Opini
Opini: Menjadi Sahabat Roh Kudus
Dalam teologi Katolik, Roh Kudus adalah Pribadi Ketiga, Allah Tritunggal Mahakudus. Pengetahuan kita tentang Allah Roh Kudus pun hanya sampai di situ.
Oleh: Arnoldus Nggorong
POS-KUPANG.COM - Dalam teologi Katolik, Roh Kudus adalah Pribadi Ketiga, Allah Tritunggal Mahakudus. De facto, pengetahuan kita, khususnya orang Katolik, tentang Allah Roh Kudus pun hanya sampai di situ. Selain itu, dalam kehidupan devosional umat Katolik pada umumnya, devosi kepada Allah Roh Kudus, boleh dikatakan cukup sedikit.
Dalam artian, secara kuantitatif devosi ini belum banyak ditekuni oleh umat Katolik bila dibandingkan dengan devosi-devosi lainnya seperti devosi kepada Santa Perawan Maria, Bunda Allah, devosi kepada Yesus, Putera Allah, Pribadi Kedua Allah Tritunggal Mahakudus, devosi kepada Hati Kudus Yesus, devosi kepada Kerahiman Ilahi, dan devosi kepada orang kudus tertentu serta devosi-devosi lainnya.
Dalam tradisi Gereja Katolik, dikenal pelbagai macam devosi. Banyaknya devosi itu tidak pula hendak mengatakan bahwa Allah itu banyak. Keanekaragaman devosi itu mau menunjukkan pertama, terdapat beragam cara untuk mendekatkan diri dengan Allah.
Dengan kata lain, devosi hanyalah sarana yang memungkinkan seseorang untuk dapat mengenal Allah dan menjalin relasi secara lebih intim dengan-Nya, sejauh yang mampu dilakukan oleh seorang manusia.
Kedua, kekayaan dimensi Ilahi yang tidak terbatas itu menegaskan bahwa Allah adalah yang transenden sekaligus yang imanen, yang dipadatkan dalam satu kata ‘misteri’. Dikatakan misteri karena Allah adalah suatu kenyataan yang tidak dapat ditangkap dan dimengerti oleh akal budi manusia, yang melampaui pengetahuan indrawi.
Meminjam Gabriel Marcel, filosof eksistensial, Allah adalah sebuah soal yang bersifat abadi, tidak pernah tuntas dijawab. Sebab setiap pertanyaan selalu memunculkan pertanyaan baru (Leo Kleden, dalam ‘Filsafat Manusia’, ms., 1997). Dalam rumusan refleksif-filosofis-teologis, ketika manusia bertanya tentang siapa Allah, dalamnya ada usaha manusia mencari tahu lebih banyak lagi tentang-Nya.
Namun dalam upaya pencarian itu manusia tidak pernah dan bahkan tidak akan pernah menemukan Allah. Justru manusialah yang ditemukan Allah jika dan hanya jika manusia menyadari kerapuhan, kepapaannya dan merendahkan diri ketika berhadapan dengan Allah, Pencipta nan Agung dan Mahakuasa.
Sebagai analogi sederhana untuk memahami kemahakuasaan Allah yang tak terselami, secara imanjinatif dapat dibayangkan dalam sikap seorang rakyat jelata terhadap raja. Bila ia menghadap sang raja, maka ia akan bersimpuh di depan raja yang duduk di atas singgasana dalam jarak tertentu.
Kalau dengan seorang raja yang memiliki kekuasaan dan wilayah yang terbatas, si rakyat tadi sudah menunjukkan sikap tunduk-sujud, apalagi jika berhadapan dengan Allah yang justru melebihi kekuasaan si raja tadi.
Ketiga, manusia sebagai ciptaan yang bersifat terbatas hanya mampu mengenal Allah lewat sifat-sifat-Nya yang sangat kaya tadi. Keterbatasan itu pula yang membuatnya tidak mampu menyelami Allah secara sempurna. Kesanggupan mengenal Allah melalui sifat-sifat-Nya diafirmasi dalam kesaksian Sta. Faustina dalam percakapan batin, yang ditulis dalam buku hariannya. “Siapa Allah seturut hakekat-Nya, tak seorang pun (akan dapat) memahami-Nya, baik malaikat maupun manusia. Kenalilah Allah dengan merenungkan sifat-sifat-Nya.” (BH. No. 30)
Setiap orang Katolik dapat memilih dan memanfaatkan devosi-devosi itu untuk berdoa demi memperdalam imannya akan Allah. Pemilihan devosi itu berdasarkan keyakinan pribadi yang bersangkutan yang dirasa cocok dan tepat baginya. Dalam memilih itu tidak ada unsur paksaan, bahkan tidak memilih pun tidak melanggar aturan Gereja. Sebab bukan suatu keharusan.
Bertolak dari kenyataan tersebut di atas, ungkapan ‘tak dikenal, maka tak sayang’ rasanya masih relevan, tepat dan dapat pula disematkan pada Allah Roh Kudus. Berkenaan dengan ungkapan tersebut, dapat dikatakan bahwa aspek pengenalan merupakan unsur penting dalam menjalin relasi dengan orang lain.
Pengenalan yang baik hanya mungkin bila Allah Roh Kudus dijadikan sebagai sahabat. Sebab hanya seorang sahabat yang benar-benar mengenal kita dengan amat baik. Lagipula dengan mengenal, maka kita pun akan semakin mencintai dan menyayangi Allah Roh Kudus.
Roh Kudus dan peran-Nya
Dalam Perjanjian Lama, Roh Kudus disebut dalam kisah penciptaan. Dalam kitab Kejadian ditulis, “Roh Allah melayang-layang di permukaan air.” (Kej. 1:2). Georg Kirchberger dalam bukunya ‘Allah Menggugat’ menjelaskan, Allah menciptakan dunia melalui Sabda dan Roh-Nya. Allah menghembuskan roh dan nafas-Nya agar ciptaan dapat hidup. Maka dari itu, bila Allah menarik kembali roh-Nya, maka ciptaan itu akan mati.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.