Timor Leste

Timor Leste: Kisah Penembakan yang Dialami Wartawan Kompas Kornelis Kewa Ama di Dili 1999

Kemerdekaan Timor Leste resminya diproklamirkan pada 20 Mei 2002. Tetapi proses menuju kemerdekaan berawal pada tahun 1999.

Editor: Agustinus Sape
DOKUMEN SUSANA CARDOSO
Wartawan Kompas Kornelis Kewa Ama (kedua dari kiri, berkumis), bersama beberapa wartawan lokal Dili, sedang mewawancarai utusan khusus PBB yang datang ke Dili, Mei 1999, menjelang penentuan pendapat Timor Timur, 30 Agustus 1999. 

POS-KUPANG.COM - Pada Senin 20 Mei 2024 Timor Leste memperingati HUT ke-20 restorasi kemerdekaannya dari Indonesia. Kemerdekaan Timor Leste resminya diproklamirkan pada 20 Mei 2002. Tetapi proses menuju kemerdekaan berawal pada tahun 1999. Berikut adalah cerita wartawan Kompas Kornelis Kewa Ama yang mengalami penembakan di Dili pada tahun 1999.

Gabungan prointegrasi Timor Timur (Timtim) yang terafiliasi dalam organisasi milisi prointegrasi atas undangan Gubernur Abilio Jose Osorio Soares (1992-1999) mengikuti apel kebangsaan ”merah putih” di halaman kantor gubernur, Sabtu (28/8/1999), sekitar pukul 15.00 Wita. Belasan truk bermuatan ratusan anggota pasukan milisi prointegrasi, lengkap dengan senjata di tangan, hadir dalam apel itu.

Apel digelar untuk mengetahui kekuatan milisi prointegrasi, yang mempresentasikan kekuatan rakyat Timtim, pendukung otonomi khusus yang sangat diperluas. Referendum untuk menentukan pilihan itu terjadi Senin (30/8/1999). Hadir pula Gubernur Abilio Soares, Komandan Korem Dili, Komandan Kodim Dili, Kepala Polda Timtim, sesepuh prointegrasi, veteran RI, dan sejumlah wartawan.

Baca juga: HUT Ke-22 Restorasi Kemerdekaan Timor Leste, Ramos Horta Beri Penghargaan kepada Sultan Brunei

Saat itu semua wartawan dari dalam dan luar negeri sudah hadir di Dili, tetapi tidak banyak yang meliput gelar apel bersama prointegrasi di halaman kantor itu. Mereka memilih berkumpul di sejumlah tempat yang diduga menjadi tempat pertemuan prointegrasi dengan prokemerdekaan.

Salah satu tempat yang ditunggu media massa saat itu adalah jembatan Sungai Kuluhun. Jembatan itu membatasi Desa Becora di Dili Timur dan Desa Centro di pusat Kota Dili. Desa Becoraterkenal sebagai pusat permukiman warga prokemerdekaan Timtim.

Senjata rakitan, laras panjang, panah, parang, ketapel, dan senjata tradisional lain dipertontonkan jelas. Rupanya itu sengaja digelar untuk menghadirkan efek gentar bagi kelompok prokemerdekaan. Di samping dan kaca depan truk yang mereka tumpangi ditempel bendera Merah Putih.

Bernardino Guterres, seorang remaja Dili
Bernardino Guterres, seorang remaja Dili, Timor Timur (saat itu), yang terbunuh pada 26 Agustus 1999. Titik puncak kejadian adalah terbunuhnya Guterres dengan darah tergenang. Fotografer Kompas Eddy Hasby memotret kejadian ini, tapi tidak mengirimkannya karena ia tahu ini pasti bukan pilihan Kompas. Padahal, foto tentang kejadian ini adalah salah satu pemenang World Press Photo 1999.

Anggota milisi mengikat kepala dengan pita merah putih, sebagian mengalungkan pita itu di leher. Di sepanjang perjalanan, mereka menyanyikan lagu-lagu kebangsaan, antara lain ”Maju Tak Gentar”, dan ”Indonesia Raya”. Lagu-lagu itu sangat dibenci kalangan prokemerdekaan.

Wajah mereka di dalam truk itu tampak begitu sangar, menyeramkan, dan tampak heroik. Dengan mata tajam, mereka mengamati setiap situasi dan kondisi sepanjang jalan, yang dilalui kendaraan. Pintu rumah warga terkunci, nyaris tidak ada warga yang berkeliaran di jalan.

Warga Indonesia yang berdomisili di Dili pun bersembunyi di rumah. Tidak berani menunjukkan tanda-tanda mendukung prointegrasi. Ancaman dari kelompok prokemerdekaan terhadap prointegrasi pun sangat tinggi.

Semua warga Indonesia yang berdiam di Timtim kala itu cukup fasih bahasa Tetun, sekadar untuk mengamankan diri. Jika tidak bisa berbahasa Tetun, mereka bisa dituduh sebagai mahudu, mata-mata dari TNI.

Pusat-pusat perbelanjaan yang biasanya ditutup pukul 20.00 Wita saat itu ditutup lebih awal, yakni pukul 16.00 Wita.

Dalam sambutannya, Gubernur Abilio Soares antara lain menyampaikan, ”Mari kita jaga kedaulatan NKRI, yang telah diperjuangkan bersama. NKRI harga mati. NKRI harga mati.”

Kata-kata Abilio Soares itu disambut sorak hadirin sambil mengacungkan senjata ke udara. Sekitar lima wartawan lokal Dili dan nasional meliput apel itu.

Kebanyakan wartawan berada di sejumlah tempat rawan. Tempat yang diduga bakal terjadi bentrokan serius antara kelompok warga pro-Jakarta dan prokemerdekaan, yakni perbatasan Desa Becora dan Desa Centro, yang dibatasi Sungai Kuluhun. Di situ telah hadir puluhan wartawan nasional dan luar negeri. Lengkap dengan peralatan di tangan. Banyak wartawan asing merekrut warga lokal sebagai pemandu.

Di tempat itu sudah bersiaga satu kelompokanak muda prokemerdekaan. Jumlahnya lebih dari 100 orang. Mereka juga membawa berbagai senjata tajam, sepeti busur dan panah, parang, tombak, serta batu, ketapel, dan pentungan. Mungkin juga senjata api, tetapi tidak terpantau mata telanjang.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved