Berita Nasional
Pakar Sebut Putusan MA Janggal Terkait Usia Calon Kepala Daerah, Miliki Modus Sama dengan Putusan MK
MA mengabulkan permohonan hak uji materi batas usia calon kepala daerah yang dimohonkan oleh Ketua Umum Partai Garuda.
POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan hak uji materi batas usia calon kepala daerah yang dimohonkan oleh Ketua Umum Partai Garuda, Ahmad Ridha Sabana.
MA mengubah aturan penghitungan usia calon kepala daerah dari yang semula termaktub dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum ( PKPU ) Nomor 9 Tahun 2020.
Usia calon kepala daerah diatur dalam Pasal 4 PKPU Nomor 9 Tahun 2020 dengan Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Pasal 4 Ayat (1) huruf d PKPU mengenai batas usia calon kepala daerah awalnya berbunyi "Berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota terhitung sejak penetapan Pasangan Calon”.
Namun, setelah adanya putusan MA, aturan usia calon kepala daerah dihitung pada saat calon tersebut dilantik sebagai kepala daerah definitif Menurut MA, Pasal 4 PKPU Nomor 9 Tahun 2020 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota terhitung sejak pelantikan pasangan Calon terpilih”.
Padahal, bunyi Pasal 4 Ayat (1) huruf d PKPU mirip dengan Pasal 7 Ayat (2) huruf e UU Pilkada mengenai syarat calon gubernur dan calon wakil gubernur, calon bupati dan calon wakil bupati, serta calon walikota dan calon wakil walikota.
Baca juga: MA Ubah Batas Usia Calon Kepala Daerah, KPU NTT: Tidak Ganggu Proses
Pasal 7 Ayat (2) huruf e UU Pilkada berbunyi, “berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur serta 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota”.
Janggal, singgung putusan MK
Pakar Hukum Tata Negara sekaligus Peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari menilai putusan MA Nomor 23 P/HUM/2024 janggal dan patut dipertanyakan logika hukumnya.
Feri menjelaskan, tujuan pengujian materi suatu peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang adalah untuk menyesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang ada di atasnya.
Oleh karena itu, dia menilai, dari segi kajian hukum tata negara putusan MA yang mengubah aturan batas usia calon kepala daerah dalam PKPU itu janggal. Sebab, bunyi pasal dalam PKPU yang dipermasalahkan sama dengan pasal dalam UU Pilkada.
“Jadi apa lagi yang mau diuji, semuanya sama, tidak ada pertentangan antara PKPU Nomor 9 Tahun 2020 dengan UU Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada,” kata Feri dikutip dari program Sapa Indonesia Malam di Kompas TV, Kamis (30/5/2024).
Sebagai informasi, PKPU Nomor 9 Tahun 2020 adalah peraturan yang diterbitkan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Aturan ini adalah peraturan turunan dari UU Pilkada.
Menurut Feri, hakim agung di MA pasti mengerti perihal kaidah pengujian materi tersebut. Sehingga, dia mencium aroma kepentingan politik di balik putusan MA tersebut.
“Dasar logika pengujian peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang terhadap Undang-Undang itu bertabrakan oleh MA. Bagi saya, ini tidak mungkin MA tidak paham konsepnya, pasti ada permainan serius di dalamnya,” ujar Feri.
Baca juga: Golkar NTT Nilai Putusan MA Soal Batas Usia Cakada Beri Peluang ke Anak Muda
Bahkan, dia menyinggung soal Putusan MK (Mahkamah Konstitusi) Nomor 90/PUU-XXI/2023 mengenai batas minimal usia calon presiden dan wakil presiden yang memuluskan jalan putra Presiden Joko Widodo (Jokowi) Gibran Rakabuming Raka maju sebagai calon wakil presiden padahal masih berusia 36 tahun.
“Dari segi politik, ini jelas permainan politik yang kurang lebih modus motif kepentingannya sama dengan keputusan di MK perihal Gibran (Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023),” kata Feri.
Atas dasar itu, Feri menduga bahwa ada pihak yang berkepentingan memindahkan lapangan permainan dari MK ke MA. Sebab, terlalu berisiko mengajukan uji materi lagi melalui MK usai polemik putusan nomor 90.
Apalagi, menurut Feri, ada sosok "paman" di MK yang dikaitkan dengan kepentingan politik dari lahirnya putusan nomor 90 mengenai batas minimal usia calon presiden dan wakil presiden.
