Opini
Opini: Menjadi Sahabat Roh Kudus
Dalam teologi Katolik, Roh Kudus adalah Pribadi Ketiga, Allah Tritunggal Mahakudus. Pengetahuan kita tentang Allah Roh Kudus pun hanya sampai di situ.
Dalam kisah orang-orang yang dipilih Allah, mereka dihembusi oleh Roh Kudus agar mampu melaksanakan tugas yang diberikan Allah kepada mereka. Misalnya, seturut kesaksian Perjanjian Baru, Maria, dalam keterkejutan, ketakutan dan keraguannya, pada waktu menerima kabar dari malaikat Gabriel mengenai tugas yang akan dipercayakan Allah kepadanya untuk mengandung Yesus, Putera Allah, memperoleh kepenuhan Roh Kudus. “Roh Allah akan turun atasmu dan kuasa Allah yang Mahatinggi akan menaungi engkau. (lihat Luk. 1:28-35)
Kemudian dalam peristiwa pembaptisan-Nya di sungai Yordan, Yesus dipenuhi oleh Roh Kudus, yang tampil dalam rupa burung merpati (Mat. 3:16). Roh Kudus juga tampak berupa lidah-lidah api, yang didahului bunyi seperti tiupan angin keras, lalu hinggap pada masing-masing rasul yang sedang berkumpul di sebuah ruangan tertutup, dalam peristiwa turunnya Roh Kudus, yang kemudian dikenal dengan peristiwa pentekosta. Peristiwa itu membuat orang-orang yang berada di sekitarnya bingung, tercengang, dan takjub (Lihat Kis. 2:1-12).
Dalam injil Yohanes, Yesus menyebut Roh Kudus sebagai Penolong, sebagaimana yang telah dijanjikan-Nya kepada para murid sebelum Ia naik ke surga. “Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya yaitu Roh Kebenaran. Dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak melihat Dia dan tidak mengenal Dia. Tetapi kamu mengenal Dia, sebab Ia menyertai kamu dan akan diam di dalam kamu.” (Yoh. 14:16-17)
Seterusnya rasul Paulus memberi kesaksian sebagai berikut: “Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?” (1 Kor. 3:16). Selanjutnya Rasul Paulus dengan lebih tegas lagi mengatakan: “Tubuhmu adalah bait Allah Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah.” (1 Kor. 6:19)
Para orang kudus pun memberi kesaksian tentang Roh Kudus. Mereka dapat menanggung segala bentuk penderitaan termasuk yang paling berat, bahkan hingga harus menyerahkan nyawanya sendiri demi mempertahankan iman mereka adalah juga karena Roh Kudus berkarya di dalam diri mereka.
Salah satu orang kudus yang disebutkan di sini adalah St. Ignasius martir dari Antiokia. Ketika dihina oleh kaisar Trajanus, dia mengatakan, “Jangan menghina Ignasius pembawa Allah, karena Allah ada padaku.”
Relasi Roh Kudus dengan Bapa dan Yesus, Putera
Menurut ajaran iman Katolik, Allah Bapa adalah Pribadi Pertama, Allah Tritunggal Mahakudus. Yesus, Allah Putera, adalah Pribadi Kedua, Allah Tritunggal Mahakudus. Sebagai Pribadi Ketiga Allah Tritunggal Mahakudus, Roh Kudus sama dalam segalanya dengan Bapa dan Putera. Kesamaan itu membuat Allah Roh Kudus juga pantas menerima penghormatan dan cinta yang sama besar dan dalam dengan Allah Bapa dan Allah Putera, demikian Paul O’Sullivan.
Roh Kudus memiliki hakekat yang sama dengan Bapa dan Putera. Allah Roh Kudus juga mempunyai posisi dan kedudukan yang setara dengan Allah Bapa dan Allah Putera. Tidak ada yang lebih tinggi atau pun lebih rendah satu dari yang lainnya.
Kesetaraan dan kesatuan antara Ketiga Pribadi Ilahi ini diamini oleh Sta. Faustina yang menulis sebagai berikut: “Kodrat Mereka adalah satu. Allah itu satu, sungguh Esa, tetapi dalam tiga Pribadi; tidak satu pun dari Mereka lebih besar atau lebih kecil; tidak ada perbedaan baik dalam keindahan maupun dalam kekudusan. Kehendak Mereka juga satu.” (BH No. 911)
Lebih lanjut Sta. Faustina mengatakan, “Ketika aku bersatu dengan pribadi yang satu, aku juga bersatu dengan Pribadi yang kedua dan dengan
Pribadi yang ketiga sedemikian rupa sehingga ketika kita bersatu dengan yang pertama, kita juga bersatu dengan kedua Pribadi yang lain sama seperti dengan yang pertama.”
Maka dari itu, Sta. Faustina menjelaskan, “Ketika Satu dari ketiga Pribadi itu berkomunikasi dengan suatu jiwa, lewat kuasa dan kehendak yang satu, jiwa itu menyadari diri bersatu dengan ketiga Pribadi dan (dia pun) diliputi kebahagiaan yang mengalir dari Tritunggal yang Mahakudus; itulah pula kebahagiaan yang menjadi santapan para kudus. Kebahagiaan yang sama, yang mengalir dari Tritunggal yang Mahakudus, membuat semua ciptaan merasa bahagia; darinya muncul kehidupan yang menghidupkan dan memberkati segala kehidupan yang berasal dari Dia.”
Relasi di antara ketiga Pribadi ini pun tidak saling merendahkan. Dengan kata lain, bila ingin mengerti dan memahami kedudukan, posisi, dan relasi antar ketiga pribadi ini, kita tidak boleh berpikir menurut cara pandang manusiawi.
Hubungan antara Ketiga Pribadi Ilahi ini bersifat kekal. Relasi itu dibangun di atas landasan kasih yang tidak terbatas, tak berhingga. Kirchberger merumuskan hubungan ketiga Pribadi Ilahi ini sebagai berikut: “Ketiga Pribadi ini terarah satu kepada yang lain secara kekal dan substansial (dalam pengertian keterarahan itu tidak bisa tidak ada, dan selalu ada secara aktual tanpa awal dan akhir). Hubungan antara ketiga Pribadi Ilahi itu senantiasa mendalam, esensiil, setiap pribadi memberi segala sesuatu yang bisa diberi kepada Pribadi yang lain secara sempurna. Ketiga Pribadi Ilahi itu saling terbuka, tidak ada pengecualian sedikitpun.” Itulah sifat kekal dan tidak terbatas dari hubungan Allah Bapa, Allah Putera dan Allah Roh Kudus.
Maka dari itu, Georg Kirchbeger membedakan dengan tegas relasi antar ketiga Pribadi Ilahi itu dengan hubungan di antara sesama manusia. Menurut Kirchberger, hubungan antara ketiga Pribadi Ilahi itu berbeda secara radikal dari hubungan antara pribadi-pribadi manusia.
Selanjutnya Kirchberger menjelaskan, hubungan antara pribadi manusia bersifat sementara, artinya ada awal dan ada akhir, berlaku dalam periode waktu tertentu, sifatnya tentatif (aksidental, kebetulan). Dengan lain perkataan, saya bisa berhubungan dengan pribadi tertentu, atau bisa juga tidak. Hubungan itu bisa dangkal dan bisa juga amat mendalam. Dalam konteks hubungan manusiawi, saya bisa memilih untuk berhubungan atau tidak berhubungan dengan pribadi yang lain. Jadi ini soal pilihan, bukan suatu keharusan.
Makna Sahabat
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.