Opini

Opini: Menjadi Sahabat Roh Kudus

Dalam teologi Katolik, Roh Kudus adalah Pribadi Ketiga, Allah Tritunggal Mahakudus. Pengetahuan kita tentang Allah Roh Kudus pun hanya sampai di situ.

Editor: Agustinus Sape
FOTO PRIBADI
Arnoldus Nggorong 

Dengan paparan ringkas di atas, paling kurang, telah membantu kita untuk mengenal Allah Roh Kudus dan bagaimana relasi-Nya dengan Allah Bapa dan Allah Putera. Pengenalan ini membawa kita kepada pemahaman tentang arti seorang sahabat atau perannya di dalam hidup kita.
Sebab hanya seorang sahabat yang dapat memiliki empati, mampu merasa seperti yang kita rasakan. Dia, seolah-olah masuk dalam diri kita. Lebih dari itu, sang sahabat menindaklanjutinya dengan mengerahkan segala daya upaya dan sumber daya yang dapat dilakukan untuk menolong kita.

Dengan perkataan lain, sahabat memiliki peran yang amat penting dalam hidup seseorang. Sahabat yang baik tidak membiarkan orang yang telah menjadi sahabatnya berada dalam kesedihan, kesulitan.

Seorang sahabat akan hadir sebagai pembawa kegembiraan. Bila sahabatnya mengalami keputusasaan, dia akan datang sebagai pemberi harapan, penyemangat. Dalam diri seorang sahabat, ada solusi dari setiap masalah, ada optimisme. Dia hadir entah pada waktu kita susah maupun di saat kita senang. Dengan lain perkataan, seorang sahabat yang baik selalu hadir dalam segala situasi dan mencegah kita jatuh ke dalam pencobaan (dosa).

Persahabatan Dalam Kitab Suci

Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan terang benderang tentang arti seorang sahabat dalam hidup kita, dapat dilihat dalam kisah persahabatan yang dimuat dalam Kitab Suci.

Pertama, persahabatan antara Yonatan dan Daud (1 Sam. 18:1-5;20:1-43). Peristiwa yang amat berkesan di antara kedua sahabat itu adalah Daud diselamatkan oleh Yonatan dari suatu rencana pembunuhan ayahnya, Saul. Sebab Daud dibenci oleh Saul karena rakyat Israel lebih menyanjung dan memuji Daud lantaran keberhasilannya mengalahkan Goliat, panglima tantara orang Filistin. Persahabatan di antara keduanya diangkat ke suatu ikatan perjanjian atas nama Allah. Jadi persahabatan itu melibatkan Allah sebagai saksi, yang sekaligus juga meneguhkan perjanjian mereka.

Kedua, persahabatan antara Maria dan Elizabet. Kedua perempuan ini sama-sama berada dalam kondisi mengandung. Namun yang membedakannya adalah Elizabet mengandung di usia tua, sedangkan Maria mengandung dalam keadaan sebagai seorang gadis yang masih perawan.

Bila melihat situasi masyarakat Yahudi pada waktu itu, lalu dikaitkan dengan keadaan Maria dan Elizabet, maka secara imajinatif, kita dapat mengetahui bahwa kedua perempuan ini mengalami nasib yang sama yaitu mereka menjadi buah bibir (dalam arti bahan gosip) para tetangganya karena kondisi kehamilan mereka yang dianggap tidak wajar dalam pandangan masyarakat pada waktu itu. Secara psikologis dan sosial, Maria dan Elizabet tidak beruntung. Akan tetapi keduanya saling menguatkan. Sebab mereka percaya akan penyelenggaraan Allah di dalam hidup mereka.

Ketiga, persahabatan antara Yesus dan para murid. Model Persahabatan ini dapat dikatakan sebagai persahabatan yang paling ideal dan sempurna. Persahabatan model ini dideskripsikan dengan amat menarik dan indah dalam teks Yohanes 15:12-17. Bahkan demi sahabat-sahabat-Nya itu, Yesus merelakan diri-Nya sebagai tebusan bagi para murid, yang tampak jelas dalam peristiwa penangkapan Yesus di taman Getsemani. Yesus berkata: “Kalau Aku yang dicari, biarkanlah mereka ini pergi.” (Yoh. 18:8)

Bersahabat dengan Roh Kudus

Jika dengan sesama manusia kita dapat bersahabat secara dekat dan akrab, mengapa kita tidak membangun relasi persahabatan yang intim dan mesra dengan Allah Roh Kudus? Padahal, seturut kesaksian Rasul Paulus dan beberapa orang kudus, Roh Kudus tinggal di dalam tubuh kita. Dia tinggal di dalam jiwa kita.

Entah kita sadar atau pun tidak, Roh Kudus selalu menemani kita. Dia senantiasa berada bersama dengan kita, kapan pun, di mana pun dan dalam keadaan apa pun. Kebersamaan Roh Kudus dengan kita dapat diibaratkan dengan nafas hidup kita. Aktivitas bernapas ini banyak kali tidak disadari (terlebih saat tidur), namun dia memberi daya yang menghidupkan, menggairahkan. Demikianpun halnya dengan Roh Kudus. Dia selalu hadir dalam segala aktivitas kita.

Maka dari itu, pertanyaan retoris tadi mengajak kita untuk mencari tahu lebih banyak lagi tentang Roh Kudus. Dengan semakin banyak mengetahui-Nya, kita akan semakin pula mencintai Roh Kudus, yang dengan sendirinya menggerakkan kita untuk menjalin persahabat yang lebih akrab lagi dengan Roh Kudus.

Pengenalan yang baik tentang Roh Kudus menemukan maknanya yang mendalam dalam kesaksian Pastor dari Ars sebagai berikut: “Mereka yang mencintai Roh Kudus mengalami segala macam kegembiraan di dalam dirinya. Roh Kudus membimbing kita seperti seorang ibu membimbing anaknya yang kecil. Mereka yang mencintai Roh Kudus menemukan doa yang begitu menyenangkan sehingga mereka tidak dapat mempunyai waktu cukup untuk berdoa.”

Persahabatan dengan Roh Kudus mengandaikan adanya keterbukaan di dalam diri untuk menerima-Nya. Keterbukaan ini memungkinkan Roh Kudus bekerja dengan cara-Nya yang tak kelihatan, namun berdaya menggerakkan, menyemangati, mengubah, dan menghidupkan. Dalam rumusan yang sederhana, Roh Kudus akan menuntun dan membimbing kita di jalan yang benar. Kita tidak akan pernah tersesat bila bersama dengan Roh Kudus. (Bdk. Yoh. 16:13).

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved