Berita Lembata

Keberhasilan Panen Sorgum di Lembata di Tengah Gagal Panen Jagung

Hasil positif ini hampir pasti berbanding terbalik dengan potret kegagalan banyak petani di Lembata, menyusul menurunnya hasil panen

Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Eflin Rote
POS-KUPANG.COM/HO-YASPENSEL
Perayaan panen di salah satu kebun menandai keberhasilan ini. Kelompok Tani Sorgum Ile Nogo Desa Wuakerong Kecamatan Nagawutung Kabupaten Lembata kembali membuktikan mereka tidak salah memilih sorgum. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ricko Wawo

POS-KUPANG.COM, LEWOLEBA - Sembilan tahun sudah, petani di Kabupaten Lembata Provinsi Nusa Tenggara Timur sukses dalam pengembangan sorgum, satu dari beberapa tanaman sumber pangan. Hasil positif ini terakhir diraih pada pertengahan Mei 2024.

Tanaman yang dikenal masyarakat setempat sebagai wata holo atau kvar olot ini sukses tumbuh dan dipanen.

Pada Kamis, 23 Mei 2024, perayaan panen di salah satu kebun menandai keberhasilan ini. Kelompok Tani Sorgum Ile Nogo Desa Wuakerong Kecamatan Nagawutung Kabupaten Lembata kembali membuktikan mereka tidak salah memilih sorgum.

Hasil positif ini hampir pasti berbanding terbalik dengan potret kegagalan banyak petani di Lembata, menyusul menurunnya hasil panen tanaman padi dan jagung yang tersebar hampir merata di kabupaten satu pulau ini. 

Ihwal sukses berulang budidaya sorgum di Wuakerong, memantik reaksi unik Maria Loretha. 

Perempuan yang populer dengan julukan "Mama Sorgum" ini meyakini sorgum telah menemukan rumah penghidupannya pada lahan unik seperti Wuakerong. 

"Sudah beberapa tahun ini, Ina Ama (Bapa-Mama) petani Ile Nogo berhasil dengan sorgum. Bagi saya ini fakta bahwa memang disini (Wuakerong) adalah tempatnya sorgum. Ini juga membuktikan bahwa wata holo ini, dari dulu kala dikembangkan oleh leluhur nenek moyang di sini. Makanya dalam keadaan yang sulit, hujan tak menentu, ketika tanaman lain gagal, wata holo tetap memberi dirinya untuk kita," terang Loretha usai panen Sorgum bersama petani Ile Nogo.

Peneliti pangan di Lembata, Benediktus Assan juga ikut dalam panen sorgum. Dia juga sudah lama menemani Maria Loretha mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menghadirkan sorgum lagi di kebun dan meja makan.

Maria Loretha adalah Program Manajer pada Yayasan Pembangunan Sosial Ekonomi Keuskupan Larantuka (Yaspensel). Lembaga ini bersinergi dengan Yayasan Kehati Indonesia dalam Program Pengembangan Pangan Lokal di Kabupaten Flores Timur dan Lembata termasuk Wuakerong. 

Selamat 9 tahun, kvar olot alias sorgum telah  mengisi lumbung, dapur dan meja makan Vibronia Peni dan belasan anggota Kelompok Tani Ile Nogo Wuakerong. 

"Saya sangat terbantu dengan panen kali ini karena pas stok panen yang tahun lalu sudah habis. Kami sudah pake semua. Untuk makan, buat nasi dan bubur. Ada yang jadi benih," tutur Oni, sapaan akrab Vibronia pada wartawan, sehari sebelum kegiatan panen. 

Baca juga: Bareng Siswa SMAK Frater Maumere, Forum PRB Lembata Tanam Ratusan Mangrove

Berkah tanaman sorgum juga menyentuh aspek finansial petani Ile Nogo. Satu yang cukup merasakannya adalah Erlin Wutun. Sejak "akrab" dengan sorgum 2016 silam, Erlin yang memang gemar membuat aneka kue dan jajanan, lantas beralih pada sorgum sebagai bahan bakunya. Aneka kue yang dibuat dan dijualnya berbahan baku tepung sorgum

Erlin bahkan hampir "berpisah" dengan terigu, tepung berbahan baku gandum yang populer sebagai material utama aneka kue dan jajanan. 

"Saya memang masih pakai terigu. Tapi hanya untuk beberapa jenis kue yang butuh perekat. Karena tepung terigu bikin adonan lengket jadi mudah dibentuk. Makanya saya pake tepung sorgum dan hanya tambah sedikit terigu sebagai perekat," terang Erlin kepada Tribun Flores.

Erlin mengaku, pelanggan kue-kue olahannya sudah banyak yang jatuh cinta pada olahan berbasis sorgum

Khusus untuk kue kering, ia kini sudah memutuskan untuk "zero terigu". Full Sorgum. 

Erlin Wutun tak pernah ke mana-mana. Ia tetap di Wuakerong, hidup bersama suami dan anak-anaknya. Tapi aneka olahannya, sudah "pesiar" jauh ke luar hingga ke tanah Jawa.

"Baru 2 Minggu lalu, saya kirimkan paket kue kering sorgum ke Jakarta. Orang di sana itu sudah beberapa kali pesan. Dan awal bulan lalu (Mei 2024) saya juga kirim 10 toples kue kering ke Sumba. Dan ludes. Satu toples Rp 35.000," terangnya. 

Bahkan Erlin dan sejumlah kerabat akan sangat sibuk jelang hari raya atau adanya acara-acara di desa, Kecamatan Nagawutung dan Lembata. Pesanan selalu olahan berbasis sorgum.

Panen Sorgum pada 23 Mei menyuguhkan pemandangan eksotis hamparan sorgum milik kebun Vibronia Peni. Sedikit ke barat, agak jauh dari jalan raya, pemandangan serupa juga ada di kebun sorgum Bapak Paulus Lasar. Rata-rata lahan sorgum tidak terkumpul pada satu hamparan. Sesuai letak lahan yang diolah sang petani. 

Usai panen, Benedikus Assan, kembali ke Lewoleba, ibukota Kabupaten Lembata. Melintasi jalanan dengan dataran dan perbukitan di sisi kanan. Namun tak ada hamparan kebun sorgum layaknya di Wuakerong. Lamtoro, gamal dan hamparan rumput Savana justru yang dominan. Rumput hijau kemuning yang siap hitam kecokelatan saat api "karhutla" datang.

“Kok, belum banyak yang meminati tanam Sorgum kah? “

Seperti lirik lagu Ebiet G Ade, Benediktus masih bertanya-tanya pada rumput yang bergoyang. (*)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved