertemuan di Bandara Eltari lalu dalam penerbangan yang sama ke Lembata dan secara kebetulan duduk berdampingan.
Begitu juga waktu terbang yang lama karena menggunakan tiket terbang murah selama setahun dengan salah satu maskapai untuk bepergian ke berbagai kota di Indonesia.
Di Jakarta pun sama, mereka habiskan malam di rooftop hotel dengan arsitektur klasik yang sengaja ditanami banyak pohon dengan jaraknya tidak jauh dari Monas.
Jam menunjukkan pukul lima sore terlihat ekspresi Aurora yang ingin akhiri perjumpaan. Dia memasukan semua barang bawaan ke tas yang baru dibelinya di Singapura, memastikan tidak ada yang tertinggal, sekali lagi membuka handphone. "Ada apa lagi bang? Makasih ya bang kita bisa ngopi berdua."
Alkemis pun maklum perjumpaan harus diakhiri. Setelah basa-basi ngobrol situasi politik terkini, Aurora lalu minta pamit. "Bang aku mau jalan dulu ya. Ga enak kalau sampe gelap."
Alkemis mengangguk setuju tanpa ada upaya untuk menahan lebih lama. Sadar dirinya bukan lagi orang yang bisa membuat Aurora berlama-lama seperti dulu. Menekan bel yang ada di meja lalu meminta pelayan mengantarkan tagihan.
Keduanya pun turun dari lantai dua menuju kasir. Sebelum berpisah Aurora membiarkan Alkemis memeluknya erat sambil berbisik, "Semoga ini tidak menjadi perjumpaan terakhirnya. Maafkan karena salahku membuat kamu berubah. Kamu pasti kesal. Kalau ada waktu kita bisa jumpa lagi ya.
***
Mengantar Aurora keluar pintu kafe menuju tempat parkir lalu Alkemis masuk kembali dan memesan segelas americano panas untuk menemaninya menghabiskan beberapa batang sigaret. Dalam kesendirian ditulis lagi rasa yang tak sempat terucap.
Perasaan kecewa, menyesal dan merasa kehilangan campur aduk. Pupus sudah harapan Alkemis untuk kembali seperti dulu. Aurora tidak kembali lagi. Jangan-jangan ini akan menjadi pertemuan terakhir sebagai sepasang kekasih.
"Aurora, makasih ya masih ada waktu untuk kita jumpa. Kamu pasti merasa tidak penting lagi kita jumpa hanya buang-buang waktu sementara tidak jadi istimewa buat kamu. Aku merasa dipertemuan tadi kalau kamu telah move on. Aku tertinggal jauh di belakang. Jujur aku sedih. Aku merasa kehilangan. Aku harap kita bisa jumpa lagi saat kamu ada waktu. Makasih ya."
Setelah lama menunggu dan belum ada balasan lebih dari sejam Alkemis pun memilih pulang. Dalam perjalanan yang macet sambil mendengarkan alunan lagu Kenanglah Aku dari Naff tiba-tiba masukan balasan chat singkat dari Aurora.
"Boleh Bang kalo waktunya pas. Jangan sedih ya."
Jakarta, 31 Mei 2024
Catatan Redaksi
Pos Kupang membuka kesempatan seluas-luasnya bagi para penulis cerita pendek atau cerpen. Silakan kirim naskah karya Anda dengan kata kunci "cerpen" melalui email kupang.poskupang@gmail.com. Terima kasih.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.