“Apalagi kita ketahui bahwa kalau ini diajukan kembali ke MK, orang akan mempertanyakan kembali posisi sang 'Paman'. Sementara sang 'Paman' sudah pernah diberikan sanksi. Kalau ternyata tidak diberikan sanksi kan tambah aneh. Oleh karena itu, lapangan permainan dipindahkan dari MK ke MA,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, hakim konstitusi Anwar Usman dicopot dari jabatannya sebagai Ketua MK oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) karena dinyatakan melakukan pelanggaran etik berat terkait putusan nomor 90.
Anwar Usman diketahui adalah paman dari Gibran Rakabuming Raka yang akhirnya ditetapkan sebagai wakil presiden terpilih periode 2024-2029.
Siapa yang diuntungkan? Berkaca dari Putusan MK nomor 90, Feri pun menyakini bahwa ada pihak yang diuntungkan oleh Putusan MA Nomor 23 P/HUM/2024. Terutama, pihak yang akhirnya bisa maju sebagai calon kepala daerah pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024.
Baca juga: MA Hanya Butuh 3 Hari Putus Perkara Usia Calon Kepala Daerah, Istana Bungkam, PDIP Berang
“Mudah dilihat ya pertimbangan itu akan mengarahkan kepada siapa yang mencalonkan. Cara menghitungnya sama dengan Putusan MK Nomor 90, siapa yang mendapatkan kemanfaatan dari lahirnya putusan nomor 90, yang kita ketahui hanya satu orang yang mendapatkan keuntungan,” ujarnya.
“Kita akan lihat putusan MA nomor 23 ini akan dinikmati siapa, di sana kita bisa tahu bahwa pengalihan penentuan batas usia dari mendaftar hingga kemudian dilantik itu akan cocok dengan calon terntentu atau tidak,” kata Feri melanjutkan.
Dikaitkan dengan wacana yang belakangan beredar bahwa putra Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep didorong untuk maju pada Pilkada Jakarta 2024, Feri menyebut bahwa kemungkinan bisa diarahkan ke sana.
“Bagi saya di sana kita ketahui inilah relasi sesungguhnya kenapa putusan JR (Judicial Review) ini muncul. Karena di antaranya untuk menguntungkan sekali lagi keluarga presiden,” ujarnya.
Politik Dinasti
Meskipun belum bisa menyebut siapa yang pasti diuntungkan dari putusan MA, Feri menyinggung perihal pelanggengan praktik politik dinasti melalui lembaga peradilan.
Dimulai dari putusan MK 90/PUU-XXI/2023. Dari putusan MK dan MA yang mengatur perihal syarat usia calon pemimpin pemerintahan di pusat dan daerah, Feri menilai bahwa ada upaya merusak demokrasi dengan melegalisir atau membenarkan bahwa sesuatu itu sah padahal diketahui tidak sah dan tidak adil.
“Kita bisa melihat bagaimana dinasti itu dijalankan melalui lembaga-lembaga peradilan. Pertanyaan besarnya bagi kita, ke mana lagi kita akan mengadu soal keadilan kalau pengadilannya sendiri sudah berpihak dan sudah melanggengkan politik dinasti,” katanya.
Apalagi, menurut Feri, diubahnya aturan batas usia pencalonan oleh MK dan MA tersebut jelas untuk kepentingan politik, yakni Pilpres 2024 dan Pilkada 2024.
“Sebentar lagi November akan datang, peraturan ini (putusan MA) hanya untuk mengejar kepentingan politik menuju November 2024 (Pilkada 2024). Di sanalah rusaknya demokrasi,” ujar Feri.
Baca juga: Setelah Gibran Rakabuming Raka Lolos di MK, Kini Kaesang Pangarep Lolos di MA untuk Pilkada
Sebagaimana diketahui, publik mulai ramai mengaitkan putusan MA dengan putra Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep yang belakangan disebut diusulkan untuk dipasangkan dengan keponakan Prabowo Subianto, Budisatrio Djiwandono di Pilkada Jakarta 2024.
Apalagi, muncul poster Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Budisatrio Djiwandono bersama Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep dengan tulisan untuk Jakarta 2024, sebelum putusan MA keluar.
Kaesang diketahui terganjal dengan masalah usia apabila hendak maju sebagai calon gubernur atau wakil gubernur. Sebab, usianya masih 29 tahun saat penetapan calon kepala daerah.
Dalam PKPU Nomor 9 Tahun 2020 yang belum diubah melalui Putusan MA, calon gubernur harus berusia 30 tahun ketika ditetapkan KPU sebagai kandidat yang akan berlaga di pilkada. KPU akan menetapkan calon kepala daerah di Pilkada Serentak 2024 pada 22 September 2024.
Sedangkan Kaesang baru akan berusia 30 tahun pada 25 Desember 2024. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com
Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.