Opini
Opini: Internet dan Generasi Penerus Bangsa pada Masa Kini
Meskipun demikian tak dapat dipungkiri bahwa mereka yang sudah tua juga memakai internet ,tak terkecuali yang sudah lanjut usia.
Oleh: Octavianus Priyadi
Mahasiswa IFTK Ledalero Maumere, Prodi Filsafat
POS-KUPANG.COM - Pada masa kini internet lebih banyak dipakai dibandingkan pada jaman dahulu. Para pemakai internet kebanyakan adalah generasi penerus bangsa,yaitu anak-anak,remaja dan kaum muda.
Meskipun demikian tak dapat dipungkiri bahwa mereka yang sudah tua juga memakai internet ,tak terkecuali yang sudah lanjut usia.
Asosiasi Penyelengara Jasa Internet Indonesia (APJII) mengumumkan jumlah pengguna internet di Indonesia tahun 2024 tembus 221 juta jiwa.
Hasil survei menunjukkan,jumlah penduduk terkoneksi internet tahun 2024 mencapai 221.563.479 jiwa dari total populasi 278.696.200 jiwa penduduk Indonesia tahun 2023. Angka itu setara 79,5 persen.
Dari demografis dan segi umur,paling banyak yang mengakses internet adalah generasi Z (kelahiran 1997-2012) dengan jumlah kontribusi 34,40 persen. Generasi milenial (kelahiran 1981-1996) sebanyak 30,62 persen. Generasi X (kelahiran 1965-1980) sebanyak 18,98 persen.
Pos Generasi Z (kelahiran di atas tahun 2013) sebanyak 9,17 persen, Baby boomers (kelahiran 1946-1964) sebanyak 6,58 persen dan pre-boomer (kelahiran di bawah 1945 atau 79 tahun ke atas) 0,24 persen.
Internet bagai dua persimpangan jalan,yakni jalan berkat dan kutuk. Hal-hal positif dapat kita temukan dalam internet demikian juga hal-hal negatif.
Namun jika kita cermati banyak pengguna internet yang berada pada usia labil lebih cenderung kepada hal-hal negatif bahkan berujung pada hilangnya nyawa seseorang.
Contohnya yaitu karena ingin memiliki uang yang banyak secara instan maka terbujuk pinjaman online namun karena bunga dari pinjaman yang
tinggi dan ditagih secara terus-menerus maka menjadi stress dan depresi dan melakukan bunuh diri.
Kemudian contoh yang lain adalah banyaknya kaum muda,remaja bahkan anak- anak yang terjebak pada judi online,game online.
Lalu bagaimana dengan mereka yang tidak termasuk dalam kategori anak-anak,remaja dan kaum muda? Ternyata yang dipandang dewasa tidak menjamin seseorang mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Hal itu dapat kita lihat dari maraknya perzinahan lewat media online.
Memang sepertinya setan mengunakan internet khususnya media sosial sebagai sarana untuk menyesatkan manusia. Hal itu sesuai dengan pesan Bunda Maria dalam penampakannya yang mengatakan “ mengapa kamu berkompromi dengan dosa yang dapat menyesatkan?”.
Apa pendapat dari klerus berkenaan dengan internet di era digital? Kardinal Ignatius Suharyo mengatakan bahwa di zaman seperti apapun,termasuk di era digital, manusia tetaplah pribadi yang mempunyai hati. Bahkan harus dikatakan, pusat pribadi manusia adalah hatinya.
Tantangan paling besar di era digital dengan demikian adalah menemukan Bahasa yang dapat menyentuh hati pribadi-pribadi zaman sekarang ini. Bahasa seperti apakah itu? Mari kita cari jawabannya.
Dari penulis sendiri memberikan sumbang saran berhadapan dengan fenomena gunung es dampak negatif dari internet. Yang pertama pemerintah mesti membuat peraturan tegas berkenaan dengan hal ikhwal dunia media sosial.
Bila perlu memblokir situs-situs porno,akun judi online dan memberi batasan yang jelas berkenaan dengan game online.
Kedua peran serta agama-agama dalam mendidik jemaatnya harus digalakkan mengingat godaan di media sosial yang besar. Ketiga peran serta keluarga dalam membentuk pribadi-pribadi yang militan.
Demikian usaha yang dapat dilakukan dan yang tak kalah penting adalah berdoa agar moralitas anak-anak,remaja dan kaum muda berjalan di jalur yang benar, menjadikan internet sebagai penunjang hal-hal yang berkenan di hadirat Tuhan Yang Maha Esa,mencerdaskan kehidupan bangsa dan bonum commune atau kebaikan bersama sebagai mahluk ciptaan Allah yang berdampingan dengan ciptaan yang lain seperti tumbuhan dan mahluk hidup. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